Ilustrasi aktivitas ibadah di gereja. ANTARA FOTO/Fauzan
PSI juga menyebut PBM yang dibentuk pada 2006 tersebut melanggar setidaknya tiga asas pembentukan peraturan yang baik berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan, yakni azas dapat dilaksanakan, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, serta asas kejelasan rumusan.
Menurut Francine, asas 'dapat dilaksanakan' seharusnya memperjelas tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pendirian rumah ibadah. Namun tujuan itu tidak terpenuhi karena karena pemda hanya mengurusi hal-hal administratif.
"Sedangkan alasan, kondisi, dan faktor-faktor yang melandasi diberikannya IMB rumah ibadah merupakan tugas FKUB, seperti kewenangan pemberian rekomendasi sebagai syarat khusus," kata Francine.
FKUB juga dinilai tak berhasil memfasilitasi kerukunan umat beragama yang pada praktiknya dapat menggagalkan pendirian rumah ibadah karena memberikan rekomendasi tertulis. Dalam hal ini, FKUB telah melanggar asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.
"Ketiga, 'asas kejelasan rumusan' juga tidak tercapai karena dalam PBM tersebut dinyatakan bahwa FKUB bersifat konsultatif, namun di peraturan yang sama, rekomendasi pendirian rumah ibadat dari FKUB malah menjadi syarat pendirian rumah ibadat sehingga FKUB ikut berperan menentukan dalam proses administratifnya," tuturnya.