Anggota TGIPF: CCTV di Kanjuruhan Belum Dipastikan Sengaja Dihapus

Isi rekaman CCTV di bagian lobi utama dan parkir terhapus

Jakarta, IDN Times - Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Laode M. Syarif, mengakui memang ada bagian dari CCTV di Stadion Kanjuruhan yang terpotong. Namun, ia belum bisa memastikan apakah CCTV yang terpotong itu sengaja dihapus atau terhapus karena faktor teknis. 

Rekaman CCTV yang terpotong itu merekam area lobi utama dan area parkir. Di dalam laporan TGIPF setebal 166 halaman, mereka mengaku rekaman CCTV yang terpotong itu menyulitkan atau menghambat tugasnya dalam menggali fakta. 

Rekaman CCTV itu menjadi saksi bisu pergerakan awal rangkaian Baracuda yang melakukan evakuasi tim Persebaya usai mengalahkan Arema FC dengan skor 3-2. Rekaman CCTV yang terpotong berdurasi 3 jam, 21 menit dan 54 detik. 

"Belum tahu (apakah rekaman CCTV itu terpotong karena dihapus). Cuma memang ada yang terpotong. Jadi, masih diminta bagian (rekaman CCTV) yang hilang itu dari Polda Jawa Timur," ungkap Syarif kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Senin, 17 Oktober 2022 lalu. 

Ia pun tak mau terburu-buru menyimpulkan bahwa bagian rekaman CCTV yang terpotong itu menjadi indikasi perbuatan untuk menghalangi upaya penyidikan atau obstruction of justice (OJ). "Belum menyimpulkan ke arah sana (ada perbuatan OJ). Mari kita husnudzon (berbaik sangka) dulu," kata dia. 

Apalagi temuan penting dari TGIPF usai terjun ke Malang pada periode 5 Oktober-10 Oktober 2022?

1. TGIPF sebut kematian massal di Kanjuruhan disebabkan tembakan gas air mata

Anggota TGIPF: CCTV di Kanjuruhan Belum Dipastikan Sengaja DihapusAparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Di dalam laporan itu, TGIPF Kanjuruhan menyebut, kematian massal di stadion milik Arema FC itu disebabkan adanya tembakan gas air mata. Senapan gas air mata dibawa oleh tim Sabhara Brimob dan Samapta Polres Malang. 

Berdasarkan pengamatan melalui CCTV yang berada di papan skor, tembakan gas air mata pertama dilakukan oleh petugas keamanan satuan Brimob dari Porong. Mereka berada di sektor Ring I depan tribun nomor 13. 

"Tembakan dilakukan berkali-kali. Terlihat kurang lebih 7 kali pada tembakan pertama. Situasi pada saat itu, aparat keamanan tidak dalam keadaan terancam namun masih menembakan gas air mata," kata TGIPF di laporan mereka.

Tembakan, kata TGIPF, tak hanya diarahkan ke dalam lapangan, tetapi juga ke arah tribun suporter. Dari rekaman CCTV, juga diketahui unsur pengamanan dari SSK Brimob dan Dalmas Polres terus menembakan gas air mata secara berturut-turut ke arah tribun nomor 10, 11, 12, dan 13. Situasi diperparah dengan kondisi angin yang bertiup ke arah selatan. 

"Maka, asap gas air mata bergerak menuju ke arah tribun penonton nomor 3 dan 13," tutur mereka.

Hingga saat ini, total korban yang meninggal akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan mencapai 132 jiwa. Sementara, ratusan orang mengalami luka. 

Baca Juga: Terungkap! CCTV di Lobi Utama dan Parkir Stadion Kanjuruhan Dihapus

2. Tembakan gas air mata membuat penonton panik dan berbondong-bondong cari pintu keluar

Anggota TGIPF: CCTV di Kanjuruhan Belum Dipastikan Sengaja DihapusSejumlah penonton membawa rekannya yang pingsan akibat sesak nafas terkena gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan dalam kericuhan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam. (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Saat berada di lapangan, TGIPF langsung melakukan pertemuan secara marathon dengan sejumlah pihak dan mengumpulkan barang bukti. 

