4 Teladan dari Bung Hatta: Mobil Dinas Dilarang Dipakai Keluarga

Empat teladan luar biasa dari Bung Hatta

Jakarta, IDN Times - Sosok Wakil Presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta atau Bung Hatta sejak awal sudah dikenal sebagai bapak bangsa yang antikorupsi dan hidup sederhana. Saking teguh memegang integritas, Bung Hatta tegas memisahkan fasilitas negara dan miliknya pribadi. 

Putri Bung Hatta, Meutia Hatta mengenang sang ayah dan sang ibu dilarang masuk ke dalam mobil dinas yang dibeli dengan uang negara.

"Beliau kan memang diberi mobil dinas selaku Wakil Presiden dengan pelat nomor RI 2. Mobil itu hanya digunakan kalau ke kantor Wakil Presiden, lalu bila ada acara dengan Presiden. Hanya Beliau yang pakai mobil dinas itu," ujar Meutia ketika mengenang kisahnya di program "Mata Najwa" yang tayang di stasiun Trans 7 pada Rabu, 18 Agustus 2021. 

Sang ibunda baru dibolehkan menumpang mobil tersebut bila mendampingi dalam kapasitas sebagai istri wakil presiden atau untuk kegiatan kenegaraan. Selain dalam kapasitas tersebut, Bung Hatta tak mengizinkan. 

"Anak-anak pun juga tidak bisa (ikut menumpang). Kami baru boleh naik mobil dinas yang memang diperuntukan bukan untuk tugas kedinasan. Nomor pelatnya B17845," kata dia. 

Sementara, untuk aktivitas sehari-hari, Bung Hatta memilih menggunakan mobil yang ia beli sendiri. Bung Hatta bahkan juga tegas menolak dimintai tolong oleh anggota keluarganya yang lain, lantaran posisinya sebagai Wapres. Hal itu, kata Meutia, demi menghindari konflik kepentingan.

Bagaimana ceritanya Bung Hatta menolak permintaan dari keluarganya sendiri?

1. Bung Hatta tolak hubungi Telkom agar saudaranya disediakan telepon

4 Teladan dari Bung Hatta: Mobil Dinas Dilarang Dipakai KeluargaBung Hatta (kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Prinsip lainnya yang dijaga dengan konsisten oleh Bung Hatta yakni tak ingin terlibat konflik kepentingan. Meutia mengisahkan ayahnya sempat menolak permintaan adiknya yang meminta agar ia menghubungi Telkom, supaya disediakan jaringan telepon. 

"Tetapi Bung Hatta mengatakan agar tante saya itu menghubungi sendiri Telkom, silakan telepon saja karena itu sudah masuk ke area pribadi," kata dia. 

Menurut Meutia, ayahnya tak mau membantu mengurus karena itu bukan persoalan negara dan rakyat. Ia juga mengenang ayahnya teguh memegang rahasia negara, meski kebijakan pemerintah bakal berdampak kepada keluarganya. 

Meutia menceritakan saat akan diberlakukan kebijakan pemotongan nilai mata uang atau sanering, Bung Hatta tak menyampaikannya kepada sang istri. Padahal, ketika itu ibu Meutia sedang dalam proses mencicil mesin jahit. 

"Ibu saya sempat bilang ke Bung Hatta kenapa hal semacam ini tidak diinformasikan. Bung Hatta tegas menjawab tidak bisa karena hal tersebut sifatnya rahasia, nanti kamu akan sampaikan hal ini kepada orang tuamu dan teman-teman," tutur Meutia menirukan pernyataan almarhum ayahnya. 

Bung Hatta kemudian membesarkan hati istrinya itu dengan mengatakan, lebih baik tetap menabung hingga uang untuk membeli mesin jahit cukup. 

Baca Juga: 7 Fakta tentang Bung Hatta yang Jarang Diketahui Banyak Orang

2. Bung Hatta menolak ditawari posisi komisaris usai mundur sebagai Wakil Presiden

4 Teladan dari Bung Hatta: Mobil Dinas Dilarang Dipakai KeluargaSoekarno-Hatta (Website/kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Dalam acara itu, Meutia juga mengisahkan ayahnya menolak dengan tegas saat ditawari posisi sebagai komisaris atau posisi lain yang dapat menciptakan konflik kepentingan. Meski tak lagi menjadi Wakil Presiden, ia sangat menjaga agar tidak mencampur kepentingan pribadi dengan negara. 

"Bung Hatta itu sama kata dan perbuatan. Kalau Beliau mengatakan A ya A, kalau B ya B. Jadi, Beliau tidak suka melenceng dari janji. Beliau tidak suka dan membenci korupsi," kata Meutia. 

Oleh sebab itu, kata Meutia, Bung Hatta tahu dengan jelas apa yang harus dilakukan. Ia juga diingatkan oleh Bung Hatta agar hidup secukupnya. Bila tidak memiliki kemampuan finansial untuk membeli maka ada keperluan lain yang harus dipotong. 

3. Saat pensiun, Bung Hatta hanya mendapat tunjangan Rp1 juta

4 Teladan dari Bung Hatta: Mobil Dinas Dilarang Dipakai KeluargaSukarno-Hatta (perpusnas.go.id)

Bung Hatta diketahui mundur dari Wakil Presiden pada 23 Juli 1956. Dalam suratnya, dia memilih mundur setelah Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih rakyat bekerja. 

Berdasarkan data dari Arsip Nasional RI nilai tunjangan yang diperoleh Bung Hatta ketika itu sangat kecil. Pada 1971, nilai tunjangan pensiunnya hanya Rp25 ribu. Tetapi, pada 1978 nilai tunjangan naik hingga Rp1 juta. 

Meutia mengakui meski ayahnya sudah mundur dari jabatan Wakil Presiden, tetapi tamu negara mulai dari duta besar negara asing hingga pejabat silih berganti mengunjungi kediaman ayahnya. Kesibukannya pun tetap membutuhkan biaya. Namun, Bung Hatta memilih hidup berhemat agar tetap bisa bertahan hidup. 

"Ibu saya saja terbiasa mencicil kalau membeli barang," kata Meutia. 

Pada akhir masa hidupnya pun, Bung Hatta sempat mengalami kesulitan keuangan. Bahkan, ia sudah berpesan kepada anak-anaknya agar buku-buku di perpustakaannya dijual saja. Permintaan itu dengan tegas ditolak Meutia. 

"Kami katakan tidak melakukan itu (menjual buku-buku di perpustakaan). Ini merupakan bagian dari identitas ayah, sehingga ini akan tetap kami pelihara," ujarnya. 

4. Bung Hatta menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata

4 Teladan dari Bung Hatta: Mobil Dinas Dilarang Dipakai KeluargaSoekarno-Hatta (Kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Meski merupakan bapak proklamator, Bung Hatta tegas menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Hal itu disampaikan Hatta melalui surat wasiat yang disampaikan kepada keluarga. 

"Selain karena ingin dimakamkan di pemakaman biasa bersama rakyat yang ia perjuangkan, Bung Hatta juga menilai banyak orang yang sesungguhnya tidak cocok dimakamkan di Kalibata," kata Meutia. 

Dalam kesempatan itu, Meutia juga membacakan surat wasiat yang ditulis Bung Hatta pada 1975. "Apabila saya meninggal dunia, saya ingin dikuburkan di Jakarta, tempat diproklamirkannya Indonesia Merdeka. Saya tidak ingin dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (Kalibata). Saya ingin dikuburkan di kuburan rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya," demikian bunyi surat wasiat yang ditulis tangan Bung Hatta. 

Baca Juga: Kisah Bung Hatta dengan 16 Koper Bukunya yang Menemani di Pengasingan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya