Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-11-04 at 13.51.12_0761d53c.jpg
Sekretaris Jenderal KemenHAM, Novita Ilmaris (IDN Times/Lia Hutasoit)

Intinya sih...

  • Pembahasan RUU HAM melalui meaningful participation

  • Masih akan dibahas pasal per pasal dan terbuka untuk diskusi dengan media

  • Komnas HAM tak lagi berwenang terima dan tangani aduan dugaan pelanggaran HAM

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) Republik Indonesia kembali gelar pembahasan terkait Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, dalam perjalanannya terungkap banyak keberatan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Banyak muatan dalam revisi beleid ini berpotensi melemahkan kewenangan Komnas HAM. Komnas HAAM menjabarkan pasal-pasalnya dan merasa harusnya revisi beleid ini tidak melemahkan namun mengoptimalkan sistem perlindungan HAM di Indonesia.

Namun menjawab keberatan ini, Sekretaris Jenderal KemenHAM, Novita Ilmaris mengakui masih ada dinamika substansi dalam pembahasan RUU ini.

"Substansi yang ada di dalamnya, itu tentunya substansi tersebut masih dalam dinamika pembahasan. Yang menurut hemat kami, itu masih perlu diskusi yang mendalam. Jadi, oleh karena itu, kita bisa nanti akan mendengarkan pendapat dari masing-masing yang menyusun," kata dia saat ditemui awak media, dikutip Selasa (4/11/2025).

1. Sebut pembahasan sudah melalui meaningful participation

Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM RI) kembali menggelar Rapat Koordinasi terkait Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Senin (27/10/2025). (Dok. Humas Kementerian Hak Asasi Manusia)

Novita mengaku menerima masukan dari Komnas HAM dan akan membahasnya lebih dalam dengan tim penyusun yang disebut dia berasal dari berbagai kepakaran yang bergerak di bidang HAM. Ke depan, akan terus dilaksanakan rapat bersamaguna meramu formulai aturan yang ada.

"Bentuk komitmen sudah ada dari Pak Menteri, dan sudah ditindaklanjuti dengan mengundang para pakar langsung yang kita minta bantuan untuk menyusunnya. Dan pembahasannya pun sudah menerapkan prinsip meaningful participation," ujarnya.

2. Masih akan dibahas pasar per pasal

Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM RI) kembali menggelar Rapat Koordinasi terkait Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Senin (27/10/2025). (Dok. Humas Kementerian Hak Asasi Manusia)

Dia mengatakan, pembahasan soal RUU ini belum final dan akan terus dibahas pasal per pasalnya, dia juga mengatakan tengah menunggu berbagai masukan dari lembaga selain Komnas HAM, contohnya dari Komnas Perempuan. Dia juga membuka ruang untuk nantinya akan ada diskusi dengan media terkait pembedahan pasal per pasal RUU ini.

3. Komnas HAM tak lagi berwenang terima dan tangani aduan dugaan pelanggaran HAM

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah saat pihaknya melakukan audiensi dan koordinasi kelembagaan dengan Kejagung pada Rabu, 11 Juni 2025 (Dok. Komnas HAM)

Sementara sebelumnya, Komnas HAM mengungkapkan setidaknya 21 pasal krusial dalam revisi undang-undang yang bermasalah itu, baik dari sisi norma maupun kelembagaan.

"Rancangan revisi UU HAM tersebut dapat dimaknai sebagai upaya menghapus keberadaan Komnas HAM dari kelembagaan HAM nasional," kata Anis dalam keterangannya, dikutip Jumat (31/10/2025).

Mulai dari muatan di UU Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan Komnas HAM punya empat tugas dan kewenangan utama, yang diatur dalam Pasal 1 ayat (7), Pasal 75, dan Pasal 89 ayat (1–4). Tugas utama itu adalah pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi.

Namun, dalam rancangan terbaru, sebagaimana diatur dalam Pasal 109, Komnas HAM tidak lagi berwenang menerima dan menangani pengaduan dugaan pelanggaran HAM, melakukan mediasi, melakukan pendidikan dan penyuluhan HAM, serta pengkajian HAM, kecuali dalam hal regulasi dan instrumen internasional.

4. Panitia seleksi anggota Komnas HAM dipilih Presiden

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah saat ditemui di kantornya, Kamis (5/6/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Kemudian soal potensi ancaman independensi Komnas HAM, dalam Pasal 100 ayat (2) b, panitia seleksi anggota Komnas HAM ditetapkan Presiden, padahal sebelumnya dalam sidang paripurna Komnas HAM.

Memang, ada juga upaya penguatan pada Komnas HAM lewat Pasal 112, yang mana nantinya rekomendasi Komnas HAM mengikat pemerintah dan anggota Komnas HAM dibantu tenaga ahli. Namun hal itu tak seimbang dengan pengurangan kewenangan Komnas HAM.

"Namun apa artinya penguatan tersebut jika tugas dan wewenang Komnas HAM dikurangi, bahkan lebih dari setengah dari fungsi yang ada," kata dia.

5. Kewenangan Komnas HAM di bidang pendidikan yang hilang

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR membahas revisi KUHAP, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025) (Youtube/Komisi III DPR RI)

Dia mengatakan, pemberian kewenangan penanganan pelanggaran HAM kepada Kementerian HAM, kata Anis, tidak dapat dibenarkan, karena kementerian merupakan bagian dari pemerintah sebagai pemangku kewajiban HAM atau duty bearer.

Hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, mengingat pemerintah kerap menjadi pihak yang diadukan dalam kasus dugaan pelanggaran HAM.

Maka menurut dia, hilangnya kewenangan Komnas HAM di bidang pendidikan dan penyuluhan akan menghambat upaya pencegahan pelanggaran HAM. Penghapusan kewenangan pengkajian peraturan perundang-undangan juga dinilai menghilangkan fungsi korektif terhadap kebijakan yang berpotensi melanggar HAM.

Selain itu, pembatasan kerja sama pengkajian dengan organisasi nasional, regional, dan internasional akan menutup ruang kolaborasi Komnas HAM dengan lembaga HAM di negara lain, dalam menangani dugaan pelanggaran HAM lintas yurisdiksi.

"Komnas HAM mendesak Pemerintah agar substansi Rancangan Revisi UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya terkait kelembagaan dan fungsi Komnas HAM untuk tidak memperlemah, tetapi untuk memperkuat sebagai upaya mengoptimalkan sistem perlindungan HAM di Indonesia," ujar Anis.

Editorial Team