[EKSKLUSIF] Umar Patek: Jangan Asal Bunuh, Indonesia Bukan Medan Jihad

Mantan anggota Jemaah Islamiyah itu mengaku setia pada NKRI

Sidoarjo, IDN Times - Cukup sulit untuk mempercayai bahwa laki-laki yang berada di depanku adalah Umar Patek, pelaku Bom Bali yang mendapatkan vonis hukuman 20 tahun penjara. Tak seperti prasangkaku sebelumnya, Umar—atau yang juga suka dipanggil dengan nama aslinya yaitu Hisyam bin Ali Zein—tampak akrab dengan para petugas. Tak jarang ia juga melontarkan guyonan.

Umar juga tak menunjukkan sisi agresif kepadaku sebagai wartawan perempuan—tak seperti yang aku duga akan terjadi. "Saya bergaul dengan siapa saja di sini," kata Umar yang aku temui di Lapas Klas 1 Surabaya yang berlokasi di Porong Sidoarjo, pada Jumat (17/8). Ia baru saja mengikuti upacara Hari Kemerdekaan.

Umar dijatuhi hukuman pada 2012. Sebelumnya, ia ditangkap di Abbottabad, Pakistan, pada 2011 dan diekstradisi ke Indonesia. Sebulan kemudian di kota yang sama, pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden, digerebek oleh militer Amerika Serikat lalu meninggal. Akibat dari Bom Bali sendiri ada lebih dari 200 orang tewas yang mayoritas merupakan warga negara asing.

Baca Juga: 17 Agustus di Lapas, Ini Alasan Umar Patek Suka Jadi Pengibar Bendera

[EKSKLUSIF] Umar Patek: Jangan Asal Bunuh, Indonesia Bukan Medan JihadIDN Times/Rosa Folia

Bagaimana perasaan Bang Hisyam setelah dapat remisi dua bulan?

Alhamdulillah bersyukur. Mudah-mudahan ini bisa memicu untuk bisa berkarya lebih baik lagi. Masih ada sekitar 12 tahun lagi di sini.

Biasanya ikut kegiatan apa saja di Lapas Porong?

Kegiatan di masjid, kemudian kegiatan di taman baca, lalu ada kegiatan juga di blok sendiri.

Kalau kegiatan di masjid itu seperti apa saja contohnya?

Seperti salat berjamaah, salat Jumat, kemudian ketika ada acara istighosah atau pengajian. Setiap seminggu sekali kan ada pengajian. 

Kalau yang di blok itu kegiatan apa biasanya?

Ya seperti kebersihan. Kerja bakti gitu.

[EKSKLUSIF] Umar Patek: Jangan Asal Bunuh, Indonesia Bukan Medan JihadIDN Times/Rosa Folia

Lalu, Bang Hisyam setiap tahun ikut jadi peserta upacara?

Sebelumnya jadi pengibar bendera. Tahun ini jadi peserta upacara. Jadi pengibar bendera sudah enam kali. Terakhir 28 Oktober lalu. Kalau yang 17 Agustus sudah tiga kali.

Itu memang keinginan sendiri atau diminta oleh pihak Lapas?

Awalnya dari permintaan sendiri. Kemudian dari pihak Lapas percaya. Kemudian saya minta untuk jadi [anggota] pasukan pengibar bendera. 

Kenapa mau jadi pengibar bendera?

Ya dong buat menunjukkan kecintaan kepada NKRI.

Kenapa bukan posisi lain?

Ya cara baris-berbaris seperti itu sudah jadi mood saya karena dulu baik ketika SMA kemudian ditambah lagi ketika di Afghanistan, ketika masih latihan militer, itu terbiasa ada latihan baris-berbaris yang biasa disebut marching. Jadi sudah terbiasa makanya kadang langkah saya di sini selalu lebih panjang.

Mengenai surat yang menyatakan Bang Hisyam mencintai Pancasila dan NKRI, bisa diceritakan bagaimana awalnya itu bisa ada?

Supaya ditunjukkan gitu lho. Sebenernya bukti cinta Tanah Air NKRI itu ada, tapi supaya masyarakat itu tahu, kemudian diwujudkan ke dalam bentuk tertulis seperti itu dengan disaksikan oleh beberapa institusi. Dari MUI, dari BNPT dan perwakilan Lapas. Gak ada paksaan. Memang semua kemauan sendiri.

[EKSKLUSIF] Umar Patek: Jangan Asal Bunuh, Indonesia Bukan Medan JihadIDN Times/Rosa Folia

Selama berada di penjara, bagaimana pergaulan dengan teman-teman sesama narapidana?

Ya, alhamdulillah berkawan baik.

Bedanya dulu awal masuk dan sekarang?

Baik-baik saja bergaul dengan sesama warga binaan dari latar belakang apapun, termasuk juga petugas. Sebelum di sini kan saya tiga tahun di rutan di Mako Brimob. Kemudian pindah ke sini bulan Maret tahun 2014. Kesan pertama kali yang didapat dari para petugas, kesan terhadap saya ini mungkin saya orangnya sangar, tidak mau diajak bicara, tidak mau senyum, bakal kasar dan lain-lain.

Kesan mereka seperti itu. Para petugas sendiri cerita seperti itu. Tapi begitu saya datang, masuk, di depan ada petugas, saya ajak salaman. Saya senyum, cerita sama mereka sehingga suasana itu langsung cair. Mereka pun tidak mengira seperti yang akan mereka bayangkan. Kemudian saya menjalani masa karantina selama tujuh hari. Ketika proses karantina itu seperti kesannya seperti kebun binatang.

Maksudnya gini, saya seperti jadi bahan tontonan. Kan di dalam kerangkeng selama tujuh hari. Sendiri. Napi-napi silih berganti menonton saya. Pagi, siang, sore, selama satu minggu itu terus-terusan. Nontonin saya. Dalam hati saya berkata,”Oh! Ini saya kayak di kebun binatang!”. (Tertawa). Setelah itu turun ke blok kemudian bersosialisasi dengan semuanya. Akhirnya kesan itu gak ada lagi.

Pas pertama kali berinteraksi langsung dengan napi lain, seperti apa reaksi mereka?

Kalau saya berusaha untuk dekat tapi mereka berusaha untuk jaga jarak. Ini karena mereka menganggap saya ini seorang ustaz, sebagai seseorang yang senior, lebih banyak pengalaman dan lain-lain. Sehingga mereka kayak enggan…

Enggan atau sungkan?

Iya, sungkan. Tapi saya sendiri yang berusaha mendekat dengan mereka sehingga ketika ada yang memanggil ustaz saya melarang. Jangan. Saya gak mau dipanggil ustaz. Mending panggil saya ‘bro’ atau ‘mas’. Banyak yang memanggil ustaz. Nah, ketika saya begitu, semakin banyak yang akrab. Sekarang tetap ada yang memanggil ustaz.

Biasanya sehari-hari ngobrol apa saja dengan teman-teman narapidana?

Macam-macam. Ngobrol apa yang lagi jadi trending topic di televisi. Contohnya ya kayak pemilu. 

Tak berapa lama kemudian, Umar mengaku tidak suka mengobrol tentang politik.

[EKSKLUSIF] Umar Patek: Jangan Asal Bunuh, Indonesia Bukan Medan JihadIDN Times/Rosa Folia

Menurut Bang Hisyam sendiri, bagaimana cara menangkal radikalisme?

Yang pertama diberikan pemahaman tentang Islam yang benar, yang lurus. Pemahaman tentang jihad itu juga harus diberikan. Jangan pemahaman jihad itu tidak diberikan. Diberikan saja, tapi yang benar bagaimana. Bagaimana sebagai warga negara. Pemahaman seperti itu harus diberikan.

Siapa yang harus memberikan pemahaman?

Semuanya. Sesuai dengan bidang mereka masing-masing.

Lalu, kenapa seseorang bisa terlibat radikalisme?

Salah satunya kalau yang baru-baru ini ya modelnya instan dengan diiming-imingi dan diberi janji-janji tentang kalau mati langsung masuk surga. Sehingga kadang orang sudah putus asa dengan kehidupan ini terus maunya ambil jalan pintas seperti itu. Karena ketika menerangkan soal janji-janji surga itu tentu dengan dalil-dalil. Ada payung hukumnya sehingga mereka mau.

Kenapa kalau dulu prosesnya lama dan sekarang instan?

Ya, kalau dulu lama. Prosesnya bertahun-tahun. Mungkin karena beda zaman. Sekarang kan sudah banyak gadget. Kemudian lewat online, lewat banyak, apa saja bisa. Kalau dulu kan harus ketemu langsung. Kemudian harus tahu siapa dia, bagaimana keluarganya, diselidiki semua sampai betul-betul yakin baru diberi pemahaman-pemahaman [radikal] seperti itu.

Ketika bom di Surabaya sampai ada sekeluarga jadi pelaku. Bagaimana Bang Hisyam melihat itu?

Kalau saya jelas menentang ya, apalagi kalau cerita dari sisi mazhab manapun itu tidak ada ajarannya yang seperti sehingga sampai membawa anak-anak kecil, kemudian istrinya diajak. Karena kalau memang kita mau bicara tentang jihad, kalau memang benar mau jihad, tidak perlu membawa mereka semua.

Kewajibannya kan bagi laki-laki. Belum lagi salah mereka dalam penempatannya yaitu diterapkan di sini yang bukan tempat konflik, yang bukan daerah perang, kemudian kepada masyarakat sipil, kepada tempat-tempat ibadah.

Itu semua kan dilarang. Berjihad itu kan ada etikanya, ada rambu-rambunya. Gak asal. Bukan mesin pembunuh. Seorang mujahiddin itu bukan mesin pembunuh atau asal main bunuh saja.

Memang apa saja etika jihad?

Ketika daerah Muslim itu dijajah. Datang pasukan asing menjajah negeri tersebut. Kemudian merampas tanah mereka, harta mereka, membunuh orang-orang Muslim yang ada di situ. Maka hukumnya wajib. Contoh ketika dulu Indonesia dijajah Belanda.

Maka waktu itu adalah hukumnya wajib untuk berjihad. Makanya pahlawan-pahlawan kita berjihad waktu itu [seperti] Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, dan lain-lainnya. Mereka ini contoh yang benar. Atau kalau sekarang di Palestina.

Definisi asing itu yang seperti apa?

Contoh seperti tadi itu. Pasukan Belanda datang ke sini, menjajah negeri ini, merampas Tanah Air ini, membunuh orang-orang yang ada di sini. Atau sama seperti Palestina. Orang-orang Yahudi datang sebagai negara yang tadinya tidak punya negara, merampas Tanah Air Palestina, kemudian sampai mengusir penduduk mereka, membunuh penduduk yang ada di sana, sampai mereka mendirikan sebuah negara. Maka di situ, tempat itu, wajib untuk berjihad. 

Kalau di Indonesia sendiri bukan tempat untuk jihad?

Kalau sekarang tidak. Karena gak ada yang dijajah dan menjajah. Tapi saya katakan tadi tidak. Tapi misal suatu saat pasukan ISIS membawa pasukan dari Suriah ke sini, mau menerapkan akidah khawarij mereka di sini, maka kita wajib berjihad melawan mereka.

Khawarij sendiri merupakan salah satu aliran dalam Islam yang kerap menggunakan kekerasan dalam menerapkan pemahaman mereka.

[EKSKLUSIF] Umar Patek: Jangan Asal Bunuh, Indonesia Bukan Medan JihadIDN Times/Rosa Folia

Apa komentar Bang Hisyam terkait orang-orang yang dipandang sebagai tokoh agama kemudian menggunakan agama itu untuk berpolitik?

Kalau politik saya gak tertarik berkomentar.

Kalau sama Alfian Tanjung dekat gak?

Alfian jarang [mengobrol]. Beda blok. Kalau ketemu ya pernah. Misalnya pas salat jamaah. Pernah ngobrol pas awal dulu. Namanya pertama kali ketemu, pengin kenal, ya ngobrol seperti itu. Kalau kesan yang saya dapat dia ingin menjajaki apakah pemikiran saya ini pemikiran khawarij, pemikiran takfiri atau tidak. Tapi sekarang dia sudah bisa menjawab bahwa ternyata pemikiran saya bukan takfiri.

Takfiri merupakan sebutan bagi Muslim yang menyebut penganut agama lain sebagai kafir. Tak jarang Muslim juga menuding pemeluk Islam lainnya kafir atau murtad karena tak sepemahaman.

[EKSKLUSIF] Umar Patek: Jangan Asal Bunuh, Indonesia Bukan Medan JihadIDN Times/Rosa Folia

Soal penampilan Bang Hisyam menarik nih. Bisa diceritakan kenapa warga rambut dan jambangnya agak oranye?

Rambut sih sebenarnya sudah banyak yang putih. Tapi saya semir memakai henna. Kalau warna ya karena dalam Islam menyemir [rambut] warna hitam kan gak boleh. Boleh warna selain hitam.

Petugas yang belikan semirnya?

Gak, saya minta istri. Kemudian saya semir sendiri. Tiap dua minggu sekali baru mulai semir. Pilih warna ini karena nanti kalau hijau atau biru dikira anak punk. Saya sudah pakai semir henna sejak di Pakistan.

Sampai bahkan diekstradisi ke Indonesia saya tetap bawa henna. Saya punya satu kilo. Sampai Densus 88 heran kok masih sempat-sempatnya bawa henna ketika ditangkap. Saya bilang,”Ini jangan diambil lho!” Densus ngerti memang ini henna untuk semir rambut.

[EKSKLUSIF] Umar Patek: Jangan Asal Bunuh, Indonesia Bukan Medan JihadIDN Times/Rosa Folia

Terus rencananya nanti setelah keluar mau ngapain, Bang?

Rencananya sih berdagang. Dagang sate atau kain atau yang lain.

Di sini juga dagang sate?

Iya. Sudah tiga tahun. Bahan-bahan basah seperti ayam diantar setiap hari oleh koperasi Lapas. Biasanya sih sehari 200 tusuk. Satu porsi Rp10 ribu sudah pakai nasi. Terus kalau porsi nasi di sini beda dari luar. Di sini menggunung. Soalnya untuk warga binaan kalau gak banyak ya gak nendang. Lalu, gak pernah menghitung dapat untung berapa. Pokoknya selalu kasih ke istri untuk bayar kost dan listrik.

Kepala Bidang Pembinaan Lapas Klas I Surabaya, Projo Hirwono menginformasi bahwa Suhardi Alius, Kepala BNPT, sempat merasakan sate ayam buatan Umar.

Ada rasa takut gak terhadap stigma di masyarakat nanti?

Ya, kadang muncul rasa itu. Tapi kan masih ada waktu ini, yaitu bagaimana saya ingin menunjukkan ke dunia luar bahwa saya tidak seperti yang dulu. Salah satunya ketika masuk ke sini saya tunjukkan kegiatan-kegiatan [yang saya lakukan]. Itu kan dipublikasikan sehingga masyarakat dengan sendirinya lama-lama akan bisa menerima.

Baca Juga: 283 Terduga Teroris Ditangkap Pasca Serangan Teror di Surabaya

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya