Beredar Isu 18 Calon Kepala Daerah Jadi Tersangka, Begini Kata KPK

Hati-hati ya terhadap informasi palsu!

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah dokumen yang beredar melalui media sosial berisi 18 nama calon kepala daerah (Cakada) yang akan ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Dari 18 nama tersebut, ada yang saat ini masih menjabat kemudian ikut lagi dalam Pilkada 2018. Ada juga yang diduga terlibat korupsi pengadaan APBD, dana bantuan sosial, hingga pembelian pesawat Boeing 737-800. 

Lalu, apa komentar KPK mengenai hal tersebut? 

1. Dokumen yang tersebar palsu

Beredar Isu 18 Calon Kepala Daerah Jadi Tersangka, Begini Kata KPKIDN Times/Sukma Shakti

Sepintas, kalau dilihat dokumen yang beredar di media sosial itu terlihat begitu meyakinkan. Sebab, terdapat tulisan KPK dengan warna khas hitam dan merah. Tapi jika dicermati terdapat beberapa tulisan yang typo, sehingga diragukan kredibilitas informasi yang disampaikan.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan informasi tersebut tidak benar. Lembaga anti rasuah tak pernah memproses seseorang sebagai calon kepala daerah. Yang ada dan diproses adalah penyelenggara negara.

"Kami pastikan dokumen yang beredar itu tidak benar. Kalau KPK sudah masuk ke proses penyidikan dan telah menetapkan sebagai tersangka, maka akan diumumkan secara resmi melalui konferensi pers, bukan malah menyebarkan melalui dokumen PDF," kata Febri melalui keterangan tertulis pada Minggu (3/6).

2. KPK memproses tersangka korupsi sesuai koridor hukum

Beredar Isu 18 Calon Kepala Daerah Jadi Tersangka, Begini Kata KPKIDN Times/Sukma Shakti

Namun, Febri tak menampik jika selama ini KPK sudah memproses lebih dari 100 kasus kepala daerah. Sebagian dari mereka memang ada yang kembali mencalonkan diri sebagai kepala daerah, atau yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah adalah anggota keluarganya.

"Tetapi yang sudah ditegaskan sebelumnya, itu semua dilakukan dalam koridor hukum," kata Febri.

Menilik ke belakang, sebagian besar pihak telah mewanti-wanti bahwa di tahun politik 2018 dan 2019, potensi perbuatan korupsi akan semakin tinggi. Kepala daerah petahana menggunakan kewenangannya untuk mendapatkan dana, demi kepentingan logistik pemenangan.

Yang terbaru ditangkap KPK melalui operasi senyap tangkap tangan adalah Bupati Buton Selatan, Agus Feisal. Ia tertangkap karena diduga menerima uang suap dari kontraktor hingga mencapai Rp 409 juta. Uang tersebut ditemukan penyidik KPK pada 22 Mei di rumah seorang konsultan politik bernama Syamsuddin.

Dana tersebut diduga akan digunakan Agus agar bisa memenangkan ayahnya, LM Syafei Kahar, sebagai calon gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara.

3. KPK tak bisa memproses korupsi di seluruh Indonesia

Beredar Isu 18 Calon Kepala Daerah Jadi Tersangka, Begini Kata KPKIDN Times/Sukma Shakti

KPK sejak awal memang sudah berbeda dibandingkan dua institusi penegak hukum lainnya, yakni Kepolisian dan Kejaksaan Agung dalam menyikapi peserta pilkada yang diduga melakukan korupsi.

Sementara, Menko Polhukam Wiranto telah mengimbau agar institusi penegak hukum sementara waktu menghentikan proses pengusutan kasus terhadap kepala daerah petahanan atau calon kepala daerah, yang namanya telah ditetapkan KPU Daerah.

Namun, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pernah menyatakan lembaga anti rasuah akan tetap memproses kasus korupsi, selama ada bukti yang cukup.

"Itu tepatnya (akan tetap diproses), selama kami memiliki bukti tentu akan diumumkan kalau memang ada. Jadi, bukan diada-adakan (kasusnya)," ujar Saut melalui pesan pendek kepada IDN Times pada (13/3).

Menurut Saut, penanganan korupsi yang tidak tegas malah berkontribusi terhadap Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang tetap jalan di tempat.

Saat ini, kata dia, berdasarkan survei dari organisasi Transparency International Indonesia (TII), Indonesia ada di peringkat 37. Peringkat ini tidak naik kalau dibandingkan 2016.

Kelompok masyarakat sipil Indonesia Corruption Watch (ICW) juga sudah mengingatkan jumlah kasus korupsi di tahun politik akan lebih banyak. Anggaran daerah rawan disalahgunakan untuk memenuhi ambisi kepala daerah petahana, agar kembali terpilih.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Tama Satya Langkun pernah menyampaikan harapannya, agar persoalan itu tak dibebankan kepada KPK saja.

"Dia (KPK) gak pernah didesain untuk memberantas korupsi di seluruh Indonesia," kata Tama pada (16/1).

Menurut Tama, KPK didesain hanya untuk menangani kasus-kasus besar, karena jumlah sumber daya manusianya yang terbatas. Hal ini berbeda dengan kejaksaan dan kepolisian yang memiliki struktur hingga ke tingkat bawah, misalnya, polsek untuk institusi kepolisian dan kejari untuk kejaksaan.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya