Menimbang Untung dan Rugi Tak Menikah Bagi Millennial

Apakah menikah menjamin kebahagiaan?

Surabaya, IDN Times - Salah satu pertanyaan abad ini yang kerap dilontarkan kepada generasi milenial adalah soal pernikahan. "Kapan nikah?" merupakan topik interogasi terfavorit teman semasa kuliah, orangtua, serta keluarga besar ketika ada pertemuan.

Tanpa membawa ajaran agama, mari memikirkan sejenak apakah memang pernikahan adalah sebuah kewajiban yang, suka atau tidak, harus dilaksanakan manusia? Apakah pernikahan memang satu-satunya pilihan setiap orang tanpa alternatif sama sekali?

1. Laporan BPS menunjukkan jomblo lebih bahagia dalam sejumlah hal

Menimbang Untung dan Rugi Tak Menikah Bagi Millennialunsplash.com/Ben Rosett

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Kebahagiaan pada 2018 lalu dan menemukan ternyata warga yang belum menikah atau jomblo, adalah kelompok yang paling bahagia dengan indeks 74,05. Kemudian, dalam beberapa indikator, jomblo lebih bahagia dibandingkan penduduk yang sudah menikah.

Misalnya, untuk kepuasan terhadap pendidikan dan keterampilan, indeks tertinggi dimiliki para jomblo yaitu dengan skor 64,42. Sedangkan indeks kelompok yang berstatus menikah untuk ini adalah 60,09. Penyebabnya adalah secara umum jomblo mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi.

Baca Juga: Gak Cuma Modal Cinta, 8 Hal Ini Wajib Kamu Bicarakan Sebelum Menikah

2. Jomblo juga mengaku lebih puas terhadap tujuan hidup mereka

Menimbang Untung dan Rugi Tak Menikah Bagi Millennialunsplash.com/rawpixel

Indikator menarik lainnya yang menunjukkan jomblo sebenarnya bukan kaum menderita, seperti yang sering diasumsikan banyak orang, adalah tentang kebahagiaan personal. Jomblo merupakan kelompok yang paling puas dengan tujuan hidup mereka (79,11) dibandingkan orang-orang yang sudah jadi suami atau istri (76,50).

Tak heran, dari segi usia, generasi Z dan milenial merupakan dua kelompok usia yang paling tinggi skornya untuk hal ini. Sedangkan, untuk urusan pendidikan serta karier, mereka yang mayoritas masih melajang ini merasa lebih punya banyak waktu dan kesempatan mengembangkan diri, sebab tidak memiliki tanggung jawab seperti pasangan maupun anak.

3. Semakin banyak perempuan diprediksi tak menikah, salah satunya karena sibuk berkarier

Menimbang Untung dan Rugi Tak Menikah Bagi Millennialunsplash.com/Quan Nguyen

Laporan BPS tersebut tampaknya sejalan dengan prediksi yang pernah dituturkan Deputi Bidang Statistik Sosial Sairi Hasbullah. Menurut perkiraan Sairi, pada 2020 akan semakin banyak perempuan yang memilih menunda pernikahan, karena mereka kian sibuk mengurus karier.

Fenomena yang sama terjadi di Amerika Serikat, bahkan sudah terlihat sejak 2010. Berdasarkan survei Pew Research Center, sebanyak 51 persen warga berstatus menikah, dibandingkan 72 persen pada 1960.

Penurunan jumlah tersebut tak hanya dipengaruhi gaya hidup modern yang menjunjung tinggi kebebasan individual dan aktualisasi diri, tapi juga merosotnya rasa tak percaya terhadap konsep berkeluarga secara tradisional.

Contohnya, semakin besar jumlah orang Amerika Serikat pilih tinggal dengan pasangan tanpa terikat pernikahan. Penulis buku All Single Ladies sekaligus wartawan feminis Rebecca Traister berpendapat, perempuan punya lebih banyak pilihan.

"Kini perempuan bisa dapat penghasilan sendiri di lebih banyak bidang. Lebih banyak akses pendidikan untuk mereka. Artinya, mereka mampu mandiri secara ekonomi di dunia dengan cara yang tak bisa dilakukan di generasi sebelumnya," kata Traister, seperti dilansir dari situs Wharton Business School.

Menimbang Untung dan Rugi Tak Menikah Bagi MillennialIDN Times/Sukma Shakti

4. Ada yang menunda pernikahan karena berkeluarga butuh biaya

Menimbang Untung dan Rugi Tak Menikah Bagi Millennialunsplash.com/rawpixel

Di sisi lain, ada juga yang terpaksa menunda atau bahkan tak menikah karena kesulitan keuangan. Bagi mereka, memiliki pasangan dan keturunan memerlukan banyak biaya. Padahal, penghasilan yang mereka dapatkan per bulan terbilang sulit untuk memenuhi kebutuhan berumah tangga.

Eko Endarto, perencana keuangan dari Finansia Consulting, mengatakan ada "kesadaran bahwa ternyata berkeluarga itu memiliki konsekuensi biaya yang cukup tinggi" membuat tak sedikit anak muda memperhitungkan kembali cita-cita hidup berumah tangga. "Ada tanggung jawab untuk anak seperti biaya pendidikan dan risiko kepada pasangan yang harus diperhitungkan sebagai biaya asuransi," tambah Eko.

5. Di beberapa kasus lain, ada anggapan hidup berpasangan lebih murah secara finansial

Menimbang Untung dan Rugi Tak Menikah Bagi Millennialunsplash.com/rawpixel

Kendati, untuk sejumlah hal, beberapa orang percaya menikah justru meringankan beban finansial. Claire Walsh, seorang perancang keuangan asal Inggris, mengaku kepada BBC, kehidupan menjomblo dan pernikahan berbeda sekali.

Walsh yang sebelumnya menikah dan kini hidup sendiri menilai, seorang jomblo harus mengeluarkan 80 sampai 90 persen biaya sehari-hari sendiri. "Jelasnya kamu harus membayar sewa tempat tinggal, tapi meski keperluan-keperluan seperti perlengkapan harian, kamu tak memakai setengahnya, kamu tetap harus menerangi rumahmu," kata Walsh. Sedangkan bagi yang sudah berpasangan, biaya hidup bisa ditanggung berdua.

Punya pasangan juga terbilang menguntungkan jika ingin menjadi anggota klub kebugaran. Ini yang dialami Tania Stephanie. Ia dan pasangannya membayar Rp562 ribu per bulan ke sebuah tempat fitness di kota Surabaya.

Ketika dibagi dua, maka masing-masing hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp281.250. Sementara, bagi yang mendaftar seorang diri, manajemen klub kebugaran mengenai biaya senilai Rp500 ribu.

6. Meski tuntutan untuk menikah tinggi, tapi menjadi jomblo tetap ada faedahnya

Menimbang Untung dan Rugi Tak Menikah Bagi Millennialunsplash.com/Tim Bogdanov

Bila dari segi finansial ada pro dan kontra, begitu juga dari sisi pengembangan diri. "Kelompok lajang memiliki kesempatan lebih besar untuk menghabiskan waktunya sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya," kata Psikolog Sri Juwita Kusumawardhani.

"Mereka memiliki kebebasan dalam memilih dan menentukan apa yang ingin dikejar dalam hidup, atau sekadar melakukan kegiatan atau hobi yang menyenangkan." Ini cukup kontras ketika dibandingkan mereka yang tak lagi sendiri.

"Mereka perlu melakukan kompromi dan seringkali harus mengalah atau menunda kepentingan pribadi demi pasangan atau keluarganya," tambah Juwita.

Oleh karena itu, tak heran bila kemudian banyak jomblo yang memahami keuntungan ini, kemudian merasa hidup sendiri lebih membuat bahagia.

Sayangnya, tak semua orang bisa melihat dan memanfaatkan keuntungan ini. "Di Indonesia sendiri tampaknya keinginan untuk berkeluarga masih cukup besar. Salah satu penyebabnya karena memang tuntutan untuk berkeluarga masih sangat besar, terutama dari orangtua," jelas Juwita.

7. Jangan sampai menikah hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain

Menimbang Untung dan Rugi Tak Menikah Bagi Millennialunsplash.com/Drew Coffman

Bukti bahwa minat anak muda Indonesia untuk menikah tetap tinggi bisa dilihat dari industri pernikahan. Contohnya, pada 2018 lalu Bridestory menggelar pameran pernikahan terbesar di Indonesia.

Pameran tersebut diikuti 750 penyedia jasa resepsi pernikahan dari Indonesia, Malaysia, Singapura hingga Hong Kong. Mereka bergerak di bidang catering, dekorasi, gaun pengantin, hingga furnitur.

Tak hanya mereka yang berada, pasangan dari kalangan tak mampu pun tak surut niat untuk menikah. Misalnya, pada Malam Tahun Baru 2019, ada 500 pasangan yang mengikat janji dalam pernikahan massal di DKI Jakarta. Itu merupakan kedua kalinya pemerintah DKI Jakarta menggelar pernikahan massal.

Menikah atau tidak rupanya memiliki konsekuensi masing-masing. Juwita sendiri mengingatkan agar pernikahan tidak dilaksanakan demi memenuhi ekspektasi orang lain. "Jangan sampai alasan menikahnya hanya karena dituntut oleh orangtua atau sekadar ingin eksis di lingkungan dengan posting persiapan dan proses pernikahan di Instagram."

Baca Juga: 5 Alasan Ilmiah Seseorang Masih Jomblo yang Diakui Para Ahli di Dunia

Topik:

  • Rochmanudin
  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya