Cegah Korupsi di Daerah, Pemerintah Perkuat Pengawas Internal

Pemerintah akan merevisi PP nomor 18 tahun 2016

Jakarta, IDN Times - Kalian tahu berapa banyak kepala daerah yang telah diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tahun 2018? Jawabannya lebih dari 20 orang. Bahkan, 19 orang di antaranya ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT). 

Kepala daerah terakhir yang ditangkap adalah Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra pada (24/10) lalu. Ia ditangkap karena diduga telah melakukan praktik jual beli jabatan di Kabupaten Cirebon. Sunjaya juga menjadi kepala daerah ke-100 yang diproses oleh lembaga antirasuah selama institusi itu berdiri. 

Lalu, apa yang menyebabkan tingkat korupsi di terlihat semakin bertambah? Dalam pandangan Kementerian Dalam Negeri, Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) tidak berfungsi. Padahal, lembaga itu sengaja dibuat untuk melakukan pengawasan terhadap kepala daerah. 

Namun, kenyataannya APIP justru tidak berani melaporkan praktik pungli dan gratifikasi. Salah satunya karena APIP secara struktural berada di bawah kewenangan sekretaris daerah. 

"Oleh sebab itu, fungsi dan peran APIP harus diperkuat," ujar Asman Abnur yang pada Maret lalu masih menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan dan Reformasi Aparatur Negara (Menpan RB). 

Rupanya, hal itu juga diamini oleh pengganti Asman, Purn. Komjen (Pol) Syafruddin, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Ketua KPK, Agus Rahardjo. Ketiganya sempat bertemu di gedung KPK pada Jumat kemarin untuk mencari solusi cara mengurangi praktik korupsi di daerah. 

Lalu, apa solusi yang ditawarkan oleh ketiganya dan akan direalisasikan segera?

1. Hadiah tahun baru 2019: menambah SDM dan anggaran bagi APIP

Cegah Korupsi di Daerah, Pemerintah Perkuat Pengawas Internal(Mendagri Tjahjo Kumolo, Ketua KPK Agus Rahardjo, dan Menpan RB Komjen (Pol) Syafruddin) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Ketua KPK, Agus Rahardjo mengatakan sudah membahas isu penguatan APIP dengan Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menpan RB, Purn. Komjen (Pol) Syafruddin. Ketiganya sepakat untuk memperkuat lembaga tersebut. Bagaimana caranya? Beberapa langkah di antaranya dengan mengeluarkan APIP dan tidak lagi berada di bawah sekretaris daerah dan menempatkan SDM yang berkualitas di lembaga itu. 

"Level APIP nanti akan dibuat hampir setara dengan Sekda. Tapi, tidak sama persis. Di kelas jabatan yang tidak terlalu jauh. Mudah-mudahan masih bisa diperjuangkan masih lebih tinggi dari kepala dinas yang ada," ujar Agus ketika memberikan keterangan pers pada Jumat kemarin. 

Dari segi SDM, akan ditempatkan orang-orang yang kompeten seperti lulusan dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Bahkan, di strategi pencegahan nasional korupsi akan dikenalkan sistem sertifikasi bagi para petugas APIP. 

Ia juga mengisahkan ide dari Syafruddin yang berniat melelang posisi itu, sehingga siapa pun yang memiliki kompetensi bisa masuk ke APIP. 

Anggaran pun rencananya akan disiapkan bagi APIP. Namun, itu semua tidak akan bermakna apa-apa kalau tidak ada payung hukumnya. 

"Oleh sebab itu Kemenpan RB akan merevisi PP nomor 18 tahun 2016 tentang perangkat pemerintah daerah. Kami pun setuju untuk memberikan waktu revisi selama satu bulan, sehingga diharapkan ini bisa jadi kado tahun baru," kata dia lagi. 

Baca Juga: Deretan Kepala Daerah yang Terjaring OTT KPK Sepanjang 2018

2. Walaupun APIP sudah diperbaiki tidak menjamin perilaku korupsi akan berkurang

Cegah Korupsi di Daerah, Pemerintah Perkuat Pengawas InternalPexels.com/Pixabay

Lalu, seandainya APIP sudah diperkuat, apakah bisa tingkat korupsi di kepala daerah berkurang? Ketua KPK, Agus Rahardjo mewanti-wanti belum tentu hal tersebut akan terjadi. Tetap dibutuhkan upaya pencegahan lainnya, agar tingkat korupsi di daerah menurun. 

"Di dalam pembicaraan kami, juga banyak hal yang dibahas termasuk cara mengangkat, memberhentikan bahkan Pak Menpan RB mengusulkan agar ada baiknya yang diangkat bukan dari daerah tersebut. Prosesnya dilakukan dengan open bidding," kata Agus. 

Hal lain yang bisa diubah yakni mengenai tata cara pelaporan seandainya ditemukan adanya dugaan tindak pungli atau korupsi. 

"Dengan business process demikian, maka bisa dilakukan check and balances yang lebih baik," katanya lagi. 

Sementara, menurut Syafruddin, selama ini APIP tidak berani melaporkan perbuatan korupsi yang ia lihat di daerah. Alasannya, sederhana, karena mereka takut dicopot. Terlebih kepala daerah isinya berwarna-warni. Oleh sebab itu, mereka akhirnya ditangkap oleh para penegak hukum, termasuk KPK. 

3. Kepala daerah korupsi karena biaya politik yang mahal

Cegah Korupsi di Daerah, Pemerintah Perkuat Pengawas Internal(Daftar panjang kepala daerah terjaring OTT KPK tahun 2018) IDN Times/Cije Khalifatullah

Banyaknya kepala daerah yang diproses oleh KPK sempat menimbulkan tanda tanya mengapa mereka justru tidak jera dan belajar dari pengalaman koleganya. Peneliti hukum pada divis hukum dan monitoring peradilan di Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz menilai ada tiga faktor yang mendorong kepala daerah korup. 

"Pertama, perilaku buruk partai politik yang membuat biaya politik menjadi mahal. Salah satu perilaku buruk itu yakni dengan mengisyaratkan adanya pemberian mahar bagi siapa pun yang ingin maju sebagai kepala daerah," ujar Donal kepada media Februari lalu. 

Kedua, perilaku dari kepala daerah tersebut yang doyan bergaya hidup mewah dan ketiga, perilaku masyarakat yang apatis. 

"Akumulasi dari ketiga tersebut membuat korupsi kepala daerah terjadi terus menerus," kata dia. 

Baca Juga: Tersangkut Kasus Korupsi, Begini Rekam Jejak Wakil Ketua DPR

Topik:

Berita Terkini Lainnya