Jakarta, IDN Times- Cara polisi dalam mengamankan Ibu Kota dari kejahatan jalanan, seperti penjambretan dan pembegalan, tengah menjadi perbincangan publik. Bagaimana tidak, sejak Operasi Mandiri Kewilayahan digelar dari 3 Juli 2018, sekurang-kurangnya sudah ada 12 begal atau jambret yang diberikan tindakan tegas terukur hingga kehilangan nyawa.
Bila ditarik sedikit ke belakang, 'perang' terhadap begal merupakan instruksi langsung dari Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian. Dia mengatakan, "Saya minta seluruh Kapolres dapat mengatasi kasus pembegalan ini, kalau tidak bisa atasi begal, maka kapolresnya yang saya begal. Paham kan maksud saya?"
Searah dengan perintah Tito, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Idham Azis turut menegaskan supaya anggotanya tidak ragu menindak begal dan para jambret yang membahayakan nyawa petugas serta masyarakat.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Argo Yuwono mengklaim, pihaknya berhasil menurunkan angka kejahatan secara signifikan bila dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. "Tahun 2017 ada 1409 (kasus kekerasan dengan kejahatan), pada tahun ini periode Januari-Juli ada 1066 laporan. Turun sebanyak 343. Kemudian, pada 2017 sebanyak 1398 kasus diselesaikan. Pada tahun ini meningkat 258 yang terselesaikan atau 1656 kasus yang selesai," terang Argo kepada awak media.
Menanggapi 12 nyawa yang sudah melayang dan 41 orang yang ditembak hingga lumpuh, tidak sedikit pengamat serta lembaga non-pemerintah yang meminta kepolisian untuk melakukan evaluasi secara internal.
Baca juga: Kisah Pilu Ade Miskan, Suami Korban Begal Berujung Maut
Salah satunya adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Disampaikan oleh Kabid Advokasi Fair Trial LBH Jakarta Arif Maulana, instruksi dari Idham serta Tito tergolong extra judicial killing atau pembunuhan di luar pengadilan.
Pernyataan serupa turut disampaikan oleh Institutional for Criminal Justice Reform (ICJR). Mereka meminta agar pemerintah melakukan penyelidikan serius perihal penembakan aparat kepolisian yang menyebabkan belasan orang meninggal.
"Penembakan dengan senjata api hanya dapat dilakuan oleh anggta Polri ketika tidak ada alternatif lain. ICJR meminta penyelidikan serius apakah yang bersangkutan (tersangka) salah atau tidak (sehingga layak ditembak)," terangnya.
Lantas, bagaimana polisi merespons kritik dari masyarakat? Apakah tindakan tegas kepada pelaku kejahatan jelanan menimbulkan rasa aman bagi masyarakat? Atau sebaliknya, jangan-jangan tindakan ini akan melahirkan rasa cemas di kalangan publik?
Yuk simak ulasan yang telah disiapkan oleh IDN Times.