Sebelum tiba di Tanjung Priuk, Rainbow Warrior sebelumnya sudah bersandar di bagian timur Indonesia. Dimulai dari Papua, di mana kehadiran Rainbow Warrior bertujuan mengampanyekan penyelamatan hutan dan laut. Setelah dari Papua, kapal ini bersandar lagi di Bali untuk menyuarakan dukungan bagi energi terbarukan, penolakan reklamasi Teluk Benoa, hingga pengelolaan sampah plastik.
Sementara di Jakarta, Rainbow Warrior hadir untuk menyampaikan pesan sekaligus mendorong pemerintah setempat untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan. Mulai dari polusi udara hingga timbunan sampah yang tidak terkontrol.
”Sebagai kota pusat pemerintahan dan ibukota negara, Jakarta seharusnya bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya di Tanah Air dalam melawan perubahan iklim, dengan mulai beralih ke energi terbarukan,” kata Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia yang termuat di keterangan pers.
Urusan pengelolaan sampah memang menjadi pekerjaan rumah yang rumit bagi pemerintah. Bahkan di sekitar area dermaga tempat Rainbow Warrior bersandar pun, ironisnya, dipenuhi sampah-sampah (kebanyakan plastik) yang terapung dibawa arus air laut. Sungguh pemandangan yang kurang mengenakkan untuk disaksikan.
Tapi tentu saja, urusan pengelolaan sampah tak bisa sepenuhnya dibebankan hanya ke pemerintah. Kita sebagai masyarakat juga harus mulai sedikit demi sedikit cermat dalam urusan pengelolaan sampah.
"Dimulai dari diri sendiri dulu. Sampahnya mulai dipilah-pilah. Bertanggung jawab dengan sampah sendiri. Mungkin konsumsi plastik juga dikurangi. Biasakan bawa tumbler sendiri. Dari hal-hal kecil bisa dimulai," ujar Lestari."
Masyarakat umum juga bisa ikut menjelajah kapal Rainbow Warrior ini dan belajar lebih banyak lagi soal pentingnya menjaga lingkungan hidup. Kapal Rainbow Warrior terbuka untuk umum hingga 29 April 2018. Tak cuma berkesempatan menjelajah kapal, pengunjung juga bisa belajar sambil menikmati ragam aktivitas yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup tentunya.
—Rappler.com