Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anggota Polri
Ilustrasi Polisi (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Intinya sih...

  • Sebanyak 1.184 perwira kepolisian rangkap jabatan di instansi sipil

  • Saksi ahli Soleman mengingatkan, anggota kepolisian aktif yang rangkap jabatan di instansi sipil menimbulkan ketidakpastian hukum dan membuat norma baru.

  • Dari 4.351 anggota Polri yang rangkap jabatan di instansi sipil, 1.184 merupakan perwira Polri, sementara 3.167 lainnya Bintara atau Tamtama.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 4.351 anggota kepolisian aktif diketahui rangkap jabatan di sejumlah instansi sipil. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, mengenai Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam Pasal 28 ayat 3 tertulis 'anggota kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.'

Hal itu disampaikan mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Laksamana Muda (Purn) Soleman B. Pontoh, yang diminta menjadi saksi ahli perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 mengenai uji materiil UU Kepolisian.

Pemohon yang diketahui bernama Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite meminta kepada hakim konstitusi, agar anggota kepolisian aktif dilarang rangkap jabatan di instansi sipil. Sebab, itu menutup peluang bagi kedua pemohon untuk dapat mengisi posisi tersebut. Namun, pada praktiknya di lapangan, rangkap jabatan tetap terjadi karena menggunakan celah yang ada di Pasal 28.

Penjelasannya berisi 'atau tidak (perlu mundur), berdasarkan penugasan dari Kapolri.' Penambahan kalimat di bagian penjelasan tersebut, kata Soleman, menimbulkan konsekuensi berbeda.

"Penjelasan itu juga membuka celah bagi anggota kepolisian aktif untuk menduduki jabatan di luar kepolisian, tanpa alih status," kata Soleman dalam persidangan, Senin (15/9/2025).

1. Anggota kepolisian adalah alat negara

Saksi ahli di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Laksamana Muda (Purn) Soleman B. Pontoh di ruang sidang MK. (Tangkapan layar YouTube)

Lebih lanjut, Soleman mengingatkan, ketika anggota kepolisian aktif rangkap jabatan di instansi sipil, status mereka adalah alat negara.

"Padahal, masuk dan menjadi ASN harus menanggalkan status sebagai alat negara," ujar dia.

Dengan begitu, kata Soleman, situasi anggota kepolisian rangkap jabatan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Di sini bisa terlihat bahwa penjelasan (suatu undang-undang) membuat norma baru. Sehingga anggota Polri aktif bisa menempati," katanya.

Dengan adanya penjelasan dalam pasal tersebut, membuka pintu banyak polisi aktif yang turut bekerja sebagai ASN. Soleman juga menyebut anggota Polri yang tidak aktif tak boleh mengisi posisi di instansi sipil.

2. Sebanyak 1.184 perwira kepolisian rangkap jabatan di instansi sipil

Data yang dipaparkan oleh mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Laksamana Muda (Purn) Soleman B. Pontoh ketika menjadi saksi ahli di Mahkamah Konstitusi (MK).(Tangkapan layar YouTube Mahkamah Konstitusi)

Sementara, berdasarkan data yang disampaikan Soleman, dari 4.351 anggota Polri yang rangkap jabatan di instansi sipil, sebanyak 1.184 merupakan perwira Polri. Sedangkan 3.167 anggota kepolisian lainnya yang merupakan Bintara atau Tamtama melakukan rangkap jabatan di kementerian.

"Polri tetap masuk menjadi ASN dengan memanfaatkan celah di bagian penjelasan UU Polri," katanya, Selasa (16/9/2025).

TNI aktif pun, kata Soleman, juga diperbolehkan menempati jabatan di instansi sipil. Tetapi mereka harus mematuhi ketentuan UU baru TNI. Prajurit TNI aktif hanya dibolehkan mengisi 14 instansi sipil. Di luar instansi tersebut, mereka harus mundur dari militer.

IDN Times sempat menanyakan kepada Soleman dari mana sumber data ribuan anggota kepolisian yang rangkap jabatan di instansi sipil. Ia menyebut data itu dari persidangan yang disampaikan Menteri Hukum pada 18 Agustus 2025.

Mantan perwira intelijen itu mengaku tak memiliki data detail mengenai persebaran ribuan personel Polri aktif di instansi sipil. Hakim konstitusi, kata Soleman, justru memerintahkan Polri memaparkan data-data tersebut dalam persidangan selanjutnya, yang digelar pada 25 September 2025.

Soleman juga menjelaskan penyimpangan anggota kepolisian rangkap jabatan di instansi sipil banyak terjadi di bawah kepemimpinan Presiden ke-7 RI Joko "Jokowi" Widodo. Jokowi, kata Soleman, meminta prinsip resiprokal agar anggota Polri aktif dapat ditugaskan di luar struktur kepolisian tanpa perlu mengundurkan diri.

"Soal anggota kepolisian bisa menempati jabatan instansi sipil, jelas disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum di ruangan ini," katanya.

3. Polri alami paradoks soal kebutuhan SDM

Data yang dipaparkan oleh mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Laksamana Muda (Purn) Soleman B. Pontoh ketika menjadi saksi ahli di Mahkamah Konstitusi (MK).(Tangkapan layar YouTube Mahkamah Konstitusi)

Hal lain yang disampaikan yakni paradoks kebutuhan SDM kepolisian. Kapolri, Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, kepolisian membutuhkan 359.978 personel Polri.

"Tapi penugasan anggota Polri di luar instansi tetap ada. Jumlahnya kini 4.351 orang," kata Soleman.

Ia pun turut memaparkan tiga putusan MK yang melarang penjelasan undang-undang boleh membuat norma baru. Artinya, seharusnya kepolisian dilarang menggunakan penjelasan di UU Kepolisian sebagai celah menugaskan anggota mereka ke instansi sipil.

"Frasa tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri menimbulkan ketidakpastian hukum, membuka dualisme komando dan mengganggu single one command system," tutur dia.

Editorial Team