Temuan penting TGIPF Kanjuruhan lainnya terlihat di rekaman CCTV yang berada di pintu 3, 8, 9, 10, 11, 12 dan 13. Usai gas air mata ditembakan ke tribun penonton, mereka kemudian panik.

"Kepanikan terlihat pada suporter yang berada di tribun nomor 8, 9, 10, 11, 12, dan 13. Sehingga suporter berlari keluar melalui pintu tribun yang kondisinya sangat sempit dengan jalur tangga yang menurun dengan kemiringan kurang lebih 60 derajat," kata TGIPF. 

Selain itu, konstruksi pintu tribun ekonomi berupa pintu dengan sistem sliding (geser) ukuran 270 cm X 300 cm. Kondisi pintu geser itu dalam kondisi tertutup karena sliding rusak. 

"Terdapat pintu kecil dengan tiang di tengah yang digunakan untuk masuknya penonton dengan ukuran 156 cm X 180 cm dengan posisi terbuka. Kondisi pintu masuk yang relatif sempit dan tak memungkinkan penonton keluar dengan jumlah yang banyak. Sehingga, mereka saling berdesakan, terjadi penumpukan dan banyak penonton yang terhimpit serta terinjak-injak," tutur TGIPF memberikan penjelasan di halaman 98. 

3. Kesaksian manajemen Arema FC, CCTV di stadion coba diganti yang baru oleh personel Polri

Anggota TGIPF: CCTV di Kanjuruhan Belum Dipastikan Sengaja DihapusSuasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Lebih lanjut di dalam laporan, turut dimuat hasil pertemuan anggota TGIPF dengan manajemen Arema FC pada 5 Oktober 2022 lalu. Manajemen Arema FC menyampaikan bahwa suporter marah kepada pemain Arema FC lantaran ingin memberikan motivasi. Aremania, kata Arema FC, tak memiliki motif untuk menimbulkan kerusuhan. 

"Akan tetapi, hal ini berbeda dan terbalik dari pandangan dan persepsi aparat keamanan khususnya dari jajaran Polri yang menilai bahwa turunnya sebagian suporter ke tengah lapangan, dianggap sebagai upaya kericuhan. Padahal, kegiatan seperti ini sudah sering terjadi dilakukan oleh suporter pada saat pertandingan-pertandingan sebelumnya dengan klub sepakbola dari manapun," kata TGIPF di laporannya di halaman 50. 

Arema FC juga menilai tidak masuk akal dengan adanya dugaan sudah ditemukan botol minuman keras di dalam tribun penonton. Sebab, setiap penonton yang akan masuk ke dalam stadion bakal diperiksa secara ketat oleh aparat keamanan. Sehingga, kecil kemungkinan mereka dapat membawa benda-benda yang dilarang. 

Temuan lainnya yang menarik yaitu CCTV yang ada di stadion dilarang untuk diunduh oleh aparat kepolisian. "Ada juga upaya dari aparat kepolisian untuk mengganti rekaman dengan yang baru. Hal itu merupakan kesaksian dari Pak Heru selaku Koordinator Umum," kata TGIPF. 

Sementara, Yonesa selaku dirijen suporter tidak mengira aparat keamanan akan menembakan gas air mata ke penonton yang berada di tengah lapangan atau di tribun, karena selama menjadi suporter, Aremania belum pernah mengalami hal seperti kejadian 1 Oktober 2022 lalu. 

Di dalam laporan itu, TGIPF juga memberikan rekomendasi ke sejumlah pihak, termasuk Polri. Salah satunya, TGIPF meminta agar Polri segera menindaklanjuti penyelidikan terhadap aparat yang melakukan tindakan berlebihan pada kerusuhan pada 1 Oktober 2022 lalu.

https://www.youtube.com/embed/ixIzUiyTMOE

Baca Juga: Dua Makam Korban Tragedi Kanjuruhan Bakal Dibongkar, Kenapa?

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya