10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan Penulis

Mereka meraih kemerdekaan lewat goresan kata-kata

Intinya Sih...

  • Kemerdekaan dan pers tak terpisahkan, jurnalis berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Banyak pahlawan RI berprofesi jurnalis dan penulis, di antaranya Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Ki Hajar Dewantara, Rohana Kudus, Tirto Adhi Soerjo, Agus Salim, Tan Malaka, HR Rasuna Said, Hamka, dan Tjipto Mangoenkoesoemo.

Jakarta, IDN Times - Kemerdekaan dan pers merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kemerdekaan jadi satu hal pasti yang mesti didapatkan insan pers, agar dapat bekerja tanpa tekanan dan tanpa pesanan.

Tak heran jika kemudian setiap 3 Mei jurnalis di seluruh dunia merayakan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day. Sejalan dengan hal itu, kemerdekaan Indonesia yang sudah menginjak ke-78 tahun lalu diperoleh lewat bantuan jurnalis.

Tulisan para jurnalis pada masa itu tidak hanya membawa kemerdekaan untuk bangsa Indonesia, tetapi juga bagi mereka sebagai insan pers. Kemerdekaan itulah yang kemudian harus dipertahankan sampai saat ini.

Berikut sederet pahlawan Indonesia yang memiliki latar belakang seorang jurnalis seperti dikutip IDN Times dari berbagai sumber.

Baca Juga: Dinilai Edukatif, BPKH Raih Penghargaan dari Serikat Perusahaan Pers

1. Mohammad Hatta

10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan PenulisIDN Times/Arief Rahmat

Meski harus berjuang melawan pemerintahan kolonial Belanda, Mohammad Hatta menjadi salah satu pahlawan nasional yang berperan di bidang jurnalistik. Hatta mulai menulis sejak dirinya bersama Sjahrir ditangkap dan diasingkan Belanda ke Digul dan Banda Neira pada 25 Februari 1934.

Hatta mulai menulis untuk koran-koran Jakarta dan majalah-majalah di Medan, Sumatra Utara. Namun, tulisan Wakil Presiden Pertama RI di media cetak tersebut tidak berbau politis, melainkan penuh analisis untuk mendidik pembaca.

2. Sutan Sjahrir

10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan PenulisYoutube

Duet Sutan Sjahrir dan Hatta hadir ketika pergerakan atas kemerdekaan Indonesia mulai padam akibat penangkapan Soekarno pada 1929 dan pecahnya Partai Nasional Indonesia (PNI).

Sjahrir dan Hatta mendirikan surat kabar bernama Daulat Ra'jat guna menjaga api perjuangan untuk merdeka tetap menyala. Keduanya pun aktif menulis di surat kabar tersebut hingga akhirnya mereka membantuk kembali PNI-Baru pada 1931.

Setelah Indonesia merdeka, Presiden pertama RI Soekarno menunjuk Sjahrir sebagai Perdana Menteri RI yang pertama sekaligus termuda pada usia 36 tahun.

3. Ki Hajar Dewantara

10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan PenulisInstagram.com/lensaabdinegara

Ki Hajar Dewantara, selain dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional juga merupakan seorang aktivis pergerakan kemerdekaan RI, kolumnis, politikus, pelopor pendidikan bagi kaum pribumi dari masa penjajahan Belanda, dan juga pendiri Perguruan Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara sendiri lahir dari kalangan bangsawan di tanah Jawa.

Pria yang bernama asli Suwardi Suryaningrat ini juga sebelumnya seorang wartawan. Dia memulai kariernya sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar. Pada saat itu, Ki Hajar Dewantara menjadi salah satu penulis andal lantaran tulisannya dikenal komunikatif, tajam, dan antikolonial.

Namun, karena tulisannya juga, Ki Hajar Dewantara sempat diasingkan pemerintah Hindia Belanda. Tulisannya yang berjudul Als ik een Nederlander was atau Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar De Expres pada 13 Juli 1913 dinilai sebagai kritikan pedas di kalangan pejabat pemerintahan Hindia Belanda.

4. Rohana Kudus

10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan PenulisWikipedia

Sosok pahlawan sekaligus jurnalis juga disematkan pada sosok Rohana Kudus. Perempuan kelahiran Koto Gadang, Sumatra Barat 20 Desember 1884 ini tak sering disebut saat berbicara soal pahlawan perempuan di negeri ini.

Namun, jika mendidik masyarakat melalui media massa dianggap salah satu cara mujarab mencerdaskan masyarakat, Rohana Kudus adalah sosok pionir. Dia adalah jurnalis perempuan pertama di negeri ini.

Rohana memiliki ayah bernama Mohamad Rasjad Maharadja Soetan yang berprofesi sebagai jurnalis, sedangkan ibunya bernama Kiam bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Rohana adalah kakak tiri dari Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia yang pertama dan juga bibi dari penyair Chairil Anwar. Dia juga merupakan sepupu dari KH Agus Salim.

Sebagai perempuan yang hidup sezaman dengan RA Kartini, dia berhasil menjadi jurnalis perempuan pertama yang dimiliki Indonesia.

Pada 10 Juli 1912, dia mendirikan surat kabar perempuan bernama Sunting Melayu. Susunan redaksi mulai dari pemimpin redaksi, redaktur, dan penulis semuanya perempuan. Selain Sunting Melayu, karya-karya jurnalistik Rohana Kudus juga tersebar di banyak surat kabar, seperti Saudara Hindia, Perempuan Bergerak, Radio, Cahaya Sumatera, Suara Koto Gadang, Mojopahit, Guntur Bergerak, dan Fajar Asia.

Pada 25 Agustus 1974, Rohana Kudus memperoleh gelar pelopor wartawan perempuan Sumatera Barat dan perintis pers oleh pemerintah atas jasanya dalam memperjuangkan bangsa melalui dunia jurnalistik.

5. Tirto Adhi Soerjo

10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan Penuliskebudayaan.kemdikbud.go.id

Djokomono Tirto Adhi Soerjo atau yang lebih dikenal Tirto memang familiar sebagai tokoh pers dan kebangkitan nasional Indonesia. Tak hanya itu, ia juga dikenal sebagai perintis surat kabar dan kewartawanan di Tanah Air. Namanya sering disingkat TAS.

Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita pada 1903-1905, Medan Prijaji 1907, dan Putri Hindia 1908. Dia juga mendirikan Sarikat Dagang Islam.

Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama, karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan, hingga wartawannya adalah pribumi.

Baca Juga: 3 Mei Hari Pers Sedunia: Begini Sejarahnya

6. Agus Salim

10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan Penulis(KH Agus Salim) www.biografiku.com

Agus Salim merupakan sosok pahlawan dan juga jurnalis yang berjuang melawan Hindia Belanda. Pria yang dijuluki sebagai "The Grand Old Man" karena kemampuannya dalam berunding dan negosiasi serta memimpin delegasi Indonesia di Forum PBB ini juga pernah menjadi Menteri Luar Negeri pada 1947-1949.

Agus Salim yang lahir di Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatra Barat pada 8 Oktober 1884 menempuh pendidikan dasar di Europeesche Lagere School dan pada saat itu dianggap sebagai hak istimewa bagi anak non-eropa. Kemudian dia melanjutkan studinya di Hogere Burgerschool di Batavia dan lulus dengan skor tertinggi di seluruh Hindia Belanda.

Agus Salim sempat berniat menempuh pendidikan kedokteran lewat beasiswa, tetapi gagal dan kemudian dia mulai mengubah tujuannya 180 derajat.

Hal itu bermula pada 1905 ketika seorang administrator kolonial ternama Hindia Belanda bernama CS Hugronje membawa Agus Salim meninggalkan Hindia Belanda untuk bekerja sebagai penerjemah dan sekretaris di Konsulat Belanda di Jeddah. Di sana dia juga diberikan tugas mengurus haji.

Setelah selesai menjalankan tugasnya di sana, Agus Salim pun kembali ke Hindia Belanda pada 1911 dan langsung mengejar karier di bidang jurnalistik. Singkatnya, Agus Salim mulai menerbitkan banyak tulisannya di sejumlah surat kabar seperti Hindia Baroe, Fadjar Asia, dan Moestika.

Agus Salim juga diketahui sempat menjadi editor di Neratja yang merupakan surat kabar berkaitan dengan Sarekat Islam (SI).

7. Tan Malaka

10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan PenulisTan Malaka (IDN Times/Sukma Shakti)

Pejuang kemerdekaan lain yang gemar melawan penjajahan Belanda melalui tulisan adalah Tan Malaka. Ia juga dikenal sebagai seorang pengajar anak-anak buruh di perkebunan teh di Sanembah, Tanjung Morawa, Deli, Sumatra Utara.

Selain mengajar, ia juga menulis beberapa propaganda untuk para pekerja yang dikenal juga Deli Spoor.

Pada masa-masa itu, Tan Malaka mulai mengamati dan memahami penderitaan dan keterbelakangan hidup pribumi di Sumatra. Dia juga sering menulisnya di media massa. Salah satu karyanya berjudul Tanah Orang Miskin.

Tulisan tersebut berkisah tentang perbedaan mencolok kekayaan kaum kapitalis dan pekerja, yang dimuat di Het Vrije Woord. Tan Malaka juga menulis tentang penderitaan para pekerja di perkebunan teh di Sumatra Post.

8. Rasuna Said

10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan PenulisFoto pahlawan nasional HR Rasuna Said (https://direktoratk2krs.kemsos.go.id/)

Nama HR Rasuna Said lekat di benak publik sebagai nama jalan protokol yang memiliki banyak gedung perkantoran di Jakarta. Namun, tidak banyak yang tahu sosok Rasuna Said adalah seorang perempuan yang dikenal sebagai orator ulung dan memperjuangkan kesetaraan kaumnya.

Dua huruf yang selalu ada di depan namanya merupakan kependekan dari Hajjah Rangkayo. Dia terlahir di Maininjau, Sumatra Barat, pada 14 September 1910. Rasuna lahir dari keluarga bangsawan dan memiliki harta yang cukup. Tetapi, hal itu tidak menghentikannya maju dalam pendidikan.

Kemampuan orasi Rasuna Said yang baik turut didukung dengan kemampuannya menulis. Pada 1935, ia menjadi jurnalis hingga didapuk sebagai pemimpin redaksi di Majalah Raya. Dia kemudian memutuskan pindah ke Medan, Sumatra Utara dan mendirikan Sekolah Perguruan Poeteri ketika usianya baru 27 tahun.

Dia turut melahirkan majalah dwi mingguan bernama Menara Poeteri pada 1937. Majalah itu banyak membahas mengenai isu perempuan dan ajakan kepada kaum pribumi mengenai antikolonialisme. Rasuna mengajak agar kaum pribumi menentang penjajahan Belanda.

Harian Kompas menyebut, Rasuna kerap mengisi sebuah kolom dengan menggunakan nama pena Seliguri. Tetapi, sayang majalah ini tidak bertahan lama. Banyaknya pelanggan yang menunggak pembayaran tagihan menjadi salah satu penyebab bangkrutnya majalah ini.

9. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka)

10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan PenulisProf. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah/Buya Hamka (IDN Times/Aditya Pratama)

Pria kelahiran 17 Februari 1908 yang dikenal dengan panggilan Hamka ini merupakan seorang ulama dan juga sastrawan. Abdul Malik Karim Amrullah melewatkan waktunya sebagai seorang jurnalis, penulis, sekaligus pengajar.

Tak hanya itu, Hamka juga terjun di dunia politik melalui Partai Masyumi hingga partai tersebut dibubarkan. Ia menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif di Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.

Universitas Al Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkan gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk daftar Pahlawan Nasional Indonesia.

10. Tjipto Mangoenkoesoemo

10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan Penulispotret Cipto Mangunkusumo (commons.m.wikimedia.org/Anonymous)

Tjipto Mangoenkoesoemo adalah satu dari Tiga Serangkai bersama Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker. Tjipto juga dikenal sebagai seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia bersama Dowes Dekker.

Tiga Serangkai yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Tjipto juga tokoh Indische Partij, organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan pribumi.

Pada 1913 Tjipto bersama kedua rekannya diasingkan pemerintah kolonial ke Belanda, akibat tulisan dan aktivitas politiknya. Mereka baru kembali ke Tanah Air pada 1917.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya