Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wamendagri: Revisi UU Pemilu Jangan Didominasi Kepentingan Partisan

IMG-20250624-WA0010.jpg
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat (dok. Kemendagri)
Intinya sih...
  • Revisi UU Pemilu harus memperkuat pelembagaan politik
  • Sistem pemilu harus selaras dengan pembangunan nasional
  • Keserentakan pemilu dinilai banyak manfaatnya
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menekankan pentingnya penyusunan Revisi UU Pemilu untuk mengedepankan kepentingan nasional jangka panjang ketimbang kepentingan jangka pendek dan partisan. Hal ini menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 135/2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.

Hal ini disampaikan Bima Arya dalam sebuah diskusi daring Ngoprek: Tindak Lanjut Putusan MK Terkait Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, Minggu (27/7/2025).

“Yang perlu kita pastikan adalah jangan sampai kemudian proses revisi undang-undang ini lebih kental terhadap kepentingan jangka pendek atau kepentingan partisan. Itu paling utamanya," kata Bima.

Bima menegaskan, pemerintah saat ini mulai membahas berbagai opsi tindak lanjut putusan MK tersebut, termasuk dampaknya terhadap sistem politik dan kelembagaan daerah. Ia mengatakan, pembahasan ini dilakukan bersama parlemen maupun lintas kementerian.

“Banyak yang bertanya apakah sudah direspons? Ya, tidak mungkin tidak. Pasti sudah kami bahas, sudah kami telusuri satu-satu dampaknya,” ujar dia.

1. Tiga poin ini harus jadi pegangan revisi UU Pemilu

IMG-20250624-WA0012.jpg
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyambut peserta Retret Kepala Daerah Gelombang II di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Minggu (22/6/2025) (dok. Kemendagri)

Bima menjabarkan tiga poin utama yang harus menjadi pegangan menyikapi putusan MK dan rencana revisi UU Pemilu. Pertama, revisi harus memperkuat pelembagaan politik, terutama dalam konteks sistem presidensial dan otonomi daerah.

Ia lantas menyoroti belum adanya UU tentang Kepresidenan, padahal Indonesia telah sistem presidensial—seharusnya memiliki regulasi yang mengatur secara jelas kewenangan eksekutif.

“Kita menganut sistem presidensial, tetapi tidak ada undang-undang kepresidenan. Ini harus jelas,” kata Eks Wali Kota Bogor dua periode itu.

2. Sistem pemilu harus selaras dengan pembangunan nasional

Wamendagri Bima Arya Sugiarto (Puspen Kemendagri)
Wamendagri Bima Arya Sugiarto (Puspen Kemendagri)

Kedua, menurut dia, penting juga menempatkan reformasi politik dalam kerangka kepentingan nasional dan arah menuju Indonesia sebagai negara maju dalam 20-25 tahun ke depan. Sebab, sistem politik yang tidak selaras dengan target pembangunan nasional bisa menjadi penghambat.

“Kalau dulu di 1998-1999, semangat kita ya euforia membuka keran demokratisasi, gitu. Belum kita berbicara Indonesia maju, Indonesia emas. Jauh banget rasanya saat itu. Nah, sekarang ini dimensinya berbeda," ucap politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.

Ketiga, Bima menyinggung pentingnya memperkuat fungsi partai politik dan pendanaan politik. Ia pun menyambut baik wacana penguatan bantuan dana politik, namun menekankan pentingnya transparansi dan integritas.

“Jadi party funding, pendanaan politik ini sangat penting sekali. Teman-teman KPK sudah bolak-balik diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri, Bappenas yang memasukkan itu ke dalam rencana pemberantasan korupsinya, dan tentunya bagaimana menyandingkan antara dana politik, bantuan politik itu dengan sistem integritas partai politik," kata dia.

3. Keserentakan pemilu dinilai banyak manfaatnya

Wamendagri Bima Arya Sugiarto (IDN Times/Amir Faisol)
Wamendagri Bima Arya Sugiarto (IDN Times/Amir Faisol)

Selain itu, Bima juga mendorong pemanfaatan teknologi dalam proses pemilu, khususnya untuk tahapan penghitungan dan pemungutan suara. Ia menyinggung tantangan dalam pelaksanaan pemilu serentak, termasuk potensi ketimpangan antara kepentingan lokal dan nasional.

Keserentakan pemilu yang telah dicapai saat ini dinilai telah memberikan banyak manfaat dalam hal perencanaan anggaran dan keselarasan program pusat-daerah, dan karenanya perlu dijaga.

“Jangan sampai semua itu diuyak-uyak, gitu ya, dipukul ratakan semua. Mari kita letakkan tadi, satu, dalam konteks kita membangun sistem partai politik seperti apa, kedua, kepentingan nasional kita, integrasi kita seperti apa," ungkapnya.

Terakhir, ia mengingatkan, tidak ada sistem politik yang sempurna. Karena itu, revisi UU Pemilu harus dilakukan dengan kehati-hatian dan dilandasi visi kebangsaan jangka panjang.

Diketahui, Komisi II DPR RI kini menargetkan pembahasan RUU Pemilu mulai dibahas pada 2026. Rapat Paripurna DPR RI menyepakati adanya kodifikasi dalam Paket Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik menjadi bagian dari Peraturan DPR RI tentang Rencana Strategis (Renstra) DPR RI 2025-2029.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us