ICW: OTT KPK ke Nurdin Gak Ujug-ujug, Pasti Ada Investigasi Dulu

PDIP klaim tak ada barang bukti uang suap di rumah Nurdin

Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan tidak mungkin penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi senyap terhadap Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah tanpa dilengkapi bukti-bukti yang kuat.

Wakil Koordinator ICW, Agus Sunaryanto menjelaskan untuk bisa dilakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) minimal harus ada dua alat bukti. Tujuannya, agar ketika dilakukan upaya hukum tidak mudah dipatahkan lewat proses pra peradilan. 

"OTT itu kan gak ujug-ujug, gak tiba-tiba karena melihat ada transaksi (penyerahan uang) lalu langsung (ditangkap). Kalau (operasi senyap) dilakukan ujug-ujug kan belum tentu itu transaksi korupsi. Bisa saja itu transaksi jual beli mobil atau transaksi yang lain apakah itu legal dan sebaliknya," ungkap Agus ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Sabtu (27/2/2021). 

Ia menambahkan OTT merupakan langkah tindak lanjut dari proses penyelidikan kasus korupsi. Jadi, bisa dipastikan, sudah ada analisa terhadap kasus yang melibatkan Nurdin. 

"Kan pasti sudah ada pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan), termasuk upaya spionase, penyamaran dan tapping (penyadapan)," kata dia. 

Pernyataan Agus itu menanggapi kalimat yang disampaikan oleh Pemprov Sulsel bahwa tidak ada barang bukti yang diperoleh penyidik KPK dalam OTT yang digelar pada Jumat malam, 26 Februari 2021. Bahkan, ketika dijemput oleh penyidik KPK, Nurdin sedang berada di rumah dan tak ditemukan adanya uang suap. 

Apa tanggapan ICW soal KPK yang masih bisa melakukan operasi senyap meski undang-undangnya sudah direvisi?

1. ICW meminta publik menunggu pengumuman status hukum Nurdin Abdullah

ICW: OTT KPK ke Nurdin Gak Ujug-ujug, Pasti Ada Investigasi DuluGubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah (ANTARA FOTO)

Meski saat ini Nurdin sedang menjalani pemeriksaan di gedung Merah Putih KPK, tetapi ICW mengajak publik untuk tetap menunggu pengumuman resmi dari komisi antirasuah soal status hukumnya. Bisa saja, kata Agus, Nurdin berstatus saksi karena ia merupakan kepala daerah yang tahu detail kasus korupsi di Sulsel. 

"Tapi, bila ditetapkan (oleh KPK) sebagai tersangka, pasti orang-orang yang tertangkap tangan entah kepala dinas atau staf lainnya bisa jadi saat diperiksa langsung menyebut ada instruksi dari Pak Nurdin. Tetapi, itu baru hipotesis ya. Makanya harus menanti pengumuman resmi," kata Agus. 

Kemungkinan lain yang bisa terjadi sehingga Nurdin ikut diboyong ke Jakarta karena saat proses penyadapan namanya disebut secara tidak langsung oleh subjek yang disadap. "Mungkin yang disadap adalah pengusaha atau kepala dinas, tapi mereka menghubungi Pak Nurdin. Otomatis kan jadinya dua arah yang disadap," ujarnya lagi. 

Ketika diverifikasi suara dan nomor kontaknya, kata Agus, cocok dengan nomor Nurdin. 

Baca Juga: Nurdin Abdullah di Mata PDIP Sulsel: Baik dan Saleh

2. Jumlah OTT KPK menurun drastis setelah ada revisi undang-undang

ICW: OTT KPK ke Nurdin Gak Ujug-ujug, Pasti Ada Investigasi DuluWakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers dan sejumlah tersangka kasus OTT Bupati Kutai Timur di gedung KPK Jakarta, Jumat (3/7/2020) malam. ANTARA/HO-KPK/aa. (humas KPK)

Sementara, ketika dimintai tanggapannya soal KPK yang masih bertaji usai undang-undang direvisi, Agus mengatakan penilaian itu tidak bisa dilakukan di awal tahun. Namun, berdasarkan data pada 2020, jumlah penindakan mengalami penurunan drastis.

Berdasarkan data yang dirilis oleh KPK, mereka hanya melakukan 8 OTT pada 2020. Sementara, pada 2019, ada 21 operasi senyap dan 76 tersangka berhasil terjaring. 

"Khawatirnya pada masa pandemik ini lebih banyak potensi perbuatan korupsi. Karena jumlah uang untuk menangani (pandemik) ini entah itu dari bansos atau dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) banyak sekali. Tapi yang mengawasi minim karena penyidik khawatir terpapar (COVID-19)," tutur dia. 

Ia pun menilai seharusnya setelah dilakukan upaya mitigasi seperti penerapan protokol kesehatan yang ketat dan vaksinasi, jumlah OTT bisa digencarkan lebih banyak. 

"Jadi, jangan pandemik kembali dijadikan alasan dan penghalang untuk OTT. Seharusnya KPK mencoba beradaptasi dengan situasi pandemik," ujarnya. 

3. PDIP Sulsel sebut Nurdin tidak tertangkap tangan dalam operasi KPK

ICW: OTT KPK ke Nurdin Gak Ujug-ujug, Pasti Ada Investigasi DuluIDN Times/Asrhawi Muin

Sementara, Ketua DPP PDIP Sulsel, Andi Ridwan Wittiri mencoba meluruskan pemberitaan yang beredar di ruang publik mengenai penjemputan terhadap Nurdin oleh penyidik KPK. Ridwan menegaskan Nurdin tidak tertangkap tangan dalam OTT. 

"OTT dalam pengertian ada sebagai barang bukti atas kejadian tindak pidana korupsi. Hal itulah yang saya dengar langsung dari Prof. Nurdin. Saat itu tidak ada dana di rumah Prof. Nurdin, mengingat Beliau saat itu juga sedang dalam keadaan tidur, lalu dibangunkan oleh aparat hukum,” ujar Ridwan dalam keterangan tertulis pada hari ini. 

Sesuai dengan pasal 1 angka 19 KUHAP, makna tangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang karena empat hal. Pertama, pada waktu sedang melakukan tindak pidana, kedua, individu itu dengan segera tertangkap sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, ketiga, sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya dan keempat, apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu. Benda tersebut kemudian menunjukkan ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

Di sisi lain, Ridwan juga mengaku tak yakin Nurdin bersedia bertemu dengan orang lain yang membawa tas berisi uang. Sebab, selama masa pandemik, ia menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

"Sebelum menerima tamu, seluruh tamu dilarang membawa apapun kecuali buku catatan. Semua tas yang dibawa wajib ditaruh di loker," katanya. 

Ia mengaku tak yakin bila orang nomor satu di Provinsi Sulsel itu korupsi. Sebab, ia adalah orang yang jujur dan baik. Apalagi Nurdin pernah menerima penghargaan tokoh antikorupsi pada 2017 lalu dari Perkumpulan Bung Hatta Corruption Award (BHACA). 

"Itu kan bukan penghargaan sembarangan," ungkap Ridwan. 

https://www.youtube.com/embed/7ZNF-pN7tmg

Baca Juga: Dewan Juri Bung Hatta Award Kecewa Tahu Nurdin Abdullah Terjaring KPK

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya