JK Prediksi Kasus COVID-19 di RI Bisa Tembus 100 Ribu pada Akhir Juli

Penambahan yang pesat dampak dari kebijakan "new normal"

Jakarta, IDN Times - Wakil Presiden RI periode 2015-2019, Jusuf "JK" Kalla, menyebut penyebaran COVID-19 di Indonesia semakin meluas. Ia bahkan memprediksi bila kondisi pandemik tidak juga membaik, pada akhir Juli 2020 kasus COVID-19 bisa mencapai 100 ribu. 

Indikasi itu sudah mulai terlihat ketika angka harian kasus COVID-19 terus konsisten mencapai 1.000-an. Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) itu mengatakan hal tersebut tidak lepas karena adanya kebijakan normal baru yang sudah mulai diadopsi pemerintah sejak 8 Juni 2020 lalu. 

"Setelah pelonggaran otomatis kan orang sudah berkumpul lagi, ketemu lagi, kontak lagi, pasti potensi itu naik. Di samping jumlah penduduk kita cukup besar mencapai 270 juta, maka paling mudah untuk terjadi pertumbuhan (kasus baru COVID-19)," ungkap JK di program "Satu Meja" yang tayang di Kompas TV pada Rabu (8/7/2020) malam. 

Di satu sisi, JK menyadari pemerintah kini mengalami dilema antara faktor ekonomi dan kesehatan. Sebab, krisis kesehatan secara langsung menyebabkan krisis ekonomi. 

"Lagi pula dari segi kemampuan ekonomi negara, kan paling lama membiarkan orang di rumah maksimal 2 bulan. Di Wuhan, kota pusat pandemik hanya bisa di-lockdown selama 70 hari," tutur dia. 

Sayangnya, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang diterapkan pemerintah selama tiga bulan terakhir tidak serius dilakukan. Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah pandemik tidak semakin meluas?

1. Pemerintah tidak menerapkan kebijakan herd immunity untuk atasi pandemik COVID-19

JK Prediksi Kasus COVID-19 di RI Bisa Tembus 100 Ribu pada Akhir JuliJusuf Kalla selaku Ketua Umum PMI Pusat memimpin rapat persiapan operasi kemanusiaan pencegahan COVID-19 yg akan dimulai rabu 25/03 di seluruh wilayah DKI Jakarta dan daerah penyangga Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) (Dok. Humas PMI)

JK tidak yakin pelonggaran PSBB yang kini dilakukan oleh pemerintah merupakan bagian dari kebijakan herd immunity. Menurutnya, herd immunity bukan kebijakan yang patut dicontoh, karena sengaja membiarkan warganya terpapar COVID-19 agar tercipta kekebalan komunitas. 

"Herd immunity itu tidak pakai masker, bebas pergi ke mana-mana. Orang sengaja dibiarkan kena supaya muncul kekebalan. Saya kira itu uji coba yang berbahaya," kata JK.

Baca Juga: Farmakolog UGM: Hati-hati dengan Klaim Antivirus di Kalung Kementan

2. Dalam menangani pandemik COVID-19, dibutuhkan pemimpin yang baik dan cepat

JK Prediksi Kasus COVID-19 di RI Bisa Tembus 100 Ribu pada Akhir JuliKetua Umum PMI Jusuf Kalla dan pengurus bertemu dengan pemimpin redaksi media massa di Jakarta, 5 Februari 2020 (IDN Times/Umi Kalsum)

JK juga menilai bila Indonesia ingin keluar dari pandemik COVID-19, maka dibutuhkan pemimpin yang cepat dan tegas. Sebab, penyebaran virus Sars-CoV-2 sangat cepat. Bila pemimpin tidak cepat mengambil kebijakan, maka pandemik ini akan semakin meluas. Korban yang jatuh pun terus bertambah. 

"Kalau mengaturnya pakai daya hitung, maka kita sudah jauh ditinggalkan. Karena itu ada tiga cara untuk mengurangi penyebaran (COVID-19). Itulah yang kita sebut protokol kesehatan, kalau gak penting tetap di rumah, pakai masker, jaga jarak, cuci tangan. Itu kan bagian dari menghindari," tutur JK. 

Lalu, menerapkan 3T yaitu test, tracing, dan treat. Artinya melakukan tes, pelacakan dan diobati. 

"Tetapi, untuk menerapkan kebijakan 3T juga tidak mudah, perlu sistem seperti yang diterapkan di Tiongkok dan Korea Selatan," kata dia. 

Tetapi, lanjut dia, metode itu akan sulit diterapkan bila sudah kasus positif COVID-19 sudah memasuki angka puluhan ribu atau ratusan ribu. 

3. JK menilai pemerintah harus memilih salah satu yang diprioritaskan, ekonomi atau kesehatan

JK Prediksi Kasus COVID-19 di RI Bisa Tembus 100 Ribu pada Akhir JuliKetua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla (JK) bersama dengan Kepala Lembaga Eijkmen Profesor Amin Subandrio di Kantor Eijkmen (Dok. Tim Media JK/PMI)

JK pun mengakui bila gerak pemerintah untuk mengatasi pandemik COVID-19 kalah cepat dibandingkan penyebaran virus corona. Hal itu, kata JK, disebabkan pemerintah terlalu lama memperhitungkan dilema antara krisis kesehatan dan ekonomi.

Menurut dia, tidak bisa kedua faktor itu dijaga. Harus ada salah satu yang diprioritaskan. 

"Selalu saya katakan. Ini semua kan ada sebab-akibat. Ini kan disebabkan virus, akibatnya ke ekonomi. Maka sebabnya dulu untuk diselesaikan baru memikirkan ekonomi," kata dia. 

https://www.youtube.com/embed/I55Baqx-FwA

Baca Juga: Juru Wabah UI: Publik Harus Pertanyakan Keampuhan Obat COVID-19 Unair

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya