Polemik Putusan MA, KY Sebut Bukan Kewenangannya Mencopot Hakim

- Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi melaporkan Majelis Hakim Mahkamah Agung ke Komisi Yudisial terkait putusan syarat usia kepala daerah.
- KY tak berwenang mencopot hakim MA, tetapi akan mengambil keputusan terkait Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) melalui prosedur pleno.
Jakarta, IDN Times - Sekelompok orang yang mengatasnamakan Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) melaporkan Majelis Hakim Mahkamah Agung ke Komisi Yudisial (KY) terkait putusan soal syarat usia kepala daerah.
Ketiga hakim yang dilaporkan adalah Yulius sebagai Hakim Ketua serta Cerah Bangun dan Yudi Martono Wahyudani sebagai Hakim Anggota.
Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, menjelaskan, secara umum KY tak berwenang untuk mencopot Hakim MA.
Mukti mengatakan, KY akan mengambil keputusan terkait Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) melalui prosedur pleno. Jika ditemukan pelanggaran KEPPH oleh hakim, maka KY akan merekomendasikan sanksi ke MA.
Hakim MA baru bisa diberhentikan melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Sidang MKH merupakan forum pembelaan diri bagi hakim yang berdasarkan hasil pemeriksaan dinyatakan terbukti melanggar KEPPH serta diusulkan untuk dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian.
"Ini secara umum, ya, soal kewenangan KY bukan mencopot, tetapi melalui prosedur pleno dalam pengambilan putusan. Jika dan sudah beberapa terjadi, KY menjatuhkan sanksi berat dan diusulkan MKH di sidang yang diselenggaran dengan MA. Ini hukuman tertinggi adalah diberhentikan dari hakim," kata Mukti dalam keterangannya, Senin (3/5/2024).
1. KY akan proses laporan dugaan pelanggaran KEPPH sesuai prosedur

Mukti memastikan, KY sudah menerima laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran KEEPH yang dilakukan Hakim MA dalam membuat putusan soal tafsir batas usia syarat calon kepala daerah.
"Ya, saya barusan dapat info ada pelaporan masyarakat yang sudah masuk ke KY. KY akan memproses sesuai prosedur," tegasnya.
2. KY diminta copot Hakim MA

Sebelumnya, Koordinator Gradasi, Zainul Arifin, berharap ketiga hakim itu diperiksa lebih lanjut dan dijatuhi hukuman pencopotan.
"Ya, yang paling kita mau ya pencopotan. Kalau itu memang jelas terbukti, ya, tapi paling tidak ada ketegasan KY untuk mengklarifikasi dan memanggil pihak itu. Kalau pun dikonfortir, kami siap di sini (memberikan keterangan)," kata dia kepada awak media saat ditemui di Gedung KY, Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).
Di samping itu, Ketua Gradasi, Abdul Hakim, mengungkap sejumlah pelanggaran terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim, sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Bersama Ketua MA Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Ketua KY Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009.
Ia menilai, proses pemeriksaan yang dilakukan terlalu singkat dan terkesan terburu-buru. Dalam perkara a quo dilakukan hanya dalam waktu kurang dari tiga hari dari tanggal 27 Mei 2024 sejak didistribusikan hingga pembacaan putusan pada tanggal 29 Mei 2024.
"Didapati adanya dugaan kuat bahwa perkara a quo menjadi perkara prioritas yang didahulukan dan diistimewakan dibanding dengan perkara-perkara yang lain yang diajuakan ke MA sehingga hakim terkesan tidak independen diduga melanggar asas imparsialitas (ketidakberpihakan) dan tidak berintegritas," kata Hakim.
3. Putusan MA dinilai problematik

Lebih lanjut, Gradasi juga menganggap Putusan MA itu problematik karena memperluas tafsiran Pasal 4 Ayat 1 huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 yang pada pokoknya berbunyi “sejak ditetapkan menjadi calon” diubah menjadi “sejak pelantikan."
Menurut Hakim, putusan itu bisa menimbulkan ketidakpastian hukum dan salah fatal dalam memahami logika hukum.
"Melampaui kewenangannya, secara teoritis dan normatif bukan kewenangan MA melainkan open legal policy sehingga seolah-olah putusan ini dipaksakan dan melampaui kewengannya," tegasnya.
Gradasi juga menyoroti tidak adanya relevansi konstitusional materiil yang diujikan dalam perkara tersebut.
"Serta tidak adanya validasi kepastian hukum karena disandarkan pada sesuatu yang tidak pasti pula sehingga putusan ini inkontitusional," ucap Hakim.