Jakarta, IDN Times - Pasien COVID-19 yang mengalami kesulitan bernafas mendapatkan harapan baru. Sebab, produk ventilator yang dibuat oleh Institut Teknologi Bandung, Yayasan Salman ITB dan UNPAD sudah lolos uji Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan. Bahkan, PT Dirgantara Indonesia yang biasanya memproduksi pesawat terbang bersedia membantu untuk memproduksi massal ventilator yang diberi nama Vent-I itu.
Dikutip dari situs resmi kampus ITB, ventilator itu diinisiasi pengembangannya oleh Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) dari Kelompok Keahlian Ketenagalistrikan ITB. Namun, dalam prosesnya ITB turut menggandeng pihak lain seperti Yayasan Salman ITB dan UNPAD.
"Vent-I adalah alat bantu pernapasan bagi pasien yang masih bisa bernafas sendiri (jika pasien COVID-19 pada gejala klinis tahap 2), bukan diperuntukan bagi pasien ICU. Vent-I diklaim dapat digunakan dengan mudah oleh tenaga medis karena fokus memiliki fungsi utama yaitu CPAP (Continuous Positive Airway Pressure)," demikian keterangan tertulis di situs resmi ITB yang dikutip pada Senin (27/4).
Artinya, Vent-I hanya bisa digunakan pada pasien dengan kondisi kesehatan masih moderat. Bila sudah dalam kondisi kritis, maka tak dapat menggunakan Vent-I.
Kendati begitu, kehadiran Vent-I disambut baik oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Melalui akun media sosialnya, dengan adanya Vent-I membuktikan alat bantu pernafasan bagi pasien COVID-19 tak selalu membutuhkan biaya yang tinggi.
"Berita Gembira! Ventilator untuk pasien COVID-19 yang selama ini impor dan mahal sekitar Rp500 - Rp700 juta per unit, sekarang bisa turun menjadi hanya Rp10 juta - Rp15 juta per unit produksi," ungkap pria yang akrab disapa Kang Emil itu di media sosial pada (25/4) lalu.
Mengapa harga ventilator buatan ITB itu bisa lebih murah?