Akhir Hidup Sukarno di Wisma Yasoo, Tanpa Uang dan Perawatan Layak

Obat yang seharusnya dikonsumsi Sukarno malah tak ditebus

Jakarta, IDN Times - Sejarawan senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Asvi Warman Adam, mengklarifikasi pernyataan cucu proklamator Didi Mahardika soal Sukarno di Wisma Yasoo, Jakarta Pusat. Menurut data yang dimiliki oleh Asvi, saat Sukarno dijadikan tahanan rumah di Wisma Yasoo, Bapak Proklamator itu tidak diberikan perawatan medis yang optimal. Akibatnya, kondisi kesehatannya cepat memburuk. 

"Beliau itu dirawat (di Wisma Yasoo) tidak sebagaimana mestinya. Hal itu saya konfirmasi juga kepada dokter Kartono Mohamad bahwa Beliau tidak mendapat perawatan yang mumpuni," ungkap Asvi ketika dihubungi Kamis, 7 Oktober 2021. 

Salah satu indikasi Sukarno tidak diberikan perawatan medis yang baik, yakni resep yang ditulis oleh dokter Mahar Mahardjono justru tidak pernah ditebus. Mahar merupakan ketua tim dokter kepresidenan saat Sukarno masih menjabat sebagai presiden. 

"Resep itu malah tetap disimpan di laci dan tidak dibelikan obat (agar dikonsumsi Sukarno)," kata dia lagi. 

Dugaan Sukarno tidak dirawat dengan baik saat ditahan semakin menguat, ketika membaca dokumen laporan dari para perawat yang merawat Bapak Pendiri Bangsa itu di Wisma Yasoo. Di dalam dokumen terdapat catatan perlakuan medis apa yang diberikan dan jenis obat-obatan apa saja yang dikonsumsi oleh Sukarno. 

"Ternyata kalau Beliau kurang tidur, obat yang diberikan malah valium, semacam obat tidur yang keras dan sejumlah vitamin. Sehingga, dokter Kartono pun menilai obat yang diberikan tidak tepat," tutur dia. 

Saat ditahan di Wisma Yasoo, Sukarno sedang mengalami kelainan pada organ ginjalnya. Dokter Kartono memiliki catatan tersebut, karena ia sempat mewawancarai sejumlah perawat yang merawat Sukarno. Nakes dari TNI Angkatan Laut (AL) itu juga sempat berbincang dengan dokter Mahar dan dokter Wu Jie Ping. Nama yang terakhir disebut merupakan dokter asal China yang diminta untuk merawat Sukarno. 

Asvi juga menyebut, meski Sukarno tengah sakit, ia tidak dirawat oleh tim dokter kepresidenan. Selama ditahan di Wisma Yasoo, Sukarno malah dirawat oleh dokter umum, Mayor dr. Suroyo. 

Mengapa resep yang harusnya dikonsumsi oleh Sukarno malah ditahan dan disimpan di laci?

1. Sedihnya kondisi Sukarno saat ditahan di Wisma Yasoo, tak bawa uang sepeser pun

Akhir Hidup Sukarno di Wisma Yasoo, Tanpa Uang dan Perawatan LayakIr. Soekano, Presiden Indonesia Pertama (Website/kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Sementara, salah satu mantan ajudan Sukarno, Sidarto Danusubroto mengatakan, tak memahami dengan jelas alasan di balik resep obat bagi Sukarno malah sengaja disimpan di laci. Ia menduga hal tersebut adalah kebijakan yang diinstruksikan oleh rezim penguasa saat itu.

"Saya kira policy waktu itu (resep obat sengaja disimpan) memang begitu ya. Kita tidak berdaya," ungkap Sidarto ketika berbicara di stasiun Kompas TV pada 6 Oktober 2021. 

Sidarto diminta menjaga Sukarno di Wisma Yasoo pada 6 Februari 1967 hingga Mei 1968.  Ia mengatakan, menjadi salah satu ajudan yang ditunjuk usai peristiwa Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966). Sebab, semua ajudan sebelum peristiwa tersebut telah ditahan. 

Namun, lantaran kondisi kesehatan Sukarno ketika itu semakin memburuk, maka Sidarto menyampaikan kepada Kapolri saat itu yang dibutuhkan oleh Sukarno adalah dokter, bukan ajudan. Di sisi lain, Sidarto merasa sangat miris lantaran Sukarno yang memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, di akhir hayatnya malah diperlakukan sangat buruk. 

Ketika pemerintahan dipegang oleh Soeharto, Sukarno dijadikan tahanan kota selama enam bulan. Lalu, statusnya berubah menjadi tahanan rumah.

Sukarno ketika itu, kata Sidarto, tak sempat membawa uang sepeser pun ketika ditahan di rumah Wisma Yasoo. Maka, Sidarto sempat diminta mencari uang oleh Sukarno. 

Untuk mengelabui penjaga di Wisma Yasoo, Sidarto menyelipkan uang di dalam kaleng kue yang dibawa Megawati Soekarnoputri untuk ayahnya. Nominal uang yang berhasil diperoleh tidak banyak. Namun, dianggap cukup untuk pegangan Sukarno. 

Baca Juga: Berjuluk Singa Podium, Ini Biografi Sukarno

2. Ajudan Sukarno menyesalkan Wisma Yasoo diubah menjadi Museum Satriamandala

Akhir Hidup Sukarno di Wisma Yasoo, Tanpa Uang dan Perawatan LayakWisma Yasoo yang kini disulap menjadi Museum Satriamandala di area Gatot Subroto, Jakarta Pusat (IDN Times/Santi Dewi)

Dalam perbincangan itu, Sidarto juga menyesalkan mengapa Wisma Yasoo diubah menjadi Museum TNI Satriamandala. Sebab, banyak area yang menyimpan sejarah di tempat itu, ikut direnovasi agar sesuai dengan konsep museum TNI.

Salah satu area yang diubah adalah kamar yang menjadi saksi bisu akhir hidup Bapak Proklamator Bangsa. Kamar tempat Sukarno diyakini sekarang digunakan untuk menyimpan benda-benda yang digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman. 

"Kebijakan untuk mengubah Wisma Yasoo menjadi Museum Satriamandala merupakan satu bentuk ketidakjujuran kita terhadap sejarah. Saya ingin sejarah bangsa ini betul-betul diluruskan," ungkap Sidarto. 

Ia menyayangkan, hingga saat ini belum ada Monumen Sukarno-Hatta yang bisa dijadikan pengingat bagi generasi muda untuk mengenang perjuangan kedua proklamator tersebut. 

Berdasarkan data dari situs resmi TNI, Museum Satriamandala diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1972. Di dalam museum itu terdapat benda-benda bersejarah, mulai diorama peperangan untuk merebut kemerdekaan. Ada pula sejumlah patung dan barang milik sejumlah jenderal antara lain Sudirman, A.H Nasution, hingga Soeharto. 

Namun, tidak ditemukan bagian khusus di museum tersebut untuk Bapak Proklamator, Sukarno dan Bung Hatta. 

3. Rezim orde baru membiarkan Sukarno mendapat perawatan medis yang buruk

Akhir Hidup Sukarno di Wisma Yasoo, Tanpa Uang dan Perawatan LayakSukarno dan Mohammad Hatta saat pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, disaksikan oleh tokoh-tokoh nasionalis lain dari berbagai daerah, bertempat di kediaman pribadi Soekarno yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pusat (kini Tugu Proklamasi). (Repro. "Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia" (Jakarta: Gunung Agung, 1966))

Menurut Sidarto, selama Sukarno ditahan di Wisma Yasoo, ia tidak dibunuh oleh rezim Orde Baru secara langsung. Namun, Sukarno dibiarkan dirawat dengan kondisi yang memprihatinkan selama rentang tahun 1968 hingga 1970.

Meskipun akhirnya ia dipindahkan ke RSPAD Gatot Subroto, tapi hal tersebut sudah terlambat. Sukarno mengembuskan napas terakhir di RSPAD pada 21 Juni 1970. 

"Jadi, ini adalah pembiaran dan (Sukarno) tidak dirawat dengan proper. Maka, kondisi kesehatannya cepat memburuk," kata Sidarto. 

Sementara, Asvi mengaku, hingga kini tidak ada yang dapat menjelaskan mengapa resep obat untuk Sukarno tidak ditebus. Padahal, bila obat itu diberikan maka ada peluang kondisi kesehatannya membaik. 

Tim dokter kepresidenan ketika itu, Mahar Mahardjono pun mengaku heran, mengapa obat yang ia resepkan malah tak diberikan. Asvi kemudian membandingkan cara Sukarno dan Sudirman dirawat. Sudirman ketika itu diketahui menderita penyakit TBC. 

"Obatnya yang dibutuhkan yakni streptomycin tidak tersedia di Yogyakarta. Obat itu hanya tersedia di daerah pendudukan Belanda di Jakarta. Tetapi, pemerintah berusaha untuk mendapatkan obat itu meskipun Jenderal Sudirman tetap meninggal di tahun 1950," katanya menjelaskan. 

Sementara, perlakuan serupa justru tidak diterima oleh Sukarno. 

Baca Juga: 9 Bangunan dan Jalan di Luar Negeri Ini Memakai Nama Tokoh Indonesia

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya