Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • Direktorat PPA dan PPO Bareskrim Polri memerangi kekerasan terhadap perempuan, anak, dan kelompok rentan di lingkungan pendidikan tinggi.
  • Kampus harus menjadi ruang aman yang bebas dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi, termasuk digital.
  • Polri menggelar kegiatan bertajuk Rise and Speak untuk bangkit melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Pencegahan dan Penindakan Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri mengungkapkan upaya untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan, anak, dan kelompok rentan di lingkungan pendidikan tinggi.

Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nurul Azizah, menegaskan kampus harus menjadi ruang aman yang terbebas dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi.

“Kita menyaksikan maraknya kekerasan seksual di lingkungan kampus, tempat ibadah, bahkan dalam ruang privat yang seharusnya menjadi tempat aman. Mahasiswa dan pelajar pun tak luput menjadi sasaran, bahkan ada yang menjadi korban tanpa sadar bahwa ia sedang dijerat dalam skema perdagangan orang atau eksploitasi seksual digital,” kata dia, dikutip Kamis (15/5/2025).

1. Kampus jadi benteng terakhir peradaban dan tempat tumbuh keberanian

egiatan “Rise and Speak Bersama Civitas academica” yang digelar di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada Rabu (14/5/2025) (Dok/Humas Polri)

Nurul menambahkan bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak kini semakin kompleks, mencakup ruang sosial, privat, bahkan digital. Dengan adanya kondisi ini Polri menggelar kegiatan bertajuk Rise and Speak Bersama Civitas Academica di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, pada Rabu (14/5/2025).

Melalui gerakan nasional Rise and Speak, Polri berupaya membangun kesadaran publik yang inklusif dan berpihak pada korban, di samping penegakan hukum.

“Mari kita jadikan kampus sebagai benteng terakhir peradaban, tempat tumbuhnya keberanian, keadilan, dan kepedulian. Ini adalah gerakan keberanian yang mengajak semua pihak untuk bangkit dan bersuara melawan kekerasan,” kata dia.

2. Harus berani bicara untuk pencegahan kekerasan

ilustrasi kekerasan terhadap anak. (IDN Times/Mardya Shakti)

Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol. Nanang Haryono, juga melaporkan adanya tren penurunan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Malang sepanjang 2025. Namun, ia menekankan pentingnya penguatan upaya pencegahan.

“Diam itu emas, tapi berani bicara untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, kilaunya melebihi berlian,” ujarnya.

3. Kampus harus jadi ruang inklusif dan aman

Ilustrasi pelecehan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof Zainuddin menyatakan kampus harus menjadi ruang inklusif dan aman bagi seluruh civitas academica, termasuk mahasiswa internasional.

“Kami sudah banyak bekerja sama dengan lintas sektoral, lintas universitas, dan lintas negara. Kekerasan tidak boleh menjadi bagian dari kehidupan kita,” katanya.

Editorial Team