Beda Analisa Greenpeace Indonesia dan KLHK soal Deforestasi Hutan 

Menko Luhut ancam bakal audit Greenpeace Indonesia

Jakarta, IDN Times - Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menjelaskan, data yang mereka pakai untuk menyanggah pidato Presiden Joko "Jokowi" Widodo di COP26 Glasgow, Inggris, bersumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sementara, pemerintah juga mengaku menggunakan data yang sama dan dijadikan dasar Jokowi menyampaikan pidatonya pada 1 November 2021 lalu. 

Leonard mengatakan, data yang disampaikan seolah berbeda lantaran cara melihat dan menganalisa data KLHK berbeda.

"Kami mengambil pendekatan yang berbeda. Pak Jokowi di Glasgow mengatakan deforestasi mencapai rekor turun. Saya kira itu patokannya deforestasi seluas 115 ribu hektare di tahun 2020, memang terjadi penurunan signifikan," ujar Leonard kepada media, Selasa (16/11/2021). 

Tetapi, ia menambahkan, data tersebut bukan gambaran utuh. Greenpeace Indonesia mengambil kebijakan yang sahih mengenai moratorium hutan dan gambut pada 2011. Greenpeace Indonesia kemudian menarik datanya ke depan dan belakang sebelum 2011. 

"Bila ditarik ke belakang 8 tahun, deforestasi kita mencapai 2,45 juta hektare. Sedangkan ditarik ke depan yakni periode 2011-2019, deforestasi mencapai 4,8 juta hektare. Jadi, memang ada peningkatan yang signifikan (deforestasi). Padahal, seharusnya (deforestasi) menurun. Kan, sudah moratorium," kata dia. 

Greenpeace Indonesia, ujar Leonard, tak ingin terjebak pada narasi membanding-bandingkan rezim dalam hal upaya pencegahan pembabatan hutan. Menurut Leonard, dunia tidak akan ambil pusing siapa rezim yang tengah memimpin. 

"Ini kan mereka mewakili Indonesia secara keseluruhan di Glasgow. Kebetulan Pak Jokowi sekarang yang menjadi Presiden Indonesia," ujarnya lagi. 

Ia kemudian membandingkan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di COP26 Glasgow yang ikut meminta maaf atas kekacauan yang diakibatkan oleh Donald Trump, ketika memilih hengkang dari kesepakatan perubahan iklim di Paris. 

Tetapi, karena perbedaan cara pandang itulah, Greenpeace Indonesia sempat dilaporkan ke polisi oleh Ketua Cyber Indonesia, Husin Shahab. LSM yang bermarkas di Amsterdam itu dianggap telah menyebarkan berita bohong dan bisa memicu permusuhan. Meski belakangan Husin mencabut gugatannya. 

Lalu, apa komentar pemerintah yang dinilai menjadi dalang utama di balik pelaporan Greenpeace Indonesia ke polisi?

1. Pemerintah bantah pernah bahas cara untuk membatasi kritik dari publik

Beda Analisa Greenpeace Indonesia dan KLHK soal Deforestasi Hutan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Abetnego Tarigan ketika mengisi webinar LaporCovid19 (Tangkapan layar YouTube LaporCovid19)

Sementara, Deputi II Kepala Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan membantah ada rapat khusus untuk membahas agar publik tak lagi bisa menyampaikan kritik. Justru, kata dia, KSP membuka ruang untuk melayangkan kritik melalui program "KSP Mendengar."

Oleh sebab itu, Abetnego menepis bahwa KSP mendukung upaya pelaporan terhadap Greenpeace Indonesia yang dilakukan oleh Husin. Di sisi lain, ia juga mempertanyakan apakah ada motif politis di balik kritik yang dilayangkan oleh Greenpeace Indonesia. Sebab, kritik disampaikan secara konsisten dan seolah tak ada ruang untuk apresiasi. 

"Harus ada juga kritik ini akan berujung ke mana. Apakah akan ada gugatan hukum? Sementara, bila kelamaan kritik di ruang publik itu akan dipandang memiliki motif politik sebenarnya," kata Abetnego. 

Padahal, Abetnego menambahkan, ruang untuk apresiasi juga dibuka dalam berdemokrasi. Tujuannya, agar publik bisa menyaksikannya secara seimbang. 

"Misalnya saya sebagai makhluk politik, saya bisa saja berpikir jangan-jangan ini pembunuhan karakter karena terlalu lama dikritik seolah-olah kami tidak berbuat apa-apa," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Forest Watch Indonesia Bantah Klaim Jokowi soal Deforestasi Menurun

2. Kritik yang berulang dilindungi oleh undang-undang dan tak selalu harus berujung gugatan

Beda Analisa Greenpeace Indonesia dan KLHK soal Deforestasi Hutan IDN Times/Margith Juita Damanik

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menilai, kritik yang disampaikan oleh Greenpeace Indonesia adalah hak konstitusional mereka. Setiap kritik di dalam negara berdemokrasi, kata Usman, harus dihormati. 

Bila tidak, maka negara ini akan menjadi negara kekuasaan dan otoriter. "Jadi, sekedar menuangkan pendapat dijamin hak konstitusinya di dalam undang-undang," ujar Usman. 

Menurutnya, pendapat itu tidak harus berujung ke gugatan. "Gugatan itu hanya salah satu cara untuk mencari keadilan dari kebenaran hukum," tutur dia lagi. 

Usman juga menyebut poin penting lainnya, yakni kritik itu merupakan bentuk dari partisipasi publik untuk mengontrol kebijakan publik yang dirilis oleh pemerintah. Ia mengatakan, hingga kini beberapa LSM masih melayangkan gugatan hukum melawan pemerintah. Meski mayoritas publik sudah tak lagi menaruh rasa percaya terhadap penegakan hukum di Indonesia. 

"Tetapi, setiap kali LSM memenangkan gugatan, misalnya dalam kasus gugatan polusi udara di Jakarta dan menang, Gubernur DKI Jakarta menerima dan akan merevisi kebijakan, tetapi pemerintah pusat menolak dan malah mengajukan banding," kata dia. 

Sehingga, hal tersebut makin menyebabkan publik enggan menempuh jalur hukum. 

3. Luhut nilai Greenpeace Indonesia menyebarkan berita tak benar soal deforestasi

Beda Analisa Greenpeace Indonesia dan KLHK soal Deforestasi Hutan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kiri) berbincang dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa sebelum mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (25/2/2020) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Sementara, ketika diwawancara oleh stasiun CNN TV dan diunggah di YouTube pada 12 November 2021 lalu, Luhut menuding Greenpeace Indonesia telah menyampaikan berita tak benar soal deforestasi hutan. Lantaran hal tersebut, Luhut ingin melakukan audit ke sejumlah LSM. 

"Saya sudah katakan bahwa kami mau audit. Kan gak benar dong kalau kamu memberikan berita yang tak benar," ujar Luhut. 

"John Kerry (utusan khusus Presiden AS soal perubahan iklim) sendiri mengakui (ada kemajuan dari pemerintah untuk mengurangi deforestasi). Amerika Serikat mengakui bahwa selama empat tahun terakhir deforestasi menurun drastis," kata dia lagi. 

Bahkan ia menyebut, siap adu data dengan beberapa LSM di bidang lingkungan. Di sisi lain, Luhut menantang negara-negara dengan perekonomian maju untuk ikut membantu Indonesia mengurangi deforestasi dan menghasilkan energi bersih. Mantan Kepala Staf Presiden itu menyebut, sejak Presiden Jokowi memberikan instruksi untuk mengurangi penggunaan energi fosil batu bara, maka langsung dibuatkan rencana. 

"Saya katakan kepada mereka (pemimpin negara maju) bahwa kami tidak butuh dikuliahi Anda, karena saya juga membuat kebijakan yang akan dirasakan oleh anak dan cucu kami," ungkap Luhut. 

Baca Juga: Cyber Indonesia Cabut Laporan Greenpeace dari Polda Metro, Kenapa?

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya