Imparsial: Tito Cari Celah Agar Bisa Angkat TNI Jadi Pj Gubernur

Achmad diangkat dulu jadi sahli sebelum dilantik pj gubernur

Jakarta, IDN Times - Lembaga Imparsial mendesak Kementerian Dalam Negeri agar segera membuat aturan tentang tata cara pelaksanaan pengisian kekosongan jabatan kepala daerah. Tujuannya agar tidak terulang kembali penjabat kepala daerah dari unsur TNI atau Polri dilantik. 

Direktur Imparsial, Gufron Mabruri menilai, pelantikan Mayjen TNI (Purn) Achmad Marzuki adalah salah satu bentuk dan cara pemerintah memanfaatkan kekosongan aturan hukum untuk memuluskan jalan bagi perwira TNI agar dapat menduduki jabatan sipil.

Salah satu cara mengakalinya yaitu dengan mengangkat Achmad menjadi staf ahli Mendagri pada 4 Juli 2022 lalu. Dua hari kemudian, Achmad dilantik menjadi penjabat kepala daerah di Daerah Istimewa (DI) Aceh. 

"Jika mencermati cepatnya peralihan dari posisi staf ahli Kemdagri hingga ditunjuk menjadi Pj Gubernur, muncul kesan bahwa pemerintah memanfaatkan kekosongan aturan hukum untuk memuluskan jalan bagi perwira TNI bisa mengisi jabatan sipil," ungkap Gufron melalui keterangan tertulis yang dikutip, Jumat, (8/7/2022).

Ia menilai Achmad diangkat lebih dulu sebagai staf ahli menteri di Kemdagri untuk menghindari polemik larangan prajurit TNI aktif menjabat sebagai penjabat kepala daerah. Mendagri Tito sempat ngotot melantik Brigjen TNI Andi Chandra As'adudin sebagai Bupati Seram Barat pada 24 Mei 2022. Ia sehari-hari juga menjabat sebagai Kepala BIN Daerah Sulawesi Tengah. 

"Keputusan itu dikritik dan mendapat penolakan yang luas dari masyarakat. Sejak saat itu, Mendagri sempat mengatakan bahwa kemungkinan besar pihaknya tidak akan mengajukan penjabat kepala daerah dari TNI dan Polri aktif," tutur dia. 

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Imparsial, kata Gufron, khawatir posisi sebagai staf ahli mendagri hanya dijadikan sebagai transit untuk penempatan prajurit TNI pada jabatan sipil.

Lalu, apa pembelaan dari Kemdagri soal tuduhan akal bulus agar bisa tetap melantik prajurit TNI aktif menjadi penjabat kepala daerah?

1. Kemendagri sebut Achmad Marzuki sudah pensiun dini dari TNI

Imparsial: Tito Cari Celah Agar Bisa Angkat TNI Jadi Pj GubernurMayjen (Purn) Achmad Marzuki (kiri) ketika menerima cinderamata dari Gubernur Aceh, Nova Iriansyah pada 2021 lalu. (Humas Provinsi Aceh)

Sementara, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irawan membantah bahwa instansinya telah melanggar aturan dengan tetap melantik Achmad Marzuki menjadi penjabat Gubernur di Aceh. Sebab, Achmad kini sudah tak lagi aktif di TNI. Ia sudah pensiun. 

"Achmad Marzuki telah mengundurkan diri dan pensiun dini aktif dari keprajuritannya di TNI. Status Achmad Marzuki kini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa," ujar Benni di dalam keterangan tertulis pada 6 Juli 2022. 

Lebih lanjut, Benni menegaskan, tidak ada yang keliru dari penunjukan Achmad sebagai penjabat Gubernur Aceh. Ia mengatakan, posisi sebagai staf ahli menteri merupakan jabatan pimpinan tertinggi madya. 

"Jadi, semuanya sudah sesuai prosedur," kata dia.

Ia menambahkan, Achmad saat ini berusia 55 tahun. Sementara di TNI, usia pensiun untuk setiap jabatan berbeda. Perwira memiliki batas usia pensiun yang paling tinggi yakni 58 tahun. Aturan tersebut tertuang di dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

Maka, kini Achmad sudah tak lagi bisa disebut sebagai perwira TNI aktif. "Yang jelas yang bersangkutan adalah ASN Kemendagri dengan jabatan staf ahli menteri," tutur dia.

Namun, Benni tak menampik bahwa Achmad pernah menjabat sebagai Panglima Kodam Iskandar Muda, yang salah satunya menjaga teritori Daerah Istimewa Aceh. 

Pengunduran diri Achmad juga dikonfirmasi oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Ia mengaku sudah menandatangani surat pengunduran diri Achmad sejak 1 Juli 2022 lalu.

"Surat usulan pemberhentian dengan hormat Mayjen TNI Achmad Marzuki dari prajurit TNI sudah saya tanda tangani pada 1 Juli kemarin," kata Andika pada 5 Juli 2022 lalu ke media di Jakarta.

Baca Juga: Achmad Marzuki Disebut Tak Lagi di TNI, Bisa Dilantik Jadi Penjabat

2. Imparsial khawatir posisi kepala daerah lain yang bakal kosong juga akan diisi personel TNI

Imparsial: Tito Cari Celah Agar Bisa Angkat TNI Jadi Pj GubernurIlustrasi pemilihan kepala daerah (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, Imparsial khawatir dengan absennya aturan yang jelas soal pemilihan pj kepala daerah, posisi kepala daerah lainnya bakal diisi oleh individu dengan latar belakang TNI atau Polri. Berdasarkan catatan dari Kemdagri, ada 101 jabatan kepala daerah yang bakal berakhir pada 2022. Sedangkan, 170 kepala daerah pada 2023 bakal kosong. 

"Sehingga, total ada 271 posisi kepala daerah yang bakal diisi oleh penjabat kepala daerah sebelum pilkada tahun 2024," kata Gufron. 

Maka, Imparsial pun mendesak Kemendagri agar segera membuat aturan mengenai tata cara pelaksanaan pengisian kekosongan jabatan kepala daerah sesuai yang diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan nomor 67 tahun 2021. 

"Lebih dari itu, pemerintah juga harus menjamin transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik, khususnya aspirasi yang berkembang di daerah dalam proses penunjukkan pj kepala daerah, termasuk membuka nama-nama yang diusulkan sehingga publik dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait nama-nama yang diusulkan menjadi pj kepala daerah," tutur dia lagi.

3. Kemendagri didesak anulir keputusan melantik Achmad Marzuki jadi pj kepala daerah

Imparsial: Tito Cari Celah Agar Bisa Angkat TNI Jadi Pj GubernurMendagri Tito Karnavian lantik Pejabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki (dok. Puspen Kemendagri)

Sementara, sejumlah LSM, termasuk Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kemendagri agar menganulir penunjukkan Achmad Marzuki sebagai pj Gubernur Aceh. Pemilihan penjabat kepala daerah dari unsur TNI, kata KontraS, membuktikan Mendagri Tito tidak menjalankan pernyataannya sendiri bahwa tidak akan ada lagi pj kepala daerah dari unsur TNI atau kepolisian. 

"Penunjukkan ini lagi-lagi juga tidak mengindahkan perintah MK untuk mendasarkan penunjukkan pada aturan pelaksana soal penunjukkan pj kepala daerah. Terlebih penting lagi, penunjukkan langsung penjabat kepala daerah Aceh ini telah melanggar HAM karena dilakukan tidak secara transparan dan akuntabel," demikian isi keterangan tertulis KontraS yang dikutip pada hari ini.

Publik yang paling berkepentingan dalam hal ini yakni masyarakat Aceh justru tak dapat terlibat untuk berpartisipasi dalam proses pemilihan penjabat gubernur. "Padahal, hak atas partisipasi masyarakat juga dijamin sebagai hak konstitusional sdalam konstitusi berdasarkan pasal 27 ayat (1) dan pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa dan negara," kata mereka.

Di sisi lain, KontraS juga mengkritisi penunjukkan Achmad yang tidak memperhatikan aspek politis dan historis yang panjang. Masyarakat Aceh terluka lantaran penjabat gubernur dipilih dari unsur militer. 

"Aceh dulu diliputi sejarah panjang konflik dan pelanggaran HAM. Sejumlah korban belum terpenuhi haknya, terutama hak atas pemulihan yang seharusnya menjadi pertimbangan," tutur KontraS lagi.

Baca Juga: Lokasi Pelantikan Achmad Marzuki Dipindah, Tito: Untuk Hormati Aceh

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya