Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mahfud Kritik Putusan Soal Pemilu Dipisah: Bukan Ranah MK!

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (Tangkapan layar YouTube Mahfud MD Official)
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (Tangkapan layar YouTube Mahfud MD Official)
Intinya sih...
  • Harus dilakukan rekayasa konstitusional Meski putusan MK bersifat final, perlu ada rekayasa konstitusional agar tidak melanggar konstitusi.
  • MK harus diberi sinyal karena sudah menimbulkan keributan Mahfud menilai MK harus diperingatkan karena kegaduhan yang ditimbulkan.
  • Mahfud curhat kena semprot dan tuding imbas Putusan MK Mantan Ketua MK ini mengaku ikut kena semprot dan tudingan imbas kontroversi Putusan MK.

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengkritisi Putusan MK Nomor 135 Tahun 2024 soal pemilu nasional dan daerah/lokal dipisah. Ia menyebut, MK telah melampaui kewenangannya.

"MK sudah membuat putusan yang menurut banyak orang, termasuk menurut saya, itu sudah terlalu jauh masuk ke soal-soal teknis yang sebenarnya bukan ranahnya, tidak tepat menjadi ranahnya dan tidak konsisten," kata mantan Ketua MK itu saat ditemui di kawasan Jakarta Barat, Kamis (24/7/2025).

1. Harus dilakukan rekayasa konstitusional

Mantan Menkopolhukam Mahfud MD saat memberi pernyataan kepada para wartawan yang meliput kegiatan pelantikan Gerakan Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta di Ballroom Hotel Tentrem Semarang. (IDN Times/Fariz  Fardianto)
Mantan Menkopolhukam Mahfud MD saat memberi pernyataan kepada para wartawan yang meliput kegiatan pelantikan Gerakan Ikatan Alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta di Ballroom Hotel Tentrem Semarang. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Meski begitu, Mahfud menegaskan, putusan MK bersifat final dan mengikat. Sehingga perlu ada rekayasa konstitusional untuk menjalankan Putusan MK 135/2024 itu.

Dengan catatan, pembentuk UU dalam hal ini DPR dan pemerintah tentu tidak boleh melanggar konstitusi.

"Tetapi karena putusan MK itu mengikat, maka harus dilakukan rekayasa konstitusional. Artinya diatur sedemikian rupa agar putusan itu bisa dilaksanakan, tapi tidak melanggar konstitusi," ungkap Mahfud.

2. MK harus diberi sinyal karena sudah menimbulkan keributan

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD. (IDN Times/Larasati Rey)
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD. (IDN Times/Larasati Rey)

Mahfud menilai, MK harus diperingatkan karena sudah menimbulkan kegaduhan. Dikhawatirkan, legitimasi putusan MK ke depan akan menuai pro dan kontra.

"Tapi bagaimanapun menurut saya, MK itu harus diberi sinyal, bahwa dia sudah menimbulkan keributan. Nanti apapun yang diputuskan, itu pasti dunia akademik akan ribut, dunia politik akan ribut," ungkapnya.

3. Mahfud curhat kena semprot dan tuding imbas Putusan MK

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lebih lanjut, Mahfud MD mengaku ikut kena semprot dan tudingan imbas kontroversi Putusan MK Nomor 135 Tahun 2024 yang meminta agar pemilu tingkat nasional dan daerah/lokal dipisah. Terlebih, Mahfud merupakan mantan Ketua MK periode 2008 sampai 2013.

"Memang menimbulkan kontroversi, menimbulkan tudingan-tudingan. Termasuk saya kena tuding, kena semprot juga itu, karena saya mantan Ketua MK," katanya.

Mantan calon wakil presiden nomor urut 03 pada Pemilu 2024 ini pun menyoroti adanya anggapan Putusan MK 135/2024 inkonstitusional.

Menurutnya, narasi itu muncul sebab Putusan MK seakan berlawanan dengan Pasal 22E ayat (1) Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang mengamanahkan pemilu dijalankan setiap lima tahun sekali.

"Karena memang terasa Putusan MK ini dituding inkonstitusional, itu rasanya memang ada alasannya. Inkonstitusional kenapa? Jabatan itu kan lima tahunan kok tiba-tiba diperpanjang, yang boleh memperpanjang jabatan itu kan hanya konstitusi itu sendiri. Ramai, bahkan yang mengatakannya ini kemudian partai resmi peserta pemilu seperti Nasdem, itu bilang inkonstitusional," ucap dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us