COVID-19 Mengganas, Pemkot Bogor Desak Pemerintah Buat Aturan Ketat

Kematian akibat COVID-19 di Bogor naik 100 persen lebih

Bogor, IDN Times - Wali Kota Bogor Bima Arya mendesak pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan yang lebih ketat dalam mengendalikan laju kasus COVID-19 yang semakin tak terkendali. Terlihat, dari data angka-angka angka positif, angka kematian, hingga tenaga kesehatan yang berguguran karena terpapar virus corona.

“Situasi COVID-19 sudah sangat mengkhawatirkan. Sudah melebihi kapasitas kita semua untuk grip kalau tidak ada langkah-langkah yang luar biasa. Data di Kota Bogor, luar biasa. Sudah di kisaran 300-an kasus per hari, yang masih sakit 3.023 kasus. BOR kita di banyak rumah sakit hampir full. Di RSUD sendiri sudah hampir 100 persen,” ungkap Bima usai meninjau RS Marzoeki Mahdi di Jalan Semeru, Bogor Barat, Minggu (27/6/2021).

1. Kasus kematian naik 125 persen

COVID-19 Mengganas, Pemkot Bogor Desak Pemerintah Buat Aturan KetatIlustrasi proses pemakaman salah satu jenazah COVID-19 di TPU. IDN Times/Aldila Muharma-Fiqih Damarjati

Bima menyampaikan persentase kenaikan kasus konfirmasi positif minggu ini sebesar 78 persen. Sedangkan kasus kematian naik 125 persen dibandingkan pekan sebelumnya. 

Sementara, tenaga kesehatan di Kota Bogor yang terpapar dan masih sakit sampai saat ini ada 336 orang dari total 11.214 orang.

"Ini kasus aktif, persentasenya terus naik. Jadi sekali lagi, angka-angka ini mengkhawatirkan,” kata dia.

2. Kemungkinan tidak bisa diimbangi dengan vaksin

COVID-19 Mengganas, Pemkot Bogor Desak Pemerintah Buat Aturan KetatIlustrasi vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Bima mengatakan asumsi dan penghitungan tidak akan sama lagi karena kemungkinan berubah. Vaksinasi tidak ada mengimbangi kasus baru dari varian COVID-19.

“Varian baru bermunculan, kecepatan penyebaran dengan segala variannya mungkin tidak bisa diimbangi dengan vaksinasi, termasuk juga penambahan kapasitas tempat tidur, ini tidak bisa mengimbangi jumlah nakes yang terpapar,” kata dia. 

Bima menjelaskan, kebijakan reaktif dan insidental seperti pelarang mudik, pembatasan mobilitas, realitanya memang sulit dijalankan dengan maksimal di lapangan. 

“PPKM yang kita terapkan sekarang ini terlihat belum maksimal untuk mengatasi persoalan yang semakin berat. Akan lebih efektif apabila diterapkan bersamaan dengan pembatasan yang lebih ketat lagi dalam kebijakan yang lebih makro,” ujar dia.  

3. Kewenangan daerah terbatas

COVID-19 Mengganas, Pemkot Bogor Desak Pemerintah Buat Aturan KetatWali Kota Bogor Bima Arya (kanan) bersama Direktur Utama RSUD Kota Bogor Ilham Chaidir (tengah) meninjau kesiapan rumah sakit darurat di wisma atlet Kota Bogor, GOR Pajajaran, Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/12/2020). (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Persoalannya, kata Bima, dalam skala wilayah kewenangan pemerintah daerah sangat terbatas dalam memperkuat kebijakan pembatasan yang dimaksud. 

“Kita tidak mungkin bisa melakukan pembatasan jam operasional, jam kantor, dan lain-lain karena itu kewenangan pusat. Tanpa instrumen kebijakan di tingkat nasional, maka kita akan sulit mengupayakan langkah-langkah yang masif dalam membatasi mobilitas warga,” kata dia.

Bima menyatakan, Pemkot Bogor sudah melakukan beberapa langkah strategis seperti penambahan tempat tidur minimal 30 persen di seluruh rumah sakit, dan dalam beberapa hari lagi akan mengaktivasi Rumah Sakit Lapangan dan pusat isolasi berbasiskan masyarakat di tiap kelurahan.

“Pemkot juga memutuskan untuk melakukan kebijakan WFH 100 persen bagi ASN. Seluruh kantor-kantor pemerintahan distop dulu. Kecuali sektor-sektor atau dinas yang langsung berfungsi untuk melayani publik, seperti Dinkes dan lain sebagainya. Ini sedang kita siapkan,” kata dia.

Menurut Bima mungkin itu tidak akan maksimal ketika tidak diiringi kebijakan yang lebih tegas dan lebih ketat, dalam hal pembatasan aktivitas warga di tingkat yang lebih makro. 

Politikus PAN itu menegaskan agar pemerintah pusat harus berani mengambil langkah-langkah kebijakan yang lebih ketat, mungkin tidak dipukul rata secara nasional, tapi bisa diberlakukan sesuai kedaruratan wilayahnya. 

Misalnya, kata Bima, pembatasan lebih ketat di Jabodetabek, Bandung Raya, dan sebagainya. Jadi sifatnya berbasiskan regional yang paling terdampak dengan status zona yang kebanyakan merah.

4. Korban bisa semakin parah

COVID-19 Mengganas, Pemkot Bogor Desak Pemerintah Buat Aturan KetatGubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wali Kota Bogor Bima Arya meninjau Stasiun Bogor, Senin (15/6) (Dok. Humas Pemprov DKI Jakarta)

Mengenai konsekuensi logistik atau pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, Bima mengatakan, setiap pemerintah kota atau daerah pasti bisa mengambil langkah sebagai konsekuensi dari kebijakan nasional tersebut. 

“Misalnya dengan melakukan refocusing, realokasi anggaran, alokasi bansos dan lain sebagainya dalam keadaan darurat, termasuk juga saya yakin solidaritas sosial kita masih sangat tinggi,” ujar dia. 

Namun, kata Bima, sebelum diberlakukan aturan yang lebih ketat perlu waktu bagi warga untuk bersiap-siap, agar kebutuhan ekonomi masyarakat tercukupi.

"Kita bisa melakukan pendataan, buruh harian lepas yang kehidupannya sangat tergantung dari kerja harian. Kemudian kita bisa memobilisasi dana dari warga mengaktivasi dapur umum, lumbung pangan dan lain sebagainya,” kata dia.  

Bima menambahkan semuanya perlu diperhitungkan dengan cermat, tetapi poinnya adalah dari data menunjukan bahwa pemerintah pusat harus mengambil langkah kebijakan yang lebih tegas dan lebih ketat di tingkat yang lebih makro.

"Kalau tidak maka korban akan semakin banyak berjatuhan,” pungkas Bima.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya