Pakar Pemilu Titi Anggraini dalam program Real Talk with Uni Lubis, Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)
Selain itu, Titi mengusulkan agar pembiayaan pemilu daerah, baik untuk DPRD maupun kepala daerah, dibebankan sepenuhnya pada APBN. Hal itu dinilai lebih efisien dan menjamin keseragaman standar pendanaan. Termasuk mendorong penghapusan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk mendorong kaderisasi politik dan mencegah dominasi partai besar.
“Supaya partai itu berkeringat begitu ya untuk memenangkan DPRD dan juga Pilkada. Juga untuk optimalisasi kaderisasi dan rekrutmen politik demokratis," kata dia.
Merujuk pada pertimbangan hukum MK dalam putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menyebut perlunya rekayasa konstitusional agar kompetisi politik lebih terbuka dan inklusif.
"Partai terdorong untuk mencalonkan kader-kader terbaiknya untuk Pilkada karena ambang batasnya dihapus sehingga bisa berkontribusi pada perolehan atau pemenangan kursi partai," sambungnya.
Meski demikian, Titi menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Penghormatan terhadap putusan MK merupakan bagian penting dari konsolidasi demokrasi dan kepastian hukum pemilu.
“Penghormatan terhadap putusan MK dan terus mengawal MK supaya independen begitu ya, itu menjadi satu kewajiban yang melekat juga pada kita," kata dia.
Diketahui, MK memerintahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029 dipisah. Keputusan itu termaktub dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024. Pemilu nasional berarti ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan Pileg DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.