Insentif Nakes COVID-19 Tak Jelas, ICW: Presiden Harus Mengambil Sikap

ICW juga minta KPK lakukan penyelidikan ke Kemenkes

Jakarta, IDN Times – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo perlu mengambil sikap terkait isu ketidakjelasan pembayaran insentif untuk tenaga kesehatan (nakes) yang bertugas menangani pasien COVID-19.

Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers Selasa (11/5/2021), di saat membahas isu mengenai ketidakadilan yang diterima banyak tenaga kesehatan terkait insentif mereka.

“Saya membicarakan di beberapa hal saja, yang pertama mungkin di sini presiden harus mengambil sikap ya karena isu COVID ini sudah menjadi isu nasional. Bahkan banyak regulasi yang dikeluarkan langsung oleh presiden terkait dengan betapa bahayanya coronavirus disease dari segi keuangan dan lain sebagainya,” ujarnya.

1. Alasan administrasi jadi kendala penyaluran insentif nakes tak bisa diterima

Insentif Nakes COVID-19 Tak Jelas, ICW: Presiden Harus Mengambil SikapIlustrasi ICW (ANTARA FOTO)

Sebagaimana diketahui, selama lebih dari setahun atau sejak pandemik COVID-19 masuk ke Indonesia pada Maret 2020, Pemerintah Indonesia mulai melibatkan banyak relawan tenaga kesehatan. Mereka telah dijanjikan insentif karena tidak menerima gaji pokok atas jasa mereka.

Namun demikian, pemberian insentif tersebut tidak berjalan lancar akibat berbagai alasan, salah satunya yaitu terkait administrasi. Kurnia mengatakan alasan administrasi tersebut tidak bisa diterima karena sudah berlangsung selama setahun lebih.

“Tentu itu alasan-alasan yang harusnya tidak disampaikan karena tenaga kesehatan itu tidak mungkin menerima alasan administratif dan lain sebagainya, menunggu sampai persoalan administrasi itu selesai baru mereka bisa mendapatkan tenaga kesehatan,” katanya.

“Jadi, presiden penting rasanya untuk menaruh perhatian lebih, misalnya memanggil menteri kesehatan, kenapa sampai hari ini sudah satu tahun lebih para tenaga kesehatan itu mungkin ada beberapa yang sudah tapi belum full mendapatkan,” kata Kurnia lagi.

Baca Juga: Insentif Tidak Kunjung Cair, Nakes Wisma Atlet Justru Diberhentikan

2. Insentif tenaga kesehatan diduga jadi bancakan korupsi, ICW minta KPK dilibatkan

Insentif Nakes COVID-19 Tak Jelas, ICW: Presiden Harus Mengambil SikapSejumlah tenaga kesehatan berjalan menuju ruang perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat (RSD) COVID-19, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (26/1/2021). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Selain dari sisi administrasi, Kurnia menjelaskan bahwa penegakan hukum juga harus dijalankan. Ia juga menyayangkan dari hasil temuannya di mana ada lebih banyak tenaga kesehatan yang ternyata tidak mendapatkan insentif di luar data yang mereka telah catatkan.

“Padahal sudah sangat jelas aturannya disampaikan bahwa setiap bulan para dokter spesialis, dokter gigi, bahkan relawan pun harus ditanggung oleh negara,” katanya.

“Itu soal administrasinya. Kalau terkait dengan penegakan hukum karena ini masalahnya sudah berlarut-larut, tentu harus ditelisik lebih lanjut apakah tenaga kesehatan yang tidak mendapatkan insentif ini, hanya sekadar permasalahan administrasi atau ada pihak-pihak tertentu yang berupaya menjadikan insentif kesehatan ini sebagai bancakan korupsi?”

Ia lebih lanjut menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun tangan menindaklanjuti keluhan-keluhan tersebut.

“Karena anggaran COVID yang sangat besar jika tidak disertai dengan pengawasan yang sangat jelas, sangat ketat, bukan tidak mungkin perkara yang kemarin ramai, karena terkait juga dengan COVID-19, perkara bansos, juga terjadi dalam konteks insentif tenaga kesehatan,” tuturnya.

3. Mendorong penegakan hukum, dikhawatirkan ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi

Insentif Nakes COVID-19 Tak Jelas, ICW: Presiden Harus Mengambil SikapPeneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)

Ia juga berpendapat bahwa penting untuk mendorong penegakan hukum, khususnya di bagian penindakan, menelusuri lebih lanjut, menginvestigasi, dan menyelidiki apakah alasan yang disampaikan oleh pemerintah ada unsur lain atau ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi ini.

“Jadi jangan berlindung hanya persoalan administrasi, yang itu berada di ruang gelap. Publik tidak mengetahui soal hal tersebut apalagi para tenaga-tenaga kesehatan,” jelasnya.

Kurnia juga mengatakan bahwa mengingat banyak laporan yang diterima terkait masalah ini, maka perlu untuk menjelaskan secara rinci bagaimana regulasi itu lahir atau latar belakangnya.

“Dan rasanya sulit diterima ketika sudah mencapai satu tahun pertama, tapi permasalahannya hanya seputar administrasi,” katanya.

“Kalau dana kesehatan, intensif ini terjadi ada keterlambatan di bulan pertama, bulan kedua, mungkin bisa debatable tuh, ada persoalan administrasi karena juga wabahnya baru, belum tahu banyak bagaimana solusinya. Tapi kalau satu tahun, kami tidak terlalu percaya bahwa ini hanya persoalan administratif semata,” imbuhnya.

Ia juga menyarankan agar presiden memanggil menteri kesehatan dan penegak hukum, khususnya KPK.

“Ada urgensi yang cukup serius karena mereka berada di garda depan,” ujarnya.

Baca Juga: Pilu Para Nakes, Insentif 7 Bulan Ditunggak dan THR Belum Pasti

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya