Diperiksa KPK, Bamsoet Ditanya Aliran Dana e-KTP ke Golkar Jateng

Bambang mengaku gak tahu ada aliran dari e-KTP untuk Golkar

Jakarta, IDN Times - Ketua DPR Bambang Soesatyo akhirnya memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (8/6). Ia tiba di gedung Merah Putih sekitar pukul 08:00 WIB dan selesai pukul 09:30 WIB. 

Pria yang akrab disapa Bamsoet itu datang pada hari ini untuk diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung terkait kasus korupsi KTP Elektronik. Penyidik menemukan informasi baru usai melakukan pemeriksaan terhadap Anang Sugiana yang menyebut adanya aliran dana dari proyek tersebut ke Golkar di Jawa Tengah. 

Kedatangan Bamsoet hari ini merupakan penjadwalan ulang untuk pemanggilan pada Senin kemarin. Lalu, apa aja informasi yang disampaikan Bamsoet kepada penyidik? Dan mengapa beberapa anggota DPR malah memproses juru bicara KPK, Febri Diansyah, karena pernyataannya dianggap telah membunuh karakter Bamsoet?

1. Bamsoet mengaku gak tahu ada aliran dana ke Golkar Jawa Tengah

Diperiksa KPK, Bamsoet Ditanya Aliran Dana e-KTP ke Golkar JatengANTARA FOTO/Elang Senja

Kepada media, Bambang mengaku diperiksa terkait aliran dana proyek KTP Elektronik senilai Rp 50 juta ke DPD Golkar Jawa Tengah. Uang itu diketahui ditransfer pada Mei 2012.

Namun, kepada penyidik, Bambang mengatakan gak tahu sama sekali soal aliran dana senilai Rp 50 juta tersebut. Saat peristiwa itu terjadi, Bambang mengaku berada di Komisi III, sehingga gak mengurus sama sekali kegiatan yang berlangsung di Komisi II.

"Intinya saya dimintia klarifikasi adanya transfer senilai Rp 50 juta ke (Golkar) Jawa Tengah. Saya sampaikan selaku anggota DPR dan peristiwa itu terjadi tahun 2012, maka saya katakan saya gak tahu sama sekali soal transfer Rp 50 juta itu dari mana, siapa dan motifnya apa," kata Bambang di lobi gedung KPK.

Penyidik bahkan turut menunjukkan bukti transfer ke Golkar di Jawa Tengah kepada Bambang. Namun, ia kembali menyatakan sama sekali gak tahu soal adanya transfer tersebut.

Ia juga sempat ditanya penyidik apakah mengenali Irvanto dan Made Oka. Ia tak menampik memang mengenal keponakan Setya Novanto yang bernama Irvanto. Bahkan, Irvanto sempat menjadi kader Partai Golkar.

"Saya tidak kenal sama sekali dengan Made Oka Masagung. Saya hanya tahu Irvanto itu keponakan Pak Nov dan dia pengurus Partai Golkar, itu saja," katanya lagi.

2. Bambang datang ke KPK atas inisiatif pribadi

Diperiksa KPK, Bamsoet Ditanya Aliran Dana e-KTP ke Golkar JatengANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Kepada media, Bambang menegaskan kedatangannya ke KPK atas inisiatif pribadi. Apalagi dalam pemanggilan lainnya sebanyak dua kali, Bambang selalu berhalangan hadir.

Saat berbicara di gedung DPR, Bambang menegaskan gak bermaksud untuk menghindari penyidik KPK. Ia absen pada Senin (4/6) telah disertai surat dan di dalamnya tertulis alasannya.

"Kedatangan saya adalah menghargai undangan KPK, karena saya gak ingin ada polemik antar kelembagaan, makanya saya hadir atas inisiatif pribadi pada pagi ini dan memberikan keterangan yang dibutuhkan," kata dia.

Posisi KPK dan DPR kali ini kembali berseberangan terkait pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Di hadapan Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Bambang menjanjikan RKUHP sudah diketok menjadi KUHP resmi pada 17 Agustus mendatang. Namun, hal itu tegas ditolak KPK.

Mereka gak ingin beberapa pasal menyangkut pemberantasan tindak pidana korupsi ikut dimasukan ke dalam KUHP. Sebab, pasal di RKUHP dipandang akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

3. Anggota DPR protes Jubir KPK

Diperiksa KPK, Bamsoet Ditanya Aliran Dana e-KTP ke Golkar JatengIDN Times/Santi Dewi

Soal absennya Bamsoet di pemanggilan pada Senin (4/6) rupanya berbuntut panjang. Setidaknya sudah ada dua anggota DPR yakni Arsul Sani (PPP) dan Arteria Dahlan (PDI Perjuangan) yang mengkritik cara juru bicara KPK, Febri Diansyah menanggapi absennya Bambang pada Senin kemarin.

Kepada media, Febri menjelaskan isi surat izin yang dilayangkan KPK yakni Bambang harus membuka pasar atau bazar murah di gedung DPR, memimpin rapat hingga berbuka puasa. Saat itu, Febri mengatakan alasan itu akan dinilai oleh penyidik. Apakah masuk akal atau dibuat-buat.

Maka, Arsul Sani dari Komisi III bereaksi terhadap pernyataan Febri. Politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengkritisi agar Febri bersikap proporsional dan faktual dalam memberikan penjelasan selaku jubir. Ia juga mengingatkan Febri, agar gak perlu menyelipkan pesan seolah-olah terkesan KPK adalah lembaga superior.

"Pada saat yang sama, ia (jubir KPK) juga melakukan unsur pembunuhan karakter terhadap seseorang atau lembaga," ujar Arsul melalui keterangan tertulis pada hari ini.

Sebagai contoh, dalam pemanggilan pada hari ini, ia telah mengecek ke Bamsoet. Apakah ia datang atas keinginan sendiri atau karena memenuhi panggilan penyidik KPK.

"Hasil tabayun (ricek) saya, ternyata gak ada itu panggilan baru dari KPK. Yang ada, Mas Bamsoet berkomunikasi dengan penyidik KPK dan memberi tahukan bisa datang pada Jumat pagi untuk memberikan keterangan mengingat kegiatan di DPR sudah berkurang," kata dia.

Arsul pun menegaskan kembali DPR tetap selalu mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh semua institusi, termasuk KPK.

"Tetapi, gak perlu ada kontroversi atau perseteruan lembaga akibat komunikasi publik yang gak faktual," tutur dia.

Kritik juga disampaikan oleh anggota Komisi III dari PDI Perjuangan, Arteria Dahlan. Ia justru gak memahami mengapa Febri malah menyayangkan ketidakhadiran Bamsoet pada 4 Juni lalu.

"Toh, sebelumnya, Mas Bamsoet telah menginformasikan sebelumnya dan meminta agar pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi e-KTP dijadwalkan ulang," kata Arteria.

Ia meminta agar KPK menghormati hal itu dengan berprasangka baik. Ia berharap perdebatan isu RKUHP antara DPR dengan KPK gak justru berimbas terhadap komunikasi yang efektif antar lembaga.

Lalu, apa tanggapan Febri usai diprotes oleh beberapa anggota DPR? Rupanya ia tone down pernyataannya. Mantan aktivis anti korupsi itu juga menepis kalau ia sengaja mengeluarkan pernyataan yang tendensius demi kepentingan KPK.

"Penyampaian informasi tentu dilakukan secara faktual dan tanpa tendensi selain pemenuhan kewajiban KPK untuk menjelaskan hal tersebut. Jadi, tidak perlu khawatir, karena KPK semata-mata melaksanakan tugas berdasarkan aturan hukum," kata dia.

Topik:

Berita Terkini Lainnya