Penjelasan soal Pencabutan Hak Politik Seperti Kasus Anas Urbaningrum

Pencabutan hak politik seseorang diatur dalam Pasal 35 KUHP

Jakarta, IDN Times - Baru-baru ini nama mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, kembali jadi buah bibir. Gegaranya, loyalis Anas membentuk Partai Kebangkitan Nusantara (PKN). Partai ini dipimpin oleh Gede Pasek Suardika, mantan kader Demokrat yang menjadi kolega Anas saat masih sama-sama di partai berlambang merci itu. 

Anas sendiri saat ini masih mendekam di penjara gegara terjerat kasus korupsi. Namun, masa hukuman Anas sebentar lagi akan berakhir Dia diketahui akan bebas dan menghirup udara luar pada 2022. 

Selain di penjara, hak politik Anas Urbaningrum juga dicabut selama lima tahun. Lantas, apa yang dimaksud dengan pencabutan hak politik?

Baca Juga: PKN Buka Pintu buat Demokrat Kubu Moeldoko yang Ingin Bergabung

1. Pencabutan hak-hak seseorang diatur dalam Pasal 35 KUHP

Penjelasan soal Pencabutan Hak Politik Seperti Kasus Anas Urbaningrum(IDN Times/Arief Rahmat)

Merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pencabutan hak-hak seseorang diatur dalam Pasal 35 KUHP. Bunyinya sebagai berikut:

Pasal 35

(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:

1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2. hak memasuki Angkatan Bersenjata;
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;
4. hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;
6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.

(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu

2. Pencabutan hak politik merupakan pencabutan hak seseorang untuk memilih dan dipilih

Penjelasan soal Pencabutan Hak Politik Seperti Kasus Anas UrbaningrumIlustrasi hukum (IDN Times/Sukma Shakti)

Menurut Pakar Hukum Tata Negara yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, pencabutan hak politik seseorang merupakan pencabutan hak seseorang untuk memilih dan dipilih. Feri mengatakan, sanksi ini juga diterapkan di beberapa negara.

"Jadi kalau kemudian terhadap perkara-perkara kasus tindak pidana luar biasa atau extraordinary crime, tujuannya (pencabutan hak politik) itu untuk memastikan efektivitas pemidanaan dan menimbulkan dampak jera yang penting bagi pelaku dan orang-orang yang berpotensi melakukan kejahatan yang sama," kata Feri.

"Dengan dicabutnya hak politik bagi pelaku korupsi yang berasal di ruang-ruang politik, tentu ini akan membantu dampak pemidanaan menjadi lebih maksimal sehingga kejahatan tidak terulang," imbuhnya.

Baca Juga: Bebas dari Penjara 2022, Anas Urbaningrum Bakal Langsung Gabung PKN?

3. Melihat sanksi yang diterima Anas Urbaningrum

Penjelasan soal Pencabutan Hak Politik Seperti Kasus Anas UrbaningrumAnas Urbaningrum (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi pidana badan terhadap Anas Urbaningrum ke Lapas Sukamiskin, Bandung, berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA).

"Tim Jaksa Eksekusi KPK, Rabu (3/2) telah melaksanakan eksekusi pidana badan terhadap terpidana Anas Urbaningrum berdasarkan putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor: 246 PK/Pid.Sus/2018 tanggal 30 September 2020," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya seperti dilansir ANTARA, Rabu (3/11/2021).

Terpidana Anas menjalani pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan dan pidana denda sejumlah Rp300 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka dikenakan pidana pengganti denda berupa kurungan selama 3 bulan.

Selain itu, Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp57.592.330.580 dan 5.261.070 dolar AS dengan ketentuan apabila belum membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 bulan, sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Sedangkan apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 2 tahun.

"Ditambah dengan pidana lain, yaitu pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani pidana pokok," kata Ali.

KPK, kata dia, segera menagih baik denda maupun uang pengganti dari terpidana Anas sebagai "asset recovery" dari tindak pidana korupsi untuk pemasukan bagi kas negara.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya