Jakarta, IDN Times - Penangkapan Ravio Patra menjadi sorotan lantaran dianggap sebagai pembungkaman hak berekspresi dalam negara demokrasi. Lebih ironis lagi, alumni Universitas Padjadjaran (Unpad) ini ditangkap atas dugaan provokasi untuk penjarahan toko-toko yang diagendakan pada 30 April 2020 nanti.
Warganet ramai-ramai memberikan dukungan kepadanya melalui #bebaskanravio. Pemilik akun Twitter @raviopatra ini dikenal sebagai pemuda yang kerap megkritisi kebijakan negara. Belum lama, dia melayangkan kritik kepada pemerintah lantaran perusahaan kepemilikan Staf Khusus Presiden, Billy Mambrasar, terlibat dalam proyek negara di Papua.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, membenarkan bahwa jajarannya telah mengamankan Ravio atas dugaan provokasi. Tuduhan tersebut bermula dari pesan berantai di WhatsApp yang menggunakan nomor Ravio. Namun, Ravio sedari awal merasa bahwa gawainya diretas.
“Halo semuanya. Ada masalah dengan WhatsApp saya. Mohon untuk TIDAK mengontak saya via WhatsApp dan jika ada yang berada di satu grup WhatsApp dengan saya, tolong segera keluarkan saya dari gtup atau, jika tidak bisa, minta seluruh anggota untuk keluar. Terima kasih,” demikian cuitannya pada 22 April pukul 15.31 WIB.
Ketika Yusri ditanya apakah pesan berantai di WhatsApp, dalam kondisi gawainya yang diretas, merupakan salah satu barang bukti penangkapan, dia hanya menjawab “tunggu saja hasil pemeriksaan.”
Adapun isi dari pesan yang beredar adalah, "KRISIS SUDAH SAATNYA MEMBAKAR! AYO KUMPUL DAN RAMAIKAN 30 APRIL AKSI PENJARAHAN NASIONAL SERENTAK, SEMUA TOKO YG ADA DIDEKAT KITA BEBAS DIJARAH.”
Penahanan Ravio yang dinilai tidak masuk akal serupa dengan penahanan Ananda Badudu dan Dhandy Laksono. Kronologi penangkapannya juga sama. Mereka didatangi oleh polisi berpakaian preman secara tiba-tiba.
Tiga sosok tersebut memiliki kesamaan, yaitu kerap mengkritisi kebijakan pemerintah. Lantas, apa saja sih isu-isu yang pernah dikritisi oleh peneliti dari Open Government Indonesia (OGI) itu?