Ramai-ramai Gugat UU IKN ke MK, Suharso Sebut Sudah Sesuai UUD 45

Jakarta, IDN Times - Pengesahan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) oleh pemerintah menuai banyak protes dari masyarakat. Beberapa aliansi masyarakat sipil hingga individu menggugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945, dan bertabrakan dengan aturan formil perundang-undangan.
Beberapa pihak yang menggugat UU IKN di antaranya Aliansi Rakyat Gugat Pemindahan Ibu Kota Negara (Argumen), terdiri dari Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), hingga warga Penajam Paser Utara.
Terbaru pada 13 April 2022, eks Rektor UIN Jakarta Azyumardi Azra dkk juga resmi melayangkan gugatan terhadap UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN ke MK.
1. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa klaim UU IKN sejalan dengan UUD 1945

Namun menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, pembentukan UU IKN tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pasalnya, pembentukan UU IKN telah melalui pembahasan intensif antara badan legislasi DPR dengan pemerintah yang diwakili Kepala Bappenas, Mendagri, Menkeu, Menteri Tata Ruang dan Agraria, serta Menkumham.
Pembahasan UU IKN juga telah melewati kajian akademik sesuai peraturan pembentukan perundang-undangan.
“Dengan demikian, penyusunan UU IKN telah sesuai dengan UUD 1945 dan prosedur pembentukan undang-undang,” kata Suharso dalam keterangan tertulis di laman MK, Jumat (22/4/2022).
2. Pertanyakan legal standing pemohon

Sebagai informasi, sidang lanjutan pengujian materiil dan formil UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN digelar di Mahkamah Konstitusi pada Kamis (21/4/2022), secara daring.
Dua perkara digabung pemeriksaannya dalam persidangan tersebut, yakni perkara Nomor 25/PUU-XX/2022 dan Nomor 34/PUU-XX2022. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR.
Dalam sidang tersebut, Suharso menyoroti kedudukan hukum atau legal standing para pemohon. Menurutnya, undang-undang yang diuji secara faktual tidak akan menimbulkan akibat hukum secara langsung, yang dapat merugikan hak konstitusional atau kerugian lain bagi para pemohon.
“Sehingga para pemohon tidak memiliki hak untuk menguji undang-undang a quo secara formil, dan akan sangat beralasan secara hukum jika Yang Mulia Ketua MK dan Hakim MK menolak legal standing para pemohon secara keseluruhan,” kata Suharso.
3. Alasan ibu kota negara dipindahkan ke Kaltim

Lebih lanjut, Suharso juga menjelaskan alasan pemerintah memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
Suharso menyampaikan, alasan pokok pemindahan ibu kota karena pertimbangan keunggulan wilayah. Dari sisi lokasi, wilayah Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur lebih unggul dari wilayah lainnya, selain juga lebih strategis karena berada di tengah-tengah Indonesia.
“Lokasi ibu kota negara berdekatan dengan dua kota yang strategis yakni Balikpapan dan Samarinda. Ketersediaan lahan yang dikuasai pemerintah sangat lengkap untuk pengembangan ibu kota negara. Selain itu, minim risiko bencana alam," tuturnya.