Golkar di Antara Pusara Kasus Korupsi

Golkar tetap optimis di Pemilu 2019

Jakarta, IDN Times - Keluar dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekitar pukul 18.30 WIB, Idrus Marham tampak mengenakan rombi oranye. Mantan Menteri Sosial itu didampingi beberapa penyidik.

Dia ditahan lembaga antikorupsi itu dalam kasus dugaan suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Kendati, Idrus tampak tenang. Dia sudah memprediksi dirinya akan ditahan KPK. Mantan Sekjen Partai Golkar itu pun kooperatif menjalani proses penyidikan kasus yang menjeratnya. 

"Saya tahu setelah jadi saksi, setelah jadi saksi tersangka, tersangka pasti ada penahanan dan saya sudah katakan semua saya ikuti tahapan-tahapan ini dan semua saya hormati semua langkah-langkah yang diambil yang diambil," ucap Idrus sebelum memasuki mobil tahanan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat malam(31/8). 

Idrus ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di K4 atau di belakang gedung Merah Putih KPK. Idrus telah ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat lalu (24/8). Pada hari yang sama, dia pun mengundurkan diri dari jabatan di Kabinet Kerja Jokowi.  
Selain Idrus, KPK juga menetapkan tersangka pada Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. 

Idrus diduga menerima janji untuk mendapat bagian yang sama besar dari Eni sebesar USD1,5 juta, yang dijanjikan Johannes bila purchase power agreement (PPA) proyek PLTU Riau-1 berhasil jadi proyek Johanes dan kawan-kawan. 

Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang Eni dari Johanes. Pada November-Desember 2017 Eni diduga menerima Rp4 miliar, sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni disebut-sebut menerima Rp2,25 miliar. Namun dalam penyidikan kasus itu, Eni telah mengembalikan uang Rp500 juta kepada penyidik KPK. 

Idrus disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 56 ke-2 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Baca Juga: Pengacara: Eni Saragih Diminta Setya Novanto Amankan Proyek PLTU Riau

1. Uang korupsi PLTU Riau-1 mengalir ke Munaslub Partai Golkar?

Golkar di Antara Pusara Kasus KorupsiANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Uang korupsi proyek PLTU RIau-1 disebut-sebut mengalir ke Partai Golkar, untuk membiayai Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Beringin itu, yang digelar di Hotel Sultan Jakarta pada 18-20 Desember 2017. 

Dugaan aliran dana tersebut disampaikan pengacara Eni Saragih, Fadli Nasution. Dalam Munaslub Golkar 2017, Eni ditugaskan menjadi bendahara penyelenggara. 

Namun, DPP Partai Golkar membantah adanya aliran dana suap proyek PLTU Riau-1 dari Eni Saragih sebesar Rp2 miliar itu.  

"Golkar tidak pernah menerima uang sepeser pun dari Saudari Eni Saragih untuk Munaslub," ujar Ketua Organizing Committee (OC) Munaslub Partai Golkar 2017, Agus Gumiwang Kartasasmita seperti dilansir kantor berita Antara, Senin (27/8).  

Agus selaku Ketua Organizing Committee Munaslub Golkar 2017 siap mempertanggungjawabkan seluruh sumber pendanaan munaslub itu. 

"Pernyataan pengacara Eni Saragih, Fadli Nasution (terkait adanya dana suap proyek PLTU Riau-1 yang digunakan untuk membiayai Munaslub Golkar 2017) tidak benar," kata dia.  

Ketua Penyelenggara Munaslub Golkar 2017 Nurdin Halid juga menyatakan hal yang sama. Dia menekankan dirinya tidak pernah menerima laporan adanya sumbangan dari Eni Saragih untuk pembiayaan Munaslub. Dia menyebut pernyataan pengacara Eni dilontarkan tanpa dasar.  

"Berita (pernyataan pengacara Eni) itu tidak benar," ucap dia pada kesempatan berbeda.  

Tak hanya panitia penyelenggara Munaslub Golkar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto juga membantah dugaan yang sama. Dia menyebut tidak ada aliran dana proyek PLTU Riau-1 ke Munaslub Golkar. 

"Terhadap dana ke Partai Golkar, dari hasil informasi dan pernyataan ketua OC Pak Agus Gumiwang mengatakan tidak ada dan ketua panitia penyelenggara tidak ada, bendahara Golkar tidak ada," kata Airlangga di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (27/8). 

Kendati, Airlangga menolak audit terhadap partainya. Dia lagi-lagi membantah adanya aliran dana korupsi ke Munaslub Golkar. Ia menyebut partainya tidak ada kaitannya dengan kasus dugaan korupsi PLTU Riau-1. 

"Golkar itu kan sudah putus bahwa ketua OC sudah menyatakan tidak ada kaitan dengan itu," jawab Airlangga. 

Dalam kasus korupsi proyek PLTU Riau-1, ada dugaan pertemuan yang pernah dilakukan Airlangga, Idrus, Eni, dan Johannes. Namun, Airlangga berdalih dirinya memang kerap bertemu Eni dan Idrus.  

"Kalau ketemu sama Bu Eni sama Pak Idrus, saya sering ketemu. Mau di rumah saya, mau di restoran," terang dia. 

Tak hanya itu, Airlangga juga mengaku mengenal Johannes. Tapi perkenalan mereka diakuinya sebagai rekan bisnis. 

"Kalau Johannes B Kotjo juga ketemu. Saya ini pengurus asosiasi Emiten dan Pak Johannes B Kotjo kan salah satu pemegang saham. Jadi kalau ketemu biasa saja," ujar Airlangga yang juga pengusaha itu. 

Baca Juga: BREAKING: Ini Alasan KPK Tahan Idrus Marham

2. KPK tidak menutup kemungkinan bakal memeriksa elite Golkar lainnya

Golkar di Antara Pusara Kasus KorupsiSetya Novanto (ANTARA FOTO/Adam Bariq)

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Idrus sudah diperiksa sebagai saksi hingga tiga kali. Ia selalu hadir dan tidak pernah mangkir. 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berharap Idrus bersikap kooperatif dan membuka keterlibatan pihak lain. "Kalau memang ada pihak-pihak lain yang ikut terlibat, maka akan lebih baik," kata dia ketika memberikan keterangan pers di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu, Jumat (31/8). 

Dari pernyataan Alexander tersebut, tidak menutup kemungkinan KPK akan memanggil elite Galkar lainnya, untuk membongkar dugaan adanya aliran uang korupsi proyek PLTU Riau-1 ke Munaslub Golkar. 

"Ya tentu saja. Nanti akan dilihat oleh penyidik apakah keterangan yang bersangkutan yang terlibat di Munaslub dengan relevansi perkara yang tengah ditangani," kata dia. 

Dalam perjalanan kasus ini, Eni sempat menyebutkan mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang kini sudah mendekam di penjara dalam kasus megaproyek KTP Elektronik, mengetahui kongkalingkong proyek PLTU Riau-1.

Fadli menyebut apa yang dilakukan oleh kliennya semata-mata hanya mengikuti instruksi Ketua Umum Golkar, yang saat itu dijabat Setya Novanto. Instruksi Novanto sederhana namun disebutnya bermakna dalam 'mengamankan' proyek PLTU Riau-1. 

"Pada saat proses itu berjalan, Bu Eni kan tidak bertindak sendirian. Ia hanya petugas partai yang punya ketua umum. Jadi, dia hanya mengikuti instruksi ketum dan ketumnya ya Pak Setya Novanto," kata Fadli, blak-blakan, Selasa (28/8). 

Itu sebabnya, Novanto dipanggil ke KPK pada Senin lalu (27/8). Sebagai petugas partai, Eni kemudian berinisiatif membantu dana penyelenggaraan Munaslub yang digelar pada Desember 2017. Ia meminta kepada Johannes menyediakan dana senilai Rp2 miliar untuk kepentingan tersebut.

Sementara, juru bicara KPK Febri Diansyah tidak membantah kalau salah satu tujuan pemanggilan Novanto sebagai saksi untuk mengklarifikasi adanya dugaan aliran dana di proyek PLTU Riau-1, termasuk kalau ada kemungkinan mengalir untuk kontestasi politik. 

"Oleh sebab itu, kami perlu memverifikasi dan mengklarifikasi mengenai informasi aliran dana, apakah itu digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka, kegiatan partai politik atau aliran dana terkait kontestasi politik," kata Febri.

Ia menjelaskan penyidik tentu tidak akan menelan mentah-mentah informasi yang mereka terima dari satu orang saksi. Sehingga, masih perlu diklarifikasi. Karenanya, KPK juga memeriksa anak Novanto yang juga Komisaris PT Sky Dweller Indonesia Mandiri Reza Herwindo pada Selasa (28/8).

KPK memeriksa anak Novanto sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1, dengan tersangka pemegang saham Black Gold Natural Resources Johannes Kotjo. 

3. Golkar tetap optimis di Pemilu 2019

Golkar di Antara Pusara Kasus KorupsiANTARA FOTO/Wahyu Putro

Meski beberapa elite partai telah terlibat kasus korupsi, Golkar tetap optimis meraih suara tinggi pada Pemilu 2019. Ketua DPP Partai Golkar Ricky Rachmadi mengatakan, partainya optimistis mampu mencapai target 110 kursi legislatif pada Pemilu 2019. 

"Ini merujuk pada sukses kami memenangi pilkada di banyak daerah. Selain kinerja kader di pemerintah dan parlemen, juga kerja keras Ketua Umum Airlangga Hartarto yang total menggerakkan mesin parpol menghadapi pemilu adalah modal besar untuk mencapai target kemenangan pada pesta demokrasi 2019," kata Ricky. 

Ricky merespons pernyataan sejumlah pihak, termasuk elite Golkar bahwa Partai Beringin akan terimbas coattail effect Pemilu 2019 untuk memilih presiden-wakil presiden, sehingga sulit mencapai target perolehan 110 kursi Parlemen. 

Sejumlah tokoh menanggapi Ma'ruf Amin yang terpilih sebagai calon wakil presiden, mendampingi Joko 'Jokowi' Widodo yang kembali mencalonkan diri menjadi presiden pada Pilpres 2019. 

Mereka meramal, pemilihan cawapres akan berdampak langsung pada perolehan suara sebagai efek elektoral. Partai pengusung diyakini akan dapat coattail effect--teori yang menyatakan, jika partai politik mencalonkan sosok populer akan mendapatkan limpahan suara dari calon yang diusungnya. 

Karena itu, kata Ricky, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, tak perlu mundur dari posisi Menteri Perindustrian Kabinet Kerja. 

"Justru kerja kader Golkar menjadi salah satu pendongkrak kinerja pemerintah, sehingga masuk daftar bakal calon wapres, meski akhirnya Pak Jokowi memilih Kiai Ma'ruf Amin untuk menampung aspirasi umat Islam yang menginginkan ulama menjadi calon wakil presiden," ujar dia. 

Menurut Ricky, modal Golkar cukup besar untuk mencapai target 110 kursi parlemen. Kinerja dan soliditas kader di pusat dan daerah sukses memenangi Pilkada 2018. Kerja para calon legislatif juga mulai bergerak di dapil masing-masing, dalam rangka meraih kemenangan dalam Pemilu 2019. 

"Ini bukti tak terbantahkan bahwa kemenangan pada Pilkada Serentak 2018 sampai di atas 50 persen, menunjukkan Golkar siap menambah perolehan kursi pada Pileg 2019 yang sudah di depan mata," kata dia seperti dilansir kantor berita Antara, Minggu (13/8). 

Ricky menjelaskan pada pilkada sebelumnya, perolehan suara Golkar mencapai 58,82 persen. Menurut dia, dari 17 provinsi yang menggelar Pilgub, ada 10 pasangan calon yang diusung Golkar memenangi kontestasi politik lokal itu. 

"Kami merasa bersyukur dan berbahagia atas hasil yang diperoleh pada Pilkada 2018. Ini modal besar untuk mencapai sukses pada Pileg dan Pilpres 2019 yang juga digelar serentak," ujar dia. 

Golkar juga tetap 'PD' meski KPK telah menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka kasus korupsi proyek PLTU Riau-1, dan mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang terlibat kasus korupsi KTP Elektornik. Golkar yakin kasus tersebut tidak akan mempengaruhi perolehan suara pada Pemilu 2019. 

"Partai Golkar yakin status tersangka yang disandang Bapak Idrus Marham tidak akan terlalu berpengaruh pada Pemilu 2019 di Tanah Air terutama Sumatera Barat II," kata Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar Wilayah Pemilihan Sumatera II John Kenedy Azis saat melakukan kunjungan kerja di Pariaman, Minggu (26/8). 

Menurut John Kenedy, masyarakat akan lebih melihat sejauh mana partai politik itu telah berbuat di Tanah Air. Selain itu, Idrus juga telah mengundurkan diri dari jabatannya di Golkar. 

"Bapak Idrus Marham tidak lagi sebagai sekretaris jenderal namun memang masih koordinator bidang eksekutif-legislatif di tubuh partai," ujar politisi asal Kabupaten Padang Pariaman tersebut. 

Kasus serupa juga sejatinya pernah dialami Partai Demokrat pada 2012. KPK menjebloskan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum ke penjara, karena terbukti korupsi dalam proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang di Bogor, Jawa Barat. Dana korupsi proyek Hambalang disebut-sebut mengalir ke kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010.  

Dalam perjalanan kasusnya selama di KPK, Anas sempat mengajukan nama Presiden RI ke-6 sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas selaku anggota DPR sekaligus Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat untuk menjadi saksi meringankan.  
Namun, SBY dan Ibas menolak, meski KPK sudah memfasilitasi permintaan Anas dengan melayangkan surat kepada kedua orang tersebut. Nama Ibas juga sempat disebut-sebut sejumlah saksi dalam persidangan para pihak yang ketika itu menjadi terdakwa. Baik SBY maupun Ibas serta Partai Demokrat membantah adanya aliran dana Hambalang ke partai tersebut. 

Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai Pilkada serentak 2018 telah memposisikan Golkar sebagai salah satu partai kuat dalam kancah politik nasional.  
       
"Pilkada kali ini menempatkan posisi Golkar sebagai partai terkuat di kancah perpolitikan,” kata Emrus Sihombing seperti dilansir kantor berita Antara, Sabtu (1/7).  
         
Emrus mengatakan berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, Golkar diperkirakan memenangi sembilan pemilihan kepala daerah tingkat provinsi/gubernur (52,94 persen dari 17 pilgub), 22 pemilihan wali kota (56,41 persen dari 39 pilwalkot) dan 48 pemilihan bupati (41,74 dari 115 pilbup). 
        
Hasil tersebut, menurut Emrus, membuktikan Golkar sebagai partai yang teruji dan memiliki basis massa yang jelas dalam memenangkan pertarungan di 171 wilayah. Terlebih, mayoritas kepala daerah yang menang versi hitung cepat di seluruh wilayah merupakan kader internal Golkar.  
        
“Pasangan calon yang menang di pilkada itu menjadikan Golkar bak gadis cantik dan hasil pilkada Golkar ini tentu menunjukkan 'bargaining' politiknya semakin menguat,” tutup Emrus. 

Mungkinkah Golkar akan tetap meraih suara sesuai target capaiannya? Kita lihat saja nanti di Pilpres 2019 ya guys

Baca Juga: Idrus Marham Tersangka, Golkar Akan Beri Bantuan Hukum Bila Diminta

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya