Epidemiolog Diskusi Perdana dengan Menko Luhut, Apa Masukan Mereka?

Epidemiolog usulkan agar PPKM kembali diperpanjang 

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Luhut Pandjaitan, untuk kali pertama mengajak para ahli di bidang wabah berdiskusi. Diskusi dilakukan secara virtual pada Kamis (4/2/2021) pagi dan diikuti ratusan ahli terkait penanganan pandemik. 

Pertemuan daring itu merupakan tindak lanjut usai Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengkritik kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali yang dinilai tidak efektif. Sebab, sejak diberlakukan pada 11 Januari 2021, kasus COVID-19 di Tanah Air terus melonjak.

Dalam diskusi tersebut, pria yang juga menjabat sebagai Menko Kemaritiman tersebut turut meminta masukan kepada para ahli, apakah PPKM yang akan berakhir pada 8 Februari 2021 sebaiknya kembali diperpanjang atau tidak. 

"Saya juga meminta saran kepada bapak-bapak ini, apakah PPKM jilid kedua ini yang habis 8 Februari 2021 diteruskan atau bagaimana?" tanya Luhut dalam diskusi tersebut.

Berdasarkan masukan dari tim yang ia miliki, sebaiknya PPKM diperpanjang. Sebab, sekali diberi kelonggaran dan ada libur panjang, maka kasus COVID-19 harian akan kembali melonjak. Apalagi pada pekan depan kembali muncul libur panjang Hari Raya Imlek pada Jumat, 12 Februari 2021. 

"Tapi, masa iya kita mau ulangi lagi kesalahan di masa lalu itu," ujarnya lagi, merujuk pada kebijakan pemerintah yang membiarkan libur panjang Natal dan Tahun Baru 2020. 

Lalu, apa saja masukan dari para epidemiolog terkait kebijakan PPKM Jawa-Bali?

1. Pemerintah harus tekan penularan COVID-19 agar virus Sars-CoV-2 tidak punya kesempatan bermutasi

Epidemiolog Diskusi Perdana dengan Menko Luhut, Apa Masukan Mereka?Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono dalam diskusi daring bertajuk Proyeksi Kasus COVID-19 dan Evaluasi PSBB Jumat (23/10/2020) (Tangkapan layar/YouTube KGM Bappenas)

Salah satu epidemiolog yang diundang adalah Dr. Pandu Riono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Berbicara tanpa menggunakan slide presentasi, Pandu mengutip kembali pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang kini merasa sibuk mengobati pasien COVID-19 untuk meningkatkan angka kesembuhan.

Padahal, kata Pandu, kuncinya ada pada penekanan penularan agar rumah sakit dan tenaga kesehatan tidak kewalahan. 

"PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) atau PPKM sudah bukan momen emasnya lagi. Sudah lewat, dampaknya akan tidak besar. Sekarang, bagaimana memperkuat partisipasi masyarakat dalam menangani pandemik," ungkap Pandu dalam diskusi dengan durasi lebih dari 1 jam itu. 

"Menurut saya kita harus bermitra dengan semua kelompok masyarakat kecil, besar, berbeda pandangan politik atau tidak, dan menyadarkan mereka bahwa ini tanggung jawab bersama dalam mengatasi pandemik," tutur dia. 

Ia juga menilai dalam penerapan pembatasan pergerakan manusia selalu ada kontradiktif. Sebab, ada pihak yang ingin mendahulukan pemulihan ekonomi, sedangkan di pihak lainnya ingin menekan penularan kasus COVID-19.

"Sikap mendua seperti ini malah tidak efektif (dalam menangani pandemik)," katanya. 

Hal lain yang juga disampaikan Pandu yaitu virus Sars-CoV-2 satu keluarga dengan HIV. Mereka selalu bermutasi. Karena itu, bila tidak ditekan penularannya, maka akan muncul mutasi virus COVID-19 lokal di Indonesia, sebab virus memiliki sifat melarikan diri dari sistem imunitas tubuh. 

Ia menyebutkan ada empat tantangan yang dihadapi pemerintah bila virus sudah terlanjur bermutasi. Pertama, mempercepat penularan, kedua meningkatkan korban jiwa, ketiga, tes swab PCR tidak akan lagi mengenali virus Sars-CoV-2, dan empat bisa memengaruhi program vaksinasi. 

"Jadi, meski cakupan vaksinasi sudah tinggi, tetapi virus yang masuk sudah tidak dikenali oleh imun kita, seperti (usaha) yang sia-sia. Jadi, semua upaya ini harus serempak dimanfaatkan," ucap dia. 

Sementara, epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman sepakat dengan kekhawatiran Pandu terkait mutasi baru virus corona. Sebab, bisa mengacaukan semua program yang telah disusun pemerintah. 

Ia juga menyoroti soal vaksinasi mandiri yang didukung epidemiolog lain, Hariadi Wibisono. Dicky mewanti-wanti agar sebelum diluncurkan harus dikaji secara matang dampaknya.

"Jangan sampai ada istilah vaksin kelas I, kelas II. Ini perlu dikelola agar tidak terjadi hal yang sifatnya kontraproduktif," kata Dicky. 

Baca Juga: Epidemiolog: PSBB Jawa-Bali Tak akan Efektif Tanpa Penerapan 3T

2. PPKM diusulkan diperpanjang, tapi dengan konsep seperti PSBB DKI pada Maret 2020

Epidemiolog Diskusi Perdana dengan Menko Luhut, Apa Masukan Mereka?ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Meski menyampaikan PPKM Jawa-Bali tidak efektif, Pandu sepakat bila program itu terus dilanjutkan, namun dengan catatan harus diperketat. 

"Jadi, harus dikerahkan TLI (tracing, lacak, dan isolasi) dan formatnya sama seperti ketika PSBB DKI dilakukan Maret lalu. Bukannya malah memperpanjang jam operasional mal selama satu jam ya," ungkap Pandu ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Kamis malam. 

Selain itu, ia kembali mengingatkan ketika kasus COVID-19 sudah menembus angka 1 juta. Maka, fase penularannya sudah berubah. Virus corona meluas semata-mata bukan lagi disebabkan pergerakan penduduk, melainkan karena virus corona sudah masuk ke komunitas terkecil seperti keluarga. 

3. Luhut kembali salahkan warga yang tak disiplin mematuhi protokol kesehatan

Epidemiolog Diskusi Perdana dengan Menko Luhut, Apa Masukan Mereka?Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan diminta Presiden Jokowi untuk fokus menangani kasus Covid-19 di sembilan provinsi yang berkontribusi besar terhadap total kasus nasional (ANTARA/HO-Kemenko Kemaritiman dan Investasi)

Sementara, dalam diskusi dengan para epidemiolog itu, Luhut kembali menyebut salah satu faktor penyebab kasus COVID-19 di Tanah Air terus melonjak, karena sikap warga yang abai terhadap protokol kesehatan.

"Eksekusinya di lapangan, bahkan belum mencapai 40 persen yang disiplin mengenakan masker," kata pria yang sempat menjadi Kepala Staf Kepresidenan (KSP) itu. 

Oleh sebab itu, Luhut mengatakan, pemerintah akan memperbaiki perilaku masyarakat. Salah satunya dengan mengajak Menteri Agama agar menggandeng tokoh-tokoh agama, untuk mengingatkan masyarakat soal pentingnya protokol kesehatan. 

Hal lain yang sempat disinggung Luhut, yaitu mendorong agar warga tidak lagi memberikan stigma negatif kepada orang yang terpapar COVID-19. "Jangan dikira COVID-19 ini aib. Siapa saja bisa kena," ujarnya. 

Pada akhir pertemuan, Luhut mengusulkan agar pertemuan serupa dibuat menjadi rutin. Ia merencanakan diskusi daring selanjutnya diadakan pada 25 Februari 2021. 

Baca Juga: Soal Vaksinasi Mandiri, Jokowi: Jika Dibayar Perusahaan, Kenapa Tidak?

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya