Ilustrasi diskusi Formappi (IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya)
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muktamar Jakarta Humphrey Djemat sebelumnya mengatakan, transaksi uang ilegal atau politik uang masih menjadi masalah besar dalam pemilihan kepala daerah, baik pilkada langsung maupun pilkada melalui DPRD.
Bahkan politik uang, kata Humphrey, bukan saja terjadi pada saat pilkada. Tapi saat pemilihan menteri. Akibat oligarki, partai politik 'melelang' tarif hingga ratusan miliar rupiah untuk menjadi kandidat seorang menteri.
Humphrey mencontohkan politik uang dari informasi yang ia dapatkan dari salah satu kandidat menteri. Kandidat tersebut tidak menjadi menteri, karena menolak memberikan kontribusi uang politik kepada partai. Dia menyayangkan hal itu terjadi karena sang kandidat diyakini memiliki integritas.
"Selama dia jadi menteri kontribusi Rp500 miliar ke parpol. Dari hati nurani dia tidak mau. Dia diminta uang pun ia tidak punya karena dari tenaga ahli, dan parpol lihat potensinya jadi menteri," kata dia, saat diskusi Quo Vadis Pilkada Langsung oleh Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Jakarta, di Matraman, Jakarta, Minggu (24/11).
Namun saat dikonfirmasi siapa kandidat menteri tersebut, Humphrey enggan membeberkan.