Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Polisi memukul mundur massa di DPRD Sumut dengan gas air mata pada demo, Jumat (29/8/2025) (IDN Times/Prayugo Utomo)
Polisi memukul mundur massa di DPRD Sumut dengan gas air mata pada demo, Jumat (29/8/2025) (IDN Times/Prayugo Utomo)

Intinya sih...

  • Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional saat amankan aksi massa

  • Polri melakukan pergeseran pendekatan dari dominasi dan eskalasi menuju dialog dan de-eskalasi

  • Keberhasilan pengamanan aksi unjuk rasa diukur dari kualitas interaksi antara polisi dan masyarakat, bukan jumlah pasukan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN TimesPolri menegaskan kehadiran aparat dalam aksi unjuk rasa bukan untuk menghalangi kebebasan berekspresi, melainkan menjamin hak konstitusional warga negara dapat berjalan aman dan tertib.

Asisten Utama Operasi (Astamaops) Polri Komjen Fadil Imran mengatakan, Polri memaknai penyampaian pendapat di muka umum sebagai bagian dari demokrasi yang harus difasilitasi, bukan dihadapi secara represif.

“Kami menegaskan bahwa aksi penyampaian pendapat adalah hak konstitusional warga negara. Dan tugas Polri bukan hanya menjadi penghalang, tetapi justru menjadi penjamin dan pelayanan keamanan publik,” kata Fadil dalam rilis akhir tahun 2025 di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (30/12/2025).

1. Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional saat amankan aksi massa

Bentrokan terjadi saat demo di depan Gedung DPRD Binjai, Senin (1/9/2025) (IDN Times/Bambang Suhandoko)

Fadil mengakui, selama ini masih terdapat persepsi publik yang memandang polisi sebagai penghalang kebebasan berekspresi akibat pendekatan pengamanan yang menitikberatkan pada pengendalian massa.

Polri pun secara terbuka mengakui adanya kritik publik terkait penggunaan kekuatan yang tidak proporsional serta lemahnya fungsi negosiasi di lapangan.

“Polri secara sadar dan terbuka mengakui adanya kritik publik terkait penggunaan kekuatan yang tidak proporsional dan lemahnya fungsi negosiasi di lapangan,” ujarnya.

2. Polri melakukan pergeseran pendekatan

Aparat kepolisian gabungan mencegat massa pendemo di Semarang. (Idnya Times/Dok Polda Jateng)

Menurut Fadil, dari evaluasi tersebut Polri melakukan pergeseran pendekatan, dari pola dominasi dan eskalasi menuju pendekatan dialog dan de-eskalasi. Perubahan ini ditegaskan dalam kebijakan operasional terbaru yang bertumpu pada tiga pilar utama.

“Maka dalam dokumen kebijakan terbaru, kami menegaskan tiga pilar: dialogis hukum, proporsionalitas kekuatan, serta integritas dan legitimasi,” kata dia.

3. Keberhasilan pengamanan aksi unjuk rasa tidak lagi diukur dari jumlah pasukan

Polisi memukul mundur massa di DPRD Sumut dengan gas air mata pada demo, Jumat (29/8/2025) (IDN Times/Prayugo Utomo)

Ia menambahkan, keberhasilan pengamanan aksi unjuk rasa tidak lagi diukur dari jumlah pasukan yang dikerahkan, melainkan dari kualitas interaksi antara polisi dan masyarakat.

“Pengamanan aksi tidak boleh hanya dilihat dari jumlah pasukan, tapi dari kualitas interaksi antara polisi dan masyarakat,” ujarnya.

Editorial Team