Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi RUU PKS. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Ilustrasi RUU PKS. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menjelaskan masukan mereka terkait dengan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Peneliti ICJR, Meidina Rahmawati, membeberkan sejumlah poin penting terkait RUU TPKS di hadapan Badan Legislasi DPR, mulai dari aspek pidana yang perlu dikuatkan, mendorong kualifikasi pidana kekerasan seksual, penjabaran soal eksploitasi seksual, hingga system victim trust fund.

Catatan kritis ketentuan pidana yang pertama, kata ICJR, adalah soal RUU TPKS menjelaskan definisi tindak pidana kekerasan seksual dan perbuatan seksual lainnya, maka hal ini perlu dijabarkan dengan detail.

"Sebenarnya RUU TPKS ini perlu juga melakukan listing membuat daftar kekerasan seksual yang diatur dalam UU lain, untuk bisa didefinisikan sebagai kekerasan seksual agar hukum acara dan pemulihan hak korbannya juga masuk dari subjek UU ini," kata dia Kamis (24/3/2022).

1. Bahas isu KBGO yang tak bisa diserahkan dengan UU ITE

ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Hal lain yang disoroti ICJR adalah kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang termaktub dalam Pasal 5 RUU TPKS. Walau ada rekomendasi penghapusan, padahal rumusannya kata dia tak serupa dengan pasal 27 ayat 1 UU ITE.

KBGO tidak dapat diserahkan pada UU ITE karena dinilai terkait sebagai cyber enable crime. Perlu dikembangkan kembali juga jenis-jenis kekerasan KGBO, misalnya penyebaran muatan seksual pada orang lain.

Larangan pembuatan gambaran palsu yang memuat citra seksual seseorang juga jadi sorotan.

"Bapak ibu juga bisa memasukkan terkait dengan pemberatan apabila dilakukan oleh pasangan intim ataupun mantan pasangan intim untuk melakukan pemerasan atau penanaman tertentu," kata dia.

2. Eksploitasi seksual perlu dimasukkan ke RUU TPKS

Desakan pengesahan RUU PKS dalam aksi Gejayan Memanggil di Yogyakarta, 30/9/2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Selanjutnya adalah soal eksploitasi seksual yang perlu dimasukkan ke RUU TPKS, karena tidak pidana eksploitasi seksual saat ini hanya dikenal dalam UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan kewajiban adanya unsur proses, cara dan tujuan pelaksanaanya.

ICJR merekomendasikan isu ini tetap ada dan termaktub dalam RUU TPKS. Eksploitasi seksual, kata dia, erat dengan prosesnya tanpa trafficking yani perekrutan, pengangkutan, penampungan hingga pengiriman orang untuk eksploitasi seksual dengan cara melawan hukum.

3. Rekomendasi sistem victim trust fund

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

Selain itu, Meidina mengatakan ICJR juga memperkenalkan bagaimana RUU TPKS bisa mengakomodir victim trust fund yang menjawab kendala pemulihan hak korban.

"Di mana itu dana yang disediakan oleh pemerintah bukan dalam konteks pengangguran, tapi dari berbagai sumber yang mana dana itu bisa jadi dikelola jadi dana abadi dan bisa menjangkau, meng-cover dan membiayai upaya pemulihan korban kekerasan seksual," kata dia.

Dia menambahkan, dana bisa jadi penerimaan bukan pajak dan pengelolaannya bisa dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Editorial Team