Unjuk rasa menolak Otsus Papua Jilid II di Nabire, Kamis, 24 September 2020. (jubi.co.id/Titus Ruban)
Sementara, mengutip media setempat, jubi.co.id, para tokoh adat Nabire mendukung gerakan penolakan terhadap rencana pemberlakuan kembali otonomi khusus di Papua.
“Otsus Jilid I sudah almarhum, jadi tidak ada (lagi) Otsus Jilid II. Kami mendukung penyampaian aspirasi (penolakan perpanjangan otsus) yang tidak anarkistis,” kata Kepala Suku Dani Damal Dougwa dan Nayak, Ayub Wenda saat berorasi pada unjuk rasa di Polres Nabire, Kamis, 24 September 2020.
Dilaporkan bahwa demonstran berdatangan dari Kalibobo, Karang Tumaritus, dan Siriwini serta wilayah di sekitarnya.
“Apa yang Rakyat Papua dapat dari Otsus? Intimidasi, pembunuhan, kekerasan, pemerkosaan. Itu kah yang (harus) kami dapat? Kami menolak otsus dan menginginkan referendum (penentuan kedaulatan Papua),” kata Koordinator aksi Aden Dimi dalam orasinya.
Dalam unjuk rasanya, massa menyampaikan delapan tuntutan dalam petisi penolakan terhadap pemberlakuan kembali otsus jilid II di Papua. Tuntutan itu di antaranya menolak pemberlakukan kembali otsus dalam bentuk apa pun di Papua, dan menolak kompromi sepihak dalam memutuskan agenda mengenai masa depan Papua.
Selain itu, massa mendesak pengembalian penuh kedaulatan Rakyat Papua dalam menentukan nasib sendiri, dan mendukung gerakan Petisi Rakyat Papua 2017. Kemudian, menolak rapat dengar pendapat Majelis Rakyat Papua, untuk meloloskan otsus plus. Massa mengancam mengelar mogok massal apabila tuntutan mereka tidak digubris pemerintah.
“Kami juga meminta (kekuatan) militer ditarik dan menghentikan penyisiran (terhadap warga sipil) di Intan Jaya, Nduga, dan serta seluruh Tanah Papua. Kepada Rakyat Nabire, kami mengimbau untuk golput (tidak menggunakan hak suara) pada Pilkada 2020,” kata Dimi.
Unju rasa sempat diwarnai kericuhan, karena polisi dilaporkan menghalangi, bahkan diduga menangkap sejumlah demonstran. Alasan aparat, mereka tidak pernah mengizinkan aksi yang melibatkan ribuan orang.
“Aparat hanya membolehkan 20 orang (sebagai) perwakilan (massa) untuk menyampaikan petisi. Kami menolak dan menginginkan semuanya hadir. Setelah bernegosiasi, kami diberi waktu untuk menyampaikan petisi,” kata Juru Bicara Petisi Rakyat Papua (PRP) Nabire Jefri Wenda.
Massa pun akhirnya diterima jajaran Polres dan DPRD serta pemerintah Kabupaten Nabire. Mereka berjanji memerhatikan aspirasi tersebut. “Mereka telah menyerahkan aspirasi (petisi) kepada kami. Kami akan lanjutkan (sampaikan) kepada pimpinan daerah,” kata Sekretaris Daerah Nabire Daniel Maipon.