Imparsial: Jokowi Hidupkan Lagi Dwifungsi ABRI Lewat RPP Manajemen ASN

TNI-Polri harusnya fokus jadi alat pertahanan dan keamanan

Jakarta, IDN Times - Rencana pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo untuk membuka peluang prajurit TNI-Polri duduk di jabatan sipil menuai protes dari masyarakat sipil, termasuk Imparsial. Personel TNI/Polri diberikan ruang lebih luas untuk duduk di jabatan sipil lewat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen ASN. Pembahasannya sudah mulai dilakukan pada 13 Maret 2024 lalu. 

Menurut Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, rencana Jokowi lewat RPP Manajemen ASN menjadi pembuktian bahwa ia ingin kembali menghidupkan dwifungsi ABRI. Lewat dwifungsi ABRI yang hidup di era Orde Baru, militer dapat berperan ganda di sejumlah bidang mulai dari sosial budaya, hankam, nasional hingga politik dan ekonomi.

"Kami memandang bahwa bila pengaturan teknis tentang penempatan (personel) TNI dan Polri aktif benar diakomodir di dalam RPP tersebut, jelas hal itu akan mengancam demokrasi. Karena melegalisasi atau menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI seperti masa otoritarian Orde Baru," ujar Gufron di dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (15/3/2024). 

TNI, kata Gufron, merupakan alat pertahanan negara yang bertugas menghadapi ancaman perang. Sedangkan Polri bertugas menjaga ketertiban masyarakat dan melakukan penegakan hukum. 

"Kedua lembaga itu sepatutnya dan seharusnya tidak terlibat dalam kegiatan politik serta menduduki jabatan-jabatan sipil karena itu bukan fungsi dan kompetensinya," tutur dia lagi. 

Maka, penempatan personel TNI-Polri di jabatan sipil merupakan sesuatu yang sudah menyalahi jati diri mereka. 

1. Penghapusan dwifungsi ABRI merupakan bagian dari agenda reformasi 1998

Imparsial: Jokowi Hidupkan Lagi Dwifungsi ABRI Lewat RPP Manajemen ASNGerakan Reformasi mahasiswa pada tahun 1998 dalam memperjuangkan demokrasi yang adil dan makmur (Dokumentasi BBC Inggris)

Lebih lanjut, Gufron mengatakan bahwa penghapusan dwifungsi ABRI merupakan bagian dari agenda demokratisasi 1998. Dwifungsi ABRI ketika itu dihapuskan karena sebagai bentuk koreksi atas penyimpangan fungsi dan peran militer. Personel ABRI, kata Gufron, digunakan sebagai alat kekuasaan di masa otoritarian.

"Salah satu praktik dwifungsi ABRI yang dihapuskan adalah penempatan anggota TNI dan Polri aktif pada jabatan-jabatan sipil, baik di kementerian, lembaga negara maupun di pemerintahan daerah. Mulai dari gubernur, bupati, hingga wali kota," ujar Gufron.  

Meski ia mengakui penempatan personel TNI aktif di kementerian atau instansi sipil saat ini masih dibatasi di beberapa lembaga saja. Namun, dalam pandangannya, penghapusan dwifungsi ABRI seharusnya tetap dipertahankan. 

"Pada konteks ini, penting bagi elite politik untuk tidak membuka ruang dihidupkannya kembali praktik politik era otoritarian tersebut. Karena sekali ruang tersebut dibuka dan apalagi dilegalisasi melalui undang-undang, maka sama saja mengembalikan peran TNI-Polri seperti di era Orde Baru," tutur dia. 

Baca Juga: Menpan RB: Jabatan Sipil yang Bisa Diisi TNI/Polri Masih Terbatas

2. Wacana penempatan TNI-Polri di jabatan sipil bukan solusi penumpukan perwira non-job

Imparsial: Jokowi Hidupkan Lagi Dwifungsi ABRI Lewat RPP Manajemen ASNMayjen TNI Tandyo Budi Revita bersama Pangdam Diponegoro yang baru Mayjen TNI Deddy Suryadi memberi pernyataan di depan media. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Gufron juga menilai, wacana perwira militer dan kepolisian aktif dapat menduduki jabatan-jabatan sipil di kementerian dan lembaga, diragukan bertujuan untuk pembangunan dan penataan TNI/Polri. Selain itu, menurutnya, langkah tersebut bukan menjadi solusi adanya penumpukan perwira non-job di TNI maupun Polri. Saat ini, diketahui ada sejumlah perwira tinggi yang belum memiliki jabatan apapun. 

"Untuk menyelesaikan masalah itu, bisa dilakukan dengan upaya lain seperti melakukan perbaikan proses rekrutmen anggota, pendidikan, kenaikan karier dan kepangkatan," kata Gufron. 

Merealisasikan agenda itu dinilainya jauh lebih penting untuk dilakukan. Bukan justru membuka ruang penempatan bagi personel TNI/Polri di jabatan-jabatan sipil hingga akan memunculkan masalah baru di kemudian hari. 

Alih-alih duduk di jabatan sipil, kata Gufron, sebaiknya TNI fokus untuk melatih spesialisasi prajuritnya untuk menghadapi ancaman spesifik. Apalagi saat ini generasi perang yang ada sudah memasuki generasi perang keempat. 

"Polri juga sudah seharusnya difokuskan untuk menghadapi ancaman yang juga semakin kompleks, seiring dengan perkembangan perbuatan kriminal yang tak lagi menggunakan cara-cara konvensional," tutur dia lagi. 

3. Menpan RB bantah penempatan personel TNI/Polri di jabatan sipil untuk hidupkan dwifungsi ABRI

Imparsial: Jokowi Hidupkan Lagi Dwifungsi ABRI Lewat RPP Manajemen ASNMenteri PANRB, Azwar Anas (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas, menjelaskan posisi di instansi sipil yang dapat diisi oleh anggota TNI atau Polri tetap terbatas. Hal itu selaras dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS.

RPP tentang manajemen ASN. RPP tersebut mencakup 22 bab dan 305 pasal. Di dalam aturan tersebut juga dibahas jabatan ASN yang dapat diisi oleh personel TNI dan Polri. Sebaliknya warga sipil juga dapat menduduki posisi di instansi TNI/Polri.

"Jadi, terkait (pengisian jabatan) oleh personel TNI/Polri itu selaras dengan PP Nomor 11 Tahun 2017. Di mana personel TNI juga ada batasan untuk menempati posisi di ASN. Begitu juga personel Polri itu bisa ditempatkan di jabatan tertentu dan instansi pusat tertentu. Cuma yang sekarang ASN bisa menempati posisi di instansi TNI/Polri," ujar Azwar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada 13 Maret 2024 lalu. 

"Jadi, itu sifatnya resiprokal. Hal itu belum pernah diatur sebelumnya. Nanti, akan kita rinci kembali termasuk usulan-usulan di dalam RPP yang akan kami selesaikan," tutur dia lagi. 

Menteri dari PDIP itu pun memastikan, lewat RPP tersebut tidak akan terjadi dwifungsi ABRI, di mana militer dapat berperan ganda di sejumlah bidang mulai dari sosial budaya, hankam, nasional hingga politik dan ekonomi.

"Nanti, akan kami uraikan. Ini kan belum selesai. Yang pasti (RPP) ini justru menata selaras PP Nomor 11 Tahun 2017 dan UU TNI/Polri, karena mereka kan juga punya undang-undang masing-masing," katanya.

Lebih lanjut, Azwar menjelaskan bahwa TNI hanya dapat mengisi posisi sipil di 10 instansi. Sedangkan, bagi personel Polri hanya bisa mengisi jabatan tertentu dan tak bisa di semua instansi.

 "Di UU TNI kan sudah jelas ya (posisi mana saja yang bisa diisi). Nanti bisa dilihat," katanya. 

Sementara, mengacu kepada UU Nomor 34 Tahun 2004 mengenai TNI, berikut daftar kementerian yang bisa diisi oleh personel militer:

  • Kemenko Polhukam
  • Kementerian Pertahanan
  • Sekretaris Militer Presiden
  • Badan Intelijen Negara
  • Lembaga Sandi Negara
  • Lembaga Ketahanan Nasional
  • Badan Search and Rescue (SAR) Nasional
  • Badan Narkotika Nasional
  • Mahkamah Agung
  • Dewan Pertahanan Nasional

Selain itu, berdasarkan Peraturan Menhan Nomor 38 Tahun 2016 juga diatur personel TNI bisa mengisi jabatan tertentu di tiga instansi yakni Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), dan Badan Keamanan Laut (Bakamla). 

https://www.youtube.com/embed/JHJSic1HoZ4

Baca Juga: Kadispenad: Lapor ke Kami Bila Ada Prajurit TNI AD Tak Netral

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya