ICJR: Pemerintah Punya Opsi untuk Adili ISIS Eks WNI di Indonesia 

Saat ini 689 WNI yang berada di kamp pengungsian stateless

Jakarta, IDN Times - Organisasi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai sebagai negara hukum, Indonesia harus memiliki opsi lain dalam menangani WNI simpatisan kelompok ISIS. Dengan memilih tak memulangkan sekitar 689 warga itu, bukan berarti permasalahan selesai sampai di situ. Menurut Direktur ICJR, Anggara Suwahju setidaknya ada tiga opsi yang harus diperhatikan oleh pemerintah. 

ICJR, kata Anggara, tak menggunakan istilah yang disampaikan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo yakni ISIS eks WNI. Sebab, dalam pandangan ICJR, dengan membakar paspor tidak lantas kewarganegaraan mereka langsung hilang. 

"Yang jelas, bakar paspor itu pidana karena menghancurkan dokumen negara, kan kalau bakar paspor terus pindah kewarganegaraan itu nanti saya bakar pergi ke Finlandia saja. Saya bakar paspornya, lumayan pindah gratis," kata Anggara ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Senin (10/2) lalu. 

Poin mengenai status kewarganegaraan mereka menjadi salah satu yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah. Walaupun pada Kamis (13/2), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko justru menyatakan hal sebaliknya. Menurut dia justru ratusan warga itu membakar paspornya, maka sama saja mereka telah membuang kewarganegaraan Indonesia. 

"Mereka sendiri yang menyatakan sebagai stateless (tak punya kewarganegaraan)," kata Moeldoko di Istana seperti dikutip dari kantor berita Antara

Sementara, dalam pandangan ICJR, pemerintah tak seharusnya membiarkan mereka menjadi stateless. Belum lagi apabila pemerintah yang mencabut kewarganegaraan mereka malah membenarkan ISIS merupakan satu negara yang sah. Lho, kok bisa begitu? Opsi apalagi yang sesungguhnya bisa ditempuh oleh pemerintah?

1. Opsi pencabutan kewarganegaraan dinilai bukan pilihan bijak

ICJR: Pemerintah Punya Opsi untuk Adili ISIS Eks WNI di Indonesia (Ilustrasi palu sidang) IDN Times/Arief Rahmat

Menurut Anggara melalui keterangan tertulis, rencana yang sempat ingin dilakukan oleh pemerintah dengan mencabut kewarganegaraan warga yang telah bergabung dengan kelompok ISIS justru tak bijak dilakukan. Dengan mencabut kewarganegaraan ratusan WNI itu dengan alasan karena telah bergabung dengan tentara asing atau negara asing, justru secara tidak langsung pemerintah mengakui entitas ISIS sebagai negara. 

"Padahal, menurut Konvensi Montevideo tahun 1933, syarat berdirinya sebuah negara adalah pertama, populasi permanen; kedua, wilayah yang tetap; ketiga, pemerintahan dengan kendali yang efektif; dan keempat, kemampuan untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Sementara, hingga kini belum ada satu pun negara di dunia yang bersedia menjalin hubungan diplomatik resmi dengan ISIS," ujar Anggara pada Kamis (13/2). 

Pertimbangan hukum lainnya agar pemerintah tak mencabut kewarganegaraannya tertera di pasal 28D ayat (4) UUD 1945 di mana isinya menjamin hak seseorang atas status kewarganegaraan sebagai salah satu hak asasi manusia. 

"Dalam Pasal 15 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, yang mana Indonesia juga merupakan negara pihak menandatangani, juga telah disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak atas kewarganegaraan," tutur dia lagi. 

Sementara, di Pasal 24 ayat (3) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik juga mengatur bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh kewarganegaraan. Di kamp pengungsian tersebut tidak hanya terdapat orang dewasa, tetapi juga anak-anak dan bayi. 

Baca Juga: Tutup Pintu Pemulangan 600 Anggota ISIS Eks WNI

2. Pemerintah Indonesia tidak dapat mencekal ISIS eks WNI kembali ke Tanah Air

ICJR: Pemerintah Punya Opsi untuk Adili ISIS Eks WNI di Indonesia (Ilustrasi kelompok teroris) IDN Times/Arief Rahmat

Hal kedua yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, kata Anggara, yakni mereka tak bisa melarang ISIS eks WNI kembali ke Tanah Air. Lho, kok bisa? Sebab, berdasarkan UU nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian disebutkan di pasal 14 ayat (1) bahwa setiap WNI tidak dapat ditolak masuk wilayah Indonesia. 

Kemudian, di dalam UU nomor 39 tahun 1999 pasal 27 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tertulis WNI berhak meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah NKRI sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 

"Tidak ada dasar hukum untuk melarang WNI kembali ke Indonesia," tutur Anggara. 

3. Pemerintah Indonesia bisa membawa pulang ISIS eks WNI ke Tanah Air untuk diadili

ICJR: Pemerintah Punya Opsi untuk Adili ISIS Eks WNI di Indonesia IDN Times/Ayu Afria

Opsi lain yang bisa ditempuh oleh pemerintah yakni tetap memboyong ratusan warga itu pulang ke Tanah Air lalu diadili. Lagipula, kata Anggara, pemerintah sudah memiliki perangkat hukum UU pemberantasan tindak pidana terorisme. Aturan itu tertulis di UU nomor 1 tahun 2002. 

"Tindakan yang dilakukan oleh ISIS masuk kategori terorisme oleh Dewan Keamanan PBB. Presiden Dewan Keamanan PBB telah mengutuk tindakan terorisme, termasuk oleh organisasi yang beroperasi dengan nama ISIS di Irak, Suriah dan Lebanon," ujar dia. 

Ia melanjutkan dengan menggunakan UU nomo1 tahun 2002, maka setiap warga yang dengan senjaga melakukan tindakan teror bisa dibui hingga 20 tahun. Bahkan, terbuka juga peluang untuk dihukum seumur hidup atau divonis mati. 

Pasal lain yang bisa dikenakan yakni ISIS eks WNI bisa dikenakan pasal makar terhadap negara lain yakni Suriah. Hal itu sesuai dengan Pasal 139b KUHP. Walaupun perbuatan mereka dilakukan di luar Indonesia, tetapi, kata Anggara, tetapi tetap dapat diadili di Tanah Air. 

Selain bisa diadili di Indonesia, ISIS eks WNI turut bisa disidangkan di mahkamah pidana internasional (ICC). 

"Tetapi, dalam hal ini, mereka sudah melakukan pelanggaran serius yakni pelanggaran hukum humaniter internasional maupun pelanggaran terhadap hukum pidana internasional, seperti kejahatan terhadap kemanusiaan," kata dia. 

4. Pemerintah diminta tetap mempertimbangkan untuk memulangkan perempuan dan anak-anak dari kamp pengungsian

ICJR: Pemerintah Punya Opsi untuk Adili ISIS Eks WNI di Indonesia Reuters/Ali Hashisho

Saran lain yang diberikan oleh ICJR, pemerintah tetap perlu mempertimbangkan untuk memulangkan ISIS eks WNI dari kelompok usia anak-anak dan perempuan. Sebab, pada umumnya mereka hanya korban. Baik korban propaganda ISIS maupun korban relasi kuasa yang timpang di keluarga.

"Oleh sebab itu, pemerintah harus mengkaji, mengklasifikasi, menelusuri rekam jejak masing-masing orang dan kebijakan yang diambil. Tidak bisa kebijakan yang ditempuh menggeneralisir," kata Anggara. 

Pemerintah pun memiliki pendapat serupa. Menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD pada (12/2) lalu menyebut pemerintah sudah membentuk tim khusus untuk mengidentifikasi orang Indonesia yang diduga pernah menjadi pendukung ISIS. 

"Pak Suhardi Alius, Kepala BNPT yang memimpin untuk menyiapkan seluruh perangkat," kata Mahfud di kediaman dinasnya di area Kuningan, Jakarta Selatan. 

Tim, kata Mahfud lagi, telah bergerak untuk melakukan verifikasi terhadap 689 nama orang Indonesia. Nama-nama itu diperoleh dari data beberapa lembaga intelijen seperti CIA, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS). 

Baca Juga: Komisi III DPR Dukung Pemulangan Anak Anggota ISIS Eks WNI

Topik:

Berita Terkini Lainnya