Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas HAM Dikebiri: Revisi UU Dinilai Hilangkan Wewenang Utama

Ilustrasi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). (IDN Times/Santi Dewi)
Ilustrasi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). (IDN Times/Santi Dewi)
Intinya sih...
  • Komnas HAM berpotensi tak lagi berwenang tangani kasus
  • Soal panitia seleksi anggota HAM ditetapkan oleh Presiden
  • Rekomendasi Komnas HAM disebut bakal mengikat, tapi kewenangan dikurangi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komnas HAM mengungkapkan keberatan dan kritik pada Rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang disusun Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM).

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menilai banyak muatan dalam revisi beleid ini berpotensi melemahkan kewenangan Komnas HAM. Dia menjabarkan pasal-pasalnya, antara lain Pasal 1, 10, 79, 80, 83–85, 87, 100, 102–104, serta Pasal 10 dan Pasal 127.

Komnas HAM mencatat setidaknya 21 pasal krusial dalam revisi undang-undang yang bermasalah itu, baik dari sisi norma maupun kelembagaan.

"Rancangan revisi UU HAM tersebut dapat dimaknai sebagai upaya menghapus keberadaan Komnas HAM dari kelembagaan HAM nasional," kata Anis dalam keterangannya, dikutip Jumat (31/10/2025).

1. Komnas HAM berpotensi tak lagi berwenang tangani kasus

Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai dan jajarannya saat konferensi pers di kantor Kementerian HAM, Jakarta (IDN Times/11/3/2025)
Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai dan jajarannya saat konferensi pers di kantor Kementerian HAM, Jakarta (IDN Times/11/3/2025)

Anis menjelaskan, dalam UU Nomor 39 Tahun 1999, Komnas HAM memiliki empat tugas dan kewenangan utama, yang diatur dalam Pasal 1 ayat (7), Pasal 75, dan Pasal 89 ayat (1–4). Tugas utama itu adalah pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi.

Namun, dalam rancangan terbaru, sebagaimana diatur dalam Pasal 109, Komnas HAM tidak lagi berwenang menerima dan menangani pengaduan dugaan pelanggaran HAM, melakukan mediasi, melakukan pendidikan dan penyuluhan HAM, serta pengkajian HAM, kecuali dalam hal regulasi dan instrumen internasional.

2. Soal panitia seleksi anggota HAM ditetapkan Presiden

antarafoto-konferensi-pers-menteri-ham-menyikapi-aksi-unjuk-rasa-1756885431.jpg
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai (kiri) bersama jajaran memberikan keterangan pers menyikapi situasi terkini terkait aksi unjuk rasa di berbagai daerah, di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (2/9/2025). Menteri HAM menyatakan pemerintah akan memulihkan hak korban demo ricuh di berbagai daerah sebagai salah satu tanggung jawab negara. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Kemudian soal potensi ancaman independensi Komnas HAM, dalam Pasal 100 ayat (2) b, panitia seleksi anggota Komnas HAM ditetapkan Presiden. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, panitia seleksi ditetapkan dalam sidang paripurna Komnas HAM.

"Hal ini bertentangan dengan prinsip independensi dalam proses seleksi anggota Komnas HAM, sebagaimana diatur dalam Paris Principles," kata Anis.

3. Rekomendasi Komnas HAM disebut bakal mengikat, tapi kewenangan dikurangi

Komnas HAM
Konferensi pers sikap LNHAM terhadap Aksi Demonstrasi di Komnas HAM, Selasa (2/9/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Anis menjabarkan, memang ada upaya penguatan pada Komnas HAM lewat Pasal 112, yang mana nantinya rekomendasi Komnas HAM mengikat pemerintah dan anggota Komnas HAM dibantu tenaga ahli. Namun hal itu tak seimbang dengan pengurangan kewenangan Komnas HAM.

"Namun apa artinya penguatan tersebut jika tugas dan wewenang Komnas HAM dikurangi, bahkan lebih dari setengah dari fungsi yang ada," kata dia.

4. Penanganan pelanggaran oleh Kementerian HAM tidak dibenarkan

Komnas HAM
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah saat pihaknya melakukan audiensi dan koordinasi kelembagaan dengan Kejagung pada Rabu, 11 Juni 2025 (Dok. Komnas HAM)

Pemberian kewenangan penanganan pelanggaran HAM kepada Kementerian HAM, kata Anis, tidak dapat dibenarkan, karena kementerian merupakan bagian dari pemerintah sebagai pemangku kewajiban HAM atau duty bearer.

Hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, mengingat pemerintah kerap menjadi pihak yang diadukan dalam kasus dugaan pelanggaran HAM.

"Kementerian HAM sebagai duty bearer atau pengampu kewajiban tidak seharusnya sekaligus berperan menjadi penilai atau wasit. Penanganan dugaan pelanggaran HAM di mana salah satu pelaku atau terlapor adalah pemerintah semestinya tetap dilakukan oleh lembaga independen," katanya.

5. Hilangnya kewenangan Komnas HAM di bidang pendidikan

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah saat ditemui di kantornya, Kamis (5/6/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Anis menilai hilangnya kewenangan Komnas HAM di bidang pendidikan dan penyuluhan akan menghambat upaya pencegahan pelanggaran HAM. Penghapusan kewenangan pengkajian peraturan perundang-undangan juga dinilai menghilangkan fungsi korektif terhadap kebijakan yang berpotensi melanggar HAM.

Selain itu, pembatasan kerja sama pengkajian dengan organisasi nasional, regional, dan internasional akan menutup ruang kolaborasi Komnas HAM dengan lembaga HAM di negara lain, dalam menangani dugaan pelanggaran HAM lintas yurisdiksi.

"Komnas HAM mendesak Pemerintah agar substansi Rancangan Revisi UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya terkait kelembagaan dan fungsi Komnas HAM untuk tidak memperlemah, tetapi untuk memperkuat sebagai upaya mengoptimalkan sistem perlindungan HAM di Indonesia," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in News

See More

Ada Tiga Aktivitas dalam Satu Lingkungan SPPG Bekasi, Diduga Cemari Air

31 Okt 2025, 21:04 WIBNews