"Bukan Melulu PKI": Warga Madiun Melihat Kembali Sejarah Kota Mereka

"Madiun hanya korban," kata salah satu warga.

Madiun, IDN Times - Hari ini, 53 tahun lalu, merupakan salah satu periode ketika Indonesia mengalami peristiwa kelam dalam sejarah pasca kemerdekaan. Pada 30 September 1965, Letkol Untung memimpin pasukan Tjakrabirawa untuk menculik satu kapten dan enam jenderal.

Mereka adalah Komandan TNI AD Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal Suprapto, Letnan Jenderal S Parman, Letnan Jenderal MT Haryono, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, Mayor Jenderal DI Pandjaitan serta Kapten Pierre Tendean.

Setelah dihabisi, mayat mereka dimasukkan ke sumur Lubang Buaya. Letkol Untung sendiri sempat menimba ilmu dari elite Partai Komunis Indonesia (PKI), Alimin, di Madiun. Bahkan di kota ini juga ia membantu PKI dan beberapa organisasi yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) untuk melakukan pemberontakan pada 18 September 1948.

1. Masyarakat umum kerap mengasosiasikan Madiun dengan PKI

Bukan Melulu PKI: Warga Madiun Melihat Kembali Sejarah Kota MerekaIDN Times/Rosa Folia

Pada Senin siang di pertengahan September aku menginjakkan kaki di Madiun. Seperti millennial kebanyakan, hal pertama yang aku lakukan adalah mengunggah Instagram Stories yang menunjukkan lokasi di mana aku berada. Salah seorang teman lalu mengirimkan pesan: "Ngapain di Madiun? Mencari jejak Musso?" Pesan kedua masuk melalui WhatsApp. "Lagi liputan soal PKI?" tanya temanku itu.

"Madiun terkena stigma negatif. Mungkin sekarang agak reda. Dulu orang [Madiun] merantau ke mana pasti ditanya 'Dari mana?', lalu dijawab 'Madiun', langsung dibecandain 'Pasti putune Musso' (cucunya Musso) atau 'Keturunan PKI ya?'" ujar Widodo, seorang guru SMK di Madiun yang punya minat besar terhadap sejarah kotanya.

Aku bertanya kepada Estrada, pelajar berusia 17 tahun, tentang label Madiun sebagai kota yang diasosiasikan dengan komunisme. "Memang iya. Kan kalau orang luar kota melihatnya [Madiun] sebagai kota orang ganas gitu [karena] pernah terjadi pemberontakan PKI di sini. Tapi kita orang Madiun ya biasa-biasa saja," jawabnya.

2. Pemberontakan PKI di Madiun terjadi pada 18 September 1948

Bukan Melulu PKI: Warga Madiun Melihat Kembali Sejarah Kota MerekaIDN Times/Rosa Folia

Bagi Septian Dwita, mahasiswa jurusan Ilmu Sejarah di Universitas PGRI Madiun, sangat penting bagi orang-orang untuk bisa membedakan dua afair yang menyangkut PKI, yaitu Peristiwa Madiun 1948 dan penculikan pada petinggi militer pada 30 September 1965.

"Orang-orang tidak bisa membedakan peristiwa 1948 dan 1965. Rata-rata yang dibahas itu 1965. Padahal 1965 itu di Jakarta. Yang dari luar [Madiun] itu mengiranya [peristiwa] '65 itu ya Madiun'. Disamakan," kata Septian.

Pada 18 September 1948, FDR yang diketuai Amir Sjarifuddin memberontak di Madiun. Salah satu pelaku utama di dalamnya adalah PKI yang dipimpin Musso. Dalam buku Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia karya Harry A. Poeze disebutkan bahwa Musso mengusulkan adanya Jalan Baru Untuk Republik Indonesia.

Jalan Baru yang dimaksud adalah mengumpulkan kelas proletar dalam satu partai, yaitu PKI, untuk melawan kolonialisme Belanda. Kemudian, Musso juga ingin agar Indonesia mendekat kepada Uni Soviet. Konflik kepentingan menguat ketika Hatta, Perdana Menteri Indonesia saat itu, ingin merasionalisasi tentara. Kabar menyebar bahwa pemerintah akan melucuti senjata pasukan FDR di Madiun.

Pasukan pro-PKI, Brigade 29 yang diketuai Soemarsono, mengantisipasinya dengan melakukan pelucutan senjata prajurit Siliwangi yang pro-pemerintah terlebih dulu. Sebanyak lebih dari 1.000 orang disebut terlibat dalam proses tersebut. Peristiwa ini diikuti dengan penjarahan serta penembakan oleh PKI. Mereka pun mendeklarasikan pemerintahan sendiri di Madiun.

3. Setelah 30 September 1965 militer melakukan operasi pembersihan di Madiun

Bukan Melulu PKI: Warga Madiun Melihat Kembali Sejarah Kota MerekaIDN Times/Rosa Folia

Sementara itu, konteks yang berbeda terjadi usai PKI dilaporkan memberontak di Jakarta. Sulung, anggota komunitas pencita sejarah Historian van Madiun (HVM), mengatakan, "Sebenarnya saat itu Madiun gak ada apa-apa. Tenang-tenang saja."

Meski begitu, Madiun yang sudah terlanjur akrab dengan gerakan kiri kemudian menjadi salah satu lokasi pembersihan oleh militer. Dalam waktu setahun, militer Indonesia yang dipimpin Suharto melakukan "pembersihan" terhadap mereka yang disebut sebagai anggota maupun simpatisan PKI.

Periode ini menorehkan cacat dalam sejarah penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Pada 2016, Pengadilan HAM di Hague, Belanda mengumumkan bahwa operasi pembersihan itu adalah pembunuhan massal setara dengan kejahatan melawan kemanusiaan.

Berdasarkan laporan yang diterima hakim ada sekitar 400.000 orang tewas di tangan militer. Apakah vonis tersebut benar adanya? Yusuf Musdi, veteran bekas anggota Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), berpendapat, "Itu memang pelanggaran HAM berat sebab pemerintah waktu itu seharusnya mencegah [pemberontakan]."

4. Warga menegaskan bahwa Madiun merupakan korban

Bukan Melulu PKI: Warga Madiun Melihat Kembali Sejarah Kota MerekaIDN Times/Rosa Folia

Aku pun penasaran ingin mengetahui bagaimana pemuda-pemuda Madiun melihat sejarah mereka sendiri terkait PKI. Generasi sekarang tentu tidak mengalami langsung kedua peristiwa besar tersebut. Sama seperti aku, mereka juga hanya mengetahuinya dari buku sejarah maupun internet.

Menurut Widodo, sebenarnya masyarakat Madiun secara umum saat itu tidak bisa dikatakan sebagai pelaku pemberontakan 1948. "Madiun itu menjadi korban. Tahu-tahu kok meletus [pemberontakan] di sini. Padahal tokoh-tokohnya itu dari mana? Mereka bukan orang Madiun," tegasnya.

"Joko Suyono terus Soemarsono itu dari Surabaya. Brigade 29 yang katanya menduduki Madiun, merebut kekuasaan di Madiun itu, apa itu batalion dari Madiun? Bukan. Itu kiriman dari luar daerah—dari Solo dan wilayah Kediri. Tahu-tahu kumpul di Madiun. Kalaupun ada masyarakat Madiun, mungkin sekadar simpatisan yang tidak tahu-menahu."

Itu bukan klaim yang mengada-ada. Memang benar bahwa otak-otak yang merencanakan pemberontakan berasal dari luar Madiun. Musso lahir di Kediri, kemudian melanjutkan pendidikan ke Jakarta serta Bogor. Lalu, Amir Sjarifuddin lahir di Medan dan sempat bersekolah di Jakarta serta Leiden.

5. Masyarakat Madiun terpapar propaganda PKI yang menyinggung ketimpangan ekonomi

Bukan Melulu PKI: Warga Madiun Melihat Kembali Sejarah Kota MerekaIDN Times/Rosa Folia

Aku pun bertanya-tanya meski para tokoh elite PKI di Madiun berasal dari luar kota, tapi apa yang membuat partai tersebut tumbuh subur di sana? "Ada dua. Perjuangan ideologi dan faktor ekonomi. Yang di tingkat struktural perjuangannya di level ideologi. Artinya punya cita-cita. Mungkin ending-nya negara sosialis," ujar Widodo.

"Tapi di level bawah kelihatannya mengarah pada level ekonomi. Karena di situ ideologi komunis kan jelas: sama rata, sama rasa. Kemudian iming-iming paling menarik itu pembagian tanah.  Dulu tanah ini dikuasai oleh kaum borjuis yang terdiri dari pamong praja, priyayi, kemudian tokoh-tokoh masyarakat termasuk kyai."

"Jadi kyai-kyai dulu tanahnya luas mergo ngopeni santri akeh (karena mengurusi banyak santri). Lha di situ ada kesenjangan sosial. Orang-orang proletar karena sudah terkena propaganda sosialis makanya begitu meletus 18 September itu ada beberapa kejadian mereka (kelompok buruh tani) mematok tanah-tanah itu."

6. Madiun dipilih sebagai lokasi pemberontakan 1948 karena strategis

Bukan Melulu PKI: Warga Madiun Melihat Kembali Sejarah Kota MerekaIDN Times/Rosa Folia

Pertanyaan berikutnya yang menggelitik adalah mengapa PKI banyak beraktivitas di Madiun, bahkan sampai mendeklarasikan pemerintahan sendiri di sana. "Ada miskomunikasi antara pengurus PKI di Jakarta dan Madiun," kata Septian. Akibatnya, PKI di Madiun melakukan pemberontakan di kota tersebut.

"Madiun itu strategis. Kita dikelilingi oleh gunung-gunung dan hutan yang untuk jangka panjang bisa dibuat gerilya. Ada pabrik juga yang bisa menyokong dana. Ada beberapa tempat vital juga kayak bandara gitu, lalu di Cepu itu ada minyak," tambahnya, menganalisis alasan yang mungkin melatarbelakangi dipilihnya Madiun oleh PKI.

Sedangkan menurut Yusuf, Madiun saat itu merupakan titik berkumpulnya berbagai orang dari beragam wilayah. "Madiun waktu itu jadi kota pengungsian jadi orang dari mana saja datang ke sini. Saya contohkan ya, Malang dikuasai Belanda, orang-orangnya pindah ke sini. Bengkel-bengkel dari Surabaya pindah ke sini. Amir Sjarifuddin ke sini juga karena Musso."

7. Ada keinginan untuk mengubah citra Madiun agar tak lagi hanya dikaitkan dengan PKI

Bukan Melulu PKI: Warga Madiun Melihat Kembali Sejarah Kota MerekaIDN Times/Rosa Folia

Aku sempat mengunjungi beberapa lokasi yang dijadikan pengingat bahwa PKI merupakan musuh bagi warga Madiun. Salah satunya adalah Monumen Kresek. Di sana dituliskan "Korban Keganasan PKI Tahun 1948 yang Gugur di Desa Kresek". Bahkan, di salah satu titik di dalamnya dibangun patung untuk mengilustrasikan Musso yang akan mengeksekusi seorang kyai.

Monumen tersebut mungkin ditujukan untuk memberi kesan bahwa warga setempat tidak berhubungan dengan PKI—bahkan cenderung membencinya. Mereka pun ingin agar masyarakat luar tak lagi hanya memandang Madiun sebagai lokasi pemberontakan saja, misalnya seperti yang diungkapkan oleh Widodo.

"Madiun itu tidak hanya [lokasi] peristiwa 48 lho. Banyak sekali kisah-kisah heroik di Madiun. Orang tahunya kok mesti peristiwa 48? Makanya kita gali, telusuri, blow up.  Misalnya soal Jayakatwang yang merupakan Bupati Gelanggelang (Madiun saat ini). Sampai sekarang situsnya masih dalam proses penelitian. Kami harap ini bisa mengurangi stigma itu."

Hal yang sama dikatakan oleh Miftaqul Khois, pelajar SMA di Madiun. "Kalau menurutku sendiri kita harus mengubah pandangan orang lain. Lebih menjelaskan lagi kalau gambaran kota Madiun itu gak cuma itu saja. Jangan monoton PKI, Madiun, PKI, Madiun, gitu saja. Itu kan kejadian miris, jadi kami gak patut membanggakan kejadian seperti itu."

Bukan Melulu PKI: Warga Madiun Melihat Kembali Sejarah Kota MerekaIDN Times/Sukma Shakti

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya