Orang Rimba Diusir dari Tempat Tinggal Mereka, di Mana Kehadiran Negara?

Dari 600 orang yang mengungsi, 50 diantaranya adalah balita

Orang Rimba di Jambi kembali menjadi korban pengusiran yang dilakukan oleh pemegang konsesi perkebunan karet di wilayah. Dikutip dari harian Kompas, hingga hari Rabu (12/10) sekitar 600 warga masih mengungsi setelah diusir oleh pekerja PT Wana Perintis dari areal hutan tanaman industri (HTI) karet. Dalam lima bulan terakhir, mereka sudah mengalami dua kali pengusiran.

Anggota komunitas adat Orang Rimba memprotes pengusiran itu dan meminta perlindungan kepada Gubernur Jambi dan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi.

Orang Rimba Diusir dari Tempat Tinggal Mereka, di Mana Kehadiran Negara?Kompas/Ahmad Arif

Selasa (11/10), komunitas Orang Rimba mendatangi Kantor Gubernur Zumi Zola dan mengadukan nasib mereka. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari harian Kompas, sang gubernur menyayangkan pengusiran tersebut.

Menurutnya, Orang Rimba semestinya bisa hidup dengan aman. Mereka memiliki hak untuk hidup. Zumi juga berjanji akan memberikan solusi. Ia pun perlu meneliti lebih dalam dan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan kasus tersebut.

Baca Juga: 13 Bukti Nyata Kalau Hak Asasi Manusia Orang Itu Bisa Dirampas dengan Seenaknya

Konflik berawal ketika tahun 2000-an saat tanah yang ditinggali secara turun-temurun sejak zaman leluhur tiba-tiba diubah fungsinya menjadi perkebunan karet.

Orang Rimba Diusir dari Tempat Tinggal Mereka, di Mana Kehadiran Negara?Kompas/Irma Tambunan

Lahan yang sebelumnya di bawah otoritas empat kepala suku bernama Nyenong, Ngamal, Menyurau dan Ngirang diubah menjadi perkebunan karet pada awal 2000-an yang kemudian diresmikan tahun 2010. Kini, lahan tersebut dikelola oleh PT Wana Perintis. 

Akibatnya, Orang Rimba tidak bisa menjual hasil hutan atau membawa anggota keluarga yang sakit ke puskesmas setempat karena harus melewati lahan perkebunan yang seringkali ditutup oleh pihak perusahaan.

Padahal, area perkebunan itu dulunya adalah tempat Orang Rimba melahirkan, menikah, bahkan meninggal. Kawasan tersebut juga menyediakan sumber makanan bagi mereka yang berburu hewan di hutan. Hasil hutan yang mereka kelola juga menjadi sumber pendapatan.

Harian Kompas juga melaporkan bahwa saat ini para warga membangun hunian sementara yang beratap terpal, beralaskan dahan kayu, tanpa memiliki dinding. Mereka tinggal di kawasan pinggiran Taman Nasional Bukit Duabelas yang rusak karena pembalakan liar.

Orang Rimba berhak atas 114 hektar lahan.

Orang Rimba Diusir dari Tempat Tinggal Mereka, di Mana Kehadiran Negara?facebook.com/jokowi

Setelah beberapa warga meninggal, pada 2015 Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Kementerian Sosial memutuskan bahwa Orang Rimba juga harus memperoleh hak hidup dan hak atas ruang. 

Di tahun itu juga mereka meminta kompensasi berupa tanah seluas 114 hektar dari 7.000 hektar area konsesi yang dikuasai PT Wana Perintis. Sayangnya, hingga kini perusahaan belum menjalankan kewajibannya tersebut.

Menurut Manajer Lapangan PT Wana Perintis, seperti dikutip dari harian Kompas, belum ada legalisasi dari pemerintah sehingga pihaknya belum memberikan 114 hektar itu.

Sementara itu, menurut Ngelembo, penghulu adat Orang Rimba, kesepakatan sudah tercapai antara Orang Rimba, PT Wana Perintis, Dinas Kehutanan, dan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Maret 2015.

Harian Kompas juga menyebutkan bahwa dari 600 orang warga yang mengungsi, ada 50 orang yang merupakan balita yang sedang sakit demam saat ini. Adapun sembilan bayi yang masih berusia dua bulan.

Seharusnya pemerintah tidak perlu menunggu lama untuk memastikan hak Orang Rimba untuk memperoleh 114 hektar lahan seperti telah dijanjikan. Negara memiliki tanggungjawab untuk melindungi seluruh warga negaranya. Apa yang dialami Orang Rimba bukan lagi tindakan diskriminatif, tetapi penolakan atas hak hidup.

Baca Juga: 3 Hari Sendirian di Hutan, Bayi Ini Selamat Hanya dengan Sebatang Cokelat!

Topik:

Berita Terkini Lainnya