IDI Minta Pemerintah Tentukan Penerima Vaksin Gratis dan Mandiri

Vaksin gratis harus tepat sasaran!

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Faqih, memberikan catatan bagi pemerintah yang ingin menggandeng perusahaan swasta dalam pendistribusian vaksin COVID-19. Ia meminta pemerintah harus jelas dalam mengklasifikasikan kelompok yang berhak menerima vaksin gratis dengan yang vaksin mandiri.

Daeng menyebut penentuan penerima harus jelas agar pemberian vaksin gratis tepat sasaran.

"Minimal ada tiga kelompok yang jadi sasaran penerima vaksin gratis. Pertama, bagi saudara-saudara kita yang tidak mampu yang terdaftar dalam penerima bantuan iuran di BPJS Kesehatan. Datanya valid, yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan ada sekitar 96,8 juta," ungkap Daeng ketika menjawab pertanyaan IDN Times dalam diskusi virtual dengan tajuk "Vaksinasi COVID-19, Perubahan Perilaku dan Diseminasi Informasi", Jumat (22/1/2021). 

Kelompok kedua penerima vaksin virus corona gratis menurutnya adalah tenaga kesehatan. Sedangkan, kelompok ketiga penerima vaksin gratis yaitu pelayan publik.

"Selebihnya, di luar dari kelompok itu bisa masuk ke vaksin mandiri," tutur dia. 

Meski begitu, ia mengingatkan agar wacana vaksin mandiri jangan sampai mengganggu pemberian vaksin gratis. Saat ini, di tahap pertama, pemerintah mulai memberikan vaksin buatan Sinovac, CoronaVac, yang diimpor langsung dari Tiongkok. 

Daeng juga meminta pemerintah agar merek vaksin yang sudah ditetapkan sebagai vaksin gratis tidak dicampur dengan merek vaksin yang berbayar.

Baca Juga: Vaksin Mandiri yang Libatkan Swasta Bisa Picu Kesan Diskriminatif

1. Efikasi vaksin gratis dan mandiri harus setara

IDI Minta Pemerintah Tentukan Penerima Vaksin Gratis dan MandiriKetua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Daeng M. Faqih (Tangkapan layar Zoom)

Daeng tak menampik potensi kecemburuan di kalangan publik ketika ada perbedaan cara memperoleh vaksin COVID-19. Apalagi, saat ini masih ada keraguan sejumlah pihak terhadap vaksin CoronaVac yang tingkat efikasinya 65,3 persen.

Angka tersebut memang melebihi batas minimal yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk memperoleh izin penggunaan darurat. Namun, masih kalah dengan vaksin buatan Pfizer yang tingkat efikasinya 95 persen dan AstraZeneca dengan efikasi berkisar 62 persen hingga 90 persen. 

Oleh karena itu, Daeng mengusulkan agar vaksin COVID-19 yang diberikan secara gratis harus memiliki kemampuan yang setara dengan vaksin mandiri.

"Jadi, secara teknologi, bila vaksin gratis (menggunakan teknologi) inactivated (virus), maka yang vaksin mandiri juga memakai teknologi inactivated," ujar Daeng. 

"Bila nanti, misalkan Pfizer juga masuk skema vaksin yang gratis, maka harus ada padanan (vaksin COVID-19) apa yang digunakan untuk vaksin mandiri," imbuhnya.

Baca Juga: Menkes Buka Opsi Vaksinasi Mandiri oleh Perusahaan

2. Rencana vaksin mandiri mendapat kritikan

IDI Minta Pemerintah Tentukan Penerima Vaksin Gratis dan MandiriPetugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 saat simulasi pelayanan vaksinasi di Puskesmas Kemaraya, Kendari, Sulawesi Tenggara, Jumat (18/12/2020). Simulasi tersebut dilaksanakan agar petugas kesehatan mengetahui proses penyuntikan vaksinasi COVID-19 yang direncanakan pada Maret 2021. (ANTARA FOTO/Jojon)

Sementara, kelompok inisiatif publik bernama Lapor COVID-19 mengkritik rencana pemerintah yang ingin menggandeng perusahaan swasta untuk mempercepat proses vaksinasi. Dikutip dari akun Instagram @laporcovid19, Jumat (22/1/2021), mereka menilai dibukanya jalur vaksin mandiri akan mengacaukan pengaturan prioritas penerima vaksin virus corona. 

"Sesuai dengan rekomendasi WHO, prioritas mereka yang menerima vaksin adalah kelompok rentan terpapar seperti tenaga kesehatan, kelompok lanjut usia, dan masyarakat yang tinggal di lokasi dengan tingkat penularan yang tinggi," tulis Lapor COVID-19. 

Menurut mereka, distribusi vaksin virus corona harus dilakukan dengan pertimbangan kesehatan masyarakat, medis dan epidemiologi. Lapor COVID-19 menegaskan distribusi vaksin bukan mempertimbangkan kemampuan finansial.

Lapor COVID-19 mengkhawatirkan jika perusahaan swasta dibolehkan untuk mendapatkan vaksin untuk kebutuhan lingkungannya, jatah vaksin gratis bagi publik akan berkurang.

3. Erick Thohir sebut vaksin mandiri akan dijalankan dua bulan usai vaksin gratis dimulai

IDI Minta Pemerintah Tentukan Penerima Vaksin Gratis dan MandiriMenteri BUMN Erick Thohir memberikan keterangan pers di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (11/12) (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengatakan wacana vaksinasi COVID-19 mandiri akan direalisasikan satu hingga dua bulan setelah vaksinasi gratis diluncurkan. Hal itu diungkapnya saat mengikuti rapat bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (20/1/2021).

"Jadi, saat ini kami tetap mengutamakan vaksin gratis, baru nanti setelah itu vaksin mandiri. Kami juga memberlakukan catatan, yaitu merek vaksinnya tidak sama dengan yang diberikan saat ini, supaya tidak bercampur," ungkap Erick di Gedung DPR RI, Jakarta.

Sementara itu, dalam acara Kompas 100 CEO Forum Tahun 2021, Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengakui kerap dihubungi para pengusaha terkait vaksinasi COVID-19. Ia mengaku para pengusaha bertanya akan kemungkinan vaksinasi mandiri.

"Kita perlu mempercepat, perlu sebanyak-banyaknya (sumber daya untuk vaksinasi) apalagi biayanya ditanggung perusahaan sendiri. Kenapa tidak?" kata Jokowi, Kamis (21/1/2021).

https://www.youtube.com/embed/4-W-Vig3J1I

Baca Juga: Vaksin Mandiri yang Libatkan Swasta Bisa Picu Kesan Diskriminatif

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya