Bogor Larang Warga Nasrani Beribadah di 3 Gereja Ini

Kukuhkan Jawa Barat sebagai provinsi dengan toleransi terburuk

Tiga gereja yang berlokasi di Perumahan Griya Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dinyatakan dilarang menjadi tempat penyelenggaraan ibadah sampai akhir Maret 2017. Para jemaat harus menunggu keputusan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah untuk mengetahui nasib tempat ibadah mereka.

Keputusan ini diambil sepihak tanpa melibatkan perwakilan Gereja.

Bogor Larang Warga Nasrani Beribadah di 3 Gereja IniPendenta Gereja Methodist Parung Panjang, Efendi Hutabarat via Tempo

Seperti dikutip dari Tempo, tiga gereja yang dilarang berkegiatan itu adalah Gereja Katolik, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), serta Methodist. Pendeta Gereja Methodist Indonesia, Efendi Hutabarat, mengaku bahwa pelarangan itu diputuskan secara sepihak oleh muspika (musyawarah pimpinan kecamatan) serta muspida (musyawarah pimpinan daerah).

Anehnya, keputusan itu diketuk palu tanpa meminta pendapat dari pihak Gereja pada 7 Maret lalu. Pemerintah Kabupaten Bogor mengumumkan status quo atas pelarangan kegiatan di tiga rumah ibadah tersebut. Artinya, pelarangan sepihak itu tak juga memberikan solusi kepada jemaat Gereja yang ingin melangsungkan aktivitas keagamaan.

Penolakan muncul dari suatu organisasi kemasyarakatan.

Bogor Larang Warga Nasrani Beribadah di 3 Gereja Inifaithfreedom.org

Salah seorang anggota Gereja HKBP Parung Panjang yang bernama Walmen Nainggolan menyebutkan latar belakang penetapan status quo oleh Pemerintah Kabupaten Bogor tersebut. seorang anggota Gereja HKBP Parung Panjang yang bernama Walmen Nainggolan menyebutkan awal dari penetapan status quo oleh Pemerintah Kabupaten Bogor tersebut.

Menurut Walmen, sebelumnya telah ada protes dari suatu organisasi kemasyarakatan yang menolak penggunaan rumah tinggal sebagai tempat ibadah, dalam kasus ini adalah gereja. Alasannya undang-undang mengatur bahwa rumah pribadi tak bisa dijadikan rumah ibadah. Padahal, jemaat telah beribadah di lokasi-lokasi tersebut selama bertahun-tahun tanpa ada keberatan dari warga sekitar.

Camat Parung Panjang berkata bahwa penolakan sudah terjadi sejak lama.

Bogor Larang Warga Nasrani Beribadah di 3 Gereja IniBima Firmansyah/Liputan 6

Lain lagi dengan keterangan Edi Mulyana selaku Camat Parung Panjang. Ia mengaku penolakan dari warga sudah terjadi sejak lama. Warga, menurut Edi, keberatan dengan penggunaan rumah tinggal sebagai tempat ibadah. Selain itu, Edi menyebut ketiganya tak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sehingga penolakan pun terjadi.

Edi menambahkan bahwa warga sekitar resah sebab pemilik rumah tak pernah izin kepada warga mengenai pemanfaatan rumah pribadi mereka sebagai tempat ibadah, yakni, gereja. "Tahun 2014 lalu pun diprotes warga dan sempat ada kesepakatan untuk menghentikan kegiatan namun mereka sendiri yang melanggar," kata Edi.

Pihak Gereja mengaku kesulitan mengurus perizinan untuk mendirikan tempat ibadah.

Bogor Larang Warga Nasrani Beribadah di 3 Gereja IniWisnu Agung Prasetyo/Tempo

Diprotes karena tak memiliki izin, Walmen mengaku bahwa pihaknya bukan tak mau mengurus perizinan. Namun, urusan izin mendapat hambatan seperti tak diberikannya surat rekomendasi dari ketua RT dan RW di lingkungan setempat.

Ada juga cerita yang menyebutkan HKBP Parung Panjang telah mendirikan bangunan gereja di dekat persawahan, tapi kemudian dirobohkan Satpol PP karena dituduh tak berizin. Padahal, izin sedang dalam proses. Walmen dan jemaat lainnya pun meminta agar selama proses perizinan berlangsung, pihaknya tetap diizinkan untuk beribadah.

Kasus ini mengukuhkan Jawa Barat sebagai provinsi dengan tingkat toleransi terburuk di Indonesia.

Bogor Larang Warga Nasrani Beribadah di 3 Gereja IniDian Triyuli Handoko/Tempo

Pada akhir 2016 lalu kantor berita Antara merilis pernyataan Mujahidin Nur, Direktur The Islah Center (TIC), serta sejumlah hasil riset yang menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi dengan level toleransi beragama terburuk. Klaim ini didasarkan pada, misalnya, riset Setara Institute dan Wahid Foundation pada 2015 di mana kasus pelanggaran atas kebabasan beragama paling banyak terjadi di Jawa Barat.

Ada beragam bentuk intoleransi di provinsi tersebut dan parahnya juga melibatkan pemerintah setempat. Menurut Mujahidin, ada 41 perda diskriminatif yang memuluskan langkah penyegelan, penutupan rumah ibadah, pembubaran kegiatan keagamaan dari agama tertentu, hingga kekerasan fisik.

Topik:

Berita Terkini Lainnya