(IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Sekelompok orang yang mengatasnamakan Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) melaporkan Majelis Hakim MA ke KY terkait putusan soal syarat usia kepala daerah.
Adapun ketiga hakim yang dilaporkan itu ialah Yulius sebagai hakim ketua, serta Cerah Bangun dan Yudi Martono Wahyudani sebagai hakim anggota. Ketiganya dianggap terlibat dalam memeriksa, mengadili, dan memutus Perkara Nomor 23 P/HUM/2024.
Ketua Gradasi, Abdul Hakim mengungkap sejumlah pelanggaran terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim, sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Bersama Ketua MA Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Ketua KY Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009.
Ia menilai, proses Pemeriksaan yang dilakukan terlalu waktu singkat dan terkesan terburu-buru. Dalam perkara a quo dilakukan hanya dalam waktu kurang dari tiga hari dari tanggal 27 Mei 2024 sejak didistribusikan hingga pembacaan putusan pada tanggal 29 Mei 2024.
"Didapati adanya dugaan kuat bahwa perkara a quo menjadi perkara prioritas yang didahulukan dan diistimewakan dibanding dengan perkara-perkara yang lain yang diajuakan ke MA. Sehingga hakim terkesan tidak independen diduga melanggar asas Imparsialitas (ketidakberpihakan) dan tidak berintgitas," kata Abdul saat ditemui di Kantor KY, Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).
Lebih lanjut, Gradasi juga menganggap Putusan MA itu problematik karena memperluas tafsiran Pasal 4 Ayat 1 huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020 yang pada pokoknya berbunyi “Sejak Ditetapkan Menjadi Calon” diubah menjadi “Sejak Pelantikan”.
Menurut Abdul, putusan itu menimbulkan ketidak pastian hukum dan fatal dalam memahami logika hukum.
"Melampaui kewenangannya, secara teoritis dan normatif bukan kewenangan MA melainkan open legal policy sehingga seolah-olah putusan ini dipaksakan dan melampaui kewengannya," tegasnya.
Gradasi juga menyoroti tidak adanya relevansi konstitusional materiil yang diujikan dalam perkara tersebut.
"Serta tidak adanya validasi kepastian hukum karena disandarkan pada sesuatu yang tidak pasti pula sehingga putusan ini inkontitusional," imbuh Abdul.