Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo mulai melunak usai bertemu dengan puluhan tokoh nasional dan didemo besar-besaran oleh mahasiswa pada pekan lalu. Ia mengaku akan mempertimbangkan untuk mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk aturan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah direvisi oleh DPR pada (17/9) lalu.
Namun, rencana ini justru mendapat tentangan dari partai politik yang mengusung Jokowi. Pada pekan lalu, mereka nyaring meminta agar mantan Gubernur DKI Jakarta itu membiarkan dulu UU KPK yang sudah direvisi diberlakukan dulu.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto bahkan sampai menyebut apabila Jokowi sampai menerbitkan Perppu, artinya ia tak menghormati DPR.
"Kalau begitu bagaimana? Ya, mohon maaf Presiden gak menghormati kami dong? Gak menghormati kita bersama yang sudah membahas, Presiden dengan DPR," kata Bambang pada (28/9) lalu.
Kendati begitu, Bambang menilai, Presiden Jokowi tentu memiliki pertimbangan sendiri untuk mengeluarkan Perppu. Namun, ia tetap mewanti-wanti DPR punya kewenangan tersendiri.
"Silakan, Presiden punya pertimbangan sendiri (untuk menerbitkan Perppu), ngomong dengan pembantunya sendiri (menteri). Kami anggota DPR punya otoritas sendiri," tutur dia lagi.
Namun, sikap partai pengusung itu memasuki pekan ini mulai berubah. Dari yang semula menentang Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu, lalu menyarankan lebih baik dilakukan legislative review.
Saran itu sesungguhnya sudah disampaikan lebih dulu oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD pada (26/9) usai menemui Jokowi di Istana Negara bersama tokoh-tokoh nasional lainnya. Ia mengatakan legislative review merupakan cara paling lembut dan prosedural untuk menyelesaikan polemik revisi UU KPK.
Usulan Mahfud ini rupanya diamini oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sekjen PPP, Arsul Sani pada hari ini menyarankan cara terbaik untuk menuntaskan kontroversial revisi UU KPK melalui legislative review.
"Jadi, begitu DPR baru dilantik, kemudian baleg (Badan Legislatif) sudah terbentuk, disusun prolegnas lima tahunan, dan prolegnas sebelum 2020 segera ajukan. Pemerintah boleh lakukan inisiatif atas revisi UU KPK. Nanti kita ubah ulang. Gak masalah itu," kata Arsul di gedung DPR.
Namun, benarkah prosedurnya sesederhana itu?