Indeks Persepsi Korupsi RI Anjlok, Mahfud MD: Itu Opini Bukan Fakta

Indeks Perseksi Korupsi RI berada di bawah Timor Leste

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD menilai anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 hingga tiga poin merupakan persepsi publik. Faktanya, menurut dia, belum tentu demikian. 

Dalam rilis IPK 180 negara oleh Transparency International Indonesia (TII) pada 28 Januari 2021 lalu, skor Indonesia anjlok tiga poin dari 40 menjadi 37. Peringkat Indonesia juga melorot dari 85 ke 102. IPK Indonesia berada di bawah negara tetangga di Asia Tenggara yakni Malaysia dan Timor Leste. 

Ia menilai hasil IPK bisa jadi berubah seandainya hasil survei dilakukan hingga Desember 2020. Sebab, pada periode November dan Desember 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencokok dua menteri aktif dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT). 

"Kenapa persepsi ini bisa muncul? Seperti yang sudah saya katakan karena ada kontroversi persepsi bahwa sudah terjadi pelemahan KPK dengan perubahan UU KPK. Itu persepsi, karena kontroversinya kuat sekali," ujar Mahfud ketika berbicara di program 'Sapa Indonesia Malam' yang tayang di stasiun Kompas TV pada Sabtu (30/1/2021). 

Sejak awal, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu tidak yakin bahwa komisi antirasuah menjadi ompong setelah undang-undangnya direvisi. Sebab, setelah direvisi KPK masih bisa melakukan penangkapan dan menyelamatkan aset negara hingga Rp592,4 triliun. 

Penyebab lainnya mengapa IPK Indonesia anjlok karena sempat muncul perdebatan soal korting hukuman bagi napi kasus korupsi oleh Mahkamah Agung. Bahkan, ada pula terpidana kasus korupsi yang dibebaskan oleh MA. 

"Tapi, itu masih persepsi. Seolah-olah menimbulkan persepsi oh ini (pemberantasan korupsi) sudah lemah. Sebenarnya setelah dikonfirmasi ternyata yang dikurangi hukumannya ada 8 persen dari seluruh pemohon PK (Peninjauan Kembali) atau kasasi," tutur dia. 

Lalu, apa langkah pemerintah untuk mendongkrak naik IPK tersebut?

1. Mahfud akui IPK Indonesia yang anjlok bisa pengaruhi investasi asing ke RI

Indeks Persepsi Korupsi RI Anjlok, Mahfud MD: Itu Opini Bukan FaktaIndeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 turun tiga poin (www.instagram.com/@tiindonesia)

Dalam program itu, Mahfud mengakui dengan anjloknya IPK Indonesia bisa turut mempengaruhi persepsi calon investor asing yang ingin menanamkan duitnya di tanah air. Tetapi, justru salah satu penyebab IPK Indonesia anjlok karena RI sejak lama dipandang sebagai negara yang tidak ramah untuk berinvestasi. 

"Persepsi itu memang akan tidak baik bagi iklim investasi di dalam negeri. Tapi ya kami tetap menerima itu sebagai fakta (mengenai hambatan investasi di Indonesia)," ujar Mahfud. 

Di sisi lain, situasi global yang kini memasuki pandemik COVID-19 juga tidak membantu Indonesia. Sebab, penyerapan anggaran dan insentif bagi warga selama pandemik tidak cepat didistribusikan. Hal itu juga yang sempat membuat Presiden Joko "Jokowi" Widodo kesal. 

Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi RI di 2020 Anjlok, Jadi Setara Gambia

2. ICW nilai penurunan IPK mengonfirmasi pemberantasan korupsi semakin melemah

Indeks Persepsi Korupsi RI Anjlok, Mahfud MD: Itu Opini Bukan FaktaIlustrasi KPK (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara, menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana anjloknya IPK Indonesia hingga tiga poin menandakan pemerintahan saat ini tidak memiliki program yang jelas soal pemberantasan rasuah. Saat berdalih ingin menguatkan, faktanya, kata Kurnia, justru kebijakan yang dikeluarkan malah melemahkan upaya pemberantasan rasuah. 

"Pemerintah baru menganggap survei itu benar, ketika hasilnya membenarkan kebijakan pemerintah. Tapi, kalau yang kami kritik, dianggap hasilnya tidak benar," ujar Kurnia di program yang sama. 

Ia menggarisbawahi pemerintah dan DPR justru tidak mempercepat pembahasan aturan yang akan memperkuat upaya pemberantasan korupsi, sebagai contoh revisi UU Tindak Pidana Korupsi, UU Perampasan Aset hingga implementasi dari UNCAC. 

"Tapi, yang dilakukan malah menggembosi KPK dan efeknya sudah terlihat hari ini. Dalam satu dekade terakhir, ini merupakan penurunan paling banyak yang pernah dialami oleh Indonesia," tutur dia lagi. 

3. Turun 3 poin menandakan lampu merah untuk pemberantasan korupsi di Indonesia

Indeks Persepsi Korupsi RI Anjlok, Mahfud MD: Itu Opini Bukan FaktaIlustrasi gedung KPK (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Sementara, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif dengan tegas menyebut penurunan tiga poin IPK Indonesia sudah menandakan adanya lampu merah. Apalagi sejak 2008, IPK Indonesia tidak pernah mengalami penurunan. Pada 2016 dan 2017, IPK Indonesia hanya pernah mengalami stagnasi. Saat itu skor IPK Indonesia ada di angka 37. 

"Jadi, penurunan ini tidak bisa dianggap biasa-biasa saja. Karena pada 2019 kita berhasil (meraih) skor 40, berarti kita justru kembali mengalami kemunduran ke tahun 2016. Itu kan lima tahun ke belakang," ujar Syarif pada 28 Januari 2021 lalu. 

Dalam analisanya, ada dua hal yang menyebabkan IPK Indonesia terkerek ke bawah yaitu penegakan sektor hukum yang terus memburuk dan korupsi di partai politik yang terus terjadi. "Karena itu yang menjadi jangkar bagi kita untuk susah naik ke atas," tuturnya lagi. 

Ia mengatakan korupsi di partai politik sudah ke tahap yang buruk. Hal itu ditandai dengan hampir semua pimpinan parpol sudah menjadi "pasien" KPK. Mulai dari Anas Urbaningrum (mantan Ketum Partai Demokrat), Setya Novanto (mantan Ketum Partai Golkar), Luthfi Hasan Ishaaq (mantan Presiden PKS), Muhammad Romahurmuziy (mantan Ketum PPP) hingga terbaru Juliari Batubara (mantan Bendum PDI Perjuangan). 

Syarif mengaku hal tersebut ironis lantaran para pimpinan parpol itu duduk di DPR yang seharusnya mengawasi upaya pemberantasan terhadap korupsi. Bahkan, kini pelaku korupsi sudah semakin berusia muda. Hal tersebut menandakan korupsi di sektor politik sudah mengakar terlalu dalam. 

Baca Juga: Mahfud MD Sudah Duga Persepsi Pemberantasan Korupsi RI Memburuk

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya