Seperti Maman, Ferry juga tak menjawab apa yang ditawarkan Prabowo-Sandiaga Uno untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Ia justru mengklaim masih banyak pihak yang tidak menjadikan perspektif HAM sebagai bagian dari kerangka berpikir. Alhasil, menurutnya, isu hak asasi manusia hanya muncul di momen tertentu.
"Mindset tentang HAM ini belum selesai sehingga seluruh isu HAM itu hanya menjadi isu seksi menjelang pemilihan. Jadi orang tidak terikat," ujarnya. "Menurut saya, kalau kita mau berdebat, mari kita mulai dengan mengubah mindset kita tentang HAM."
Di saat bersamaan, mindset Ferry soal hak asasi manusia sebetulnya juga bisa dipertanyakan. Misalnya, ketika ia menggunakan kasus diskriminasi terhadap kelompok Ahmadiyah. Ia menolak mengakui bahwa ada grup tertentu yang ingin menyingkirkan keberadaan mereka.
Padahal, seperti catatan Komnas HAM, lebih dari 20 pengikut Ahmadiyah di Lombok harus mengungsi pada Mei 2018 karena rumah mereka diserang kelompok tak dikenal. "Mindset kita tentang HAM saya katakan berbahaya," ucapnya. Ia menyebut masalah Ahmadiyah adalah "ruang privat yang dipublikkan" sehingga "menjadi subyektif".
"Saya katakan misalnya Ahmadiyah. Sejak saya SMP, SMA, sudah tahu ada Ahmadiyah. Masjidnya berbeda gak ada masalah, gak ada berantem, gak ada berkelahi," kata Ferry. "Saya gak merasa perlu ada ruang ketika itu masuk ke soal akidah keislaman ukurannya."