KPK: PP Baru Anti Rasuah Dorong Publik Laporkan Kasus Korupsi

Pemerintah mengganjar laporan yang terbukti berupa uang

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, akhirnya diberlakukan. Dilihat dari PP nya, dokumen itu diteken oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada 17 September lalu. Sementara, PP nya berlaku sehari sesudahnya. 

Di dalam dokumen setebal 26 halaman itu memuat penghargaan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat bagi mereka yang telah menyampaikan informasi adanya dugaan perbuatan korupsi di lingkungannya. Tidak tanggung-tanggung, kalau laporan itu terbukti, maka publik bisa diganjar penghargaan senilai Rp 200 juta.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan sejak awal revisi PP itu dilakukan, lembaga antirasuah sudah ikut terlibat. 

"Prinsip dasarnya para pelapor kasus korupsi perlu dan bahkan harus diberikan penghargaan yang patut," ujar Febri ketika memberikan keterangan pers pada Selasa (9/10) di gedung KPK. 

Lalu, apakah KPK setuju dengan penghitungan kontribusi yang diberikan kepada publik usai laporannya terbukti membuka skandal korupsi?

1. Adanya Peraturan Pemerintah itu diharapkan meningkatkan partisipasi masyarakat

KPK: PP Baru Anti Rasuah Dorong Publik Laporkan Kasus Korupsi(Ilustrasi anti korupsi) Corruption Watch

Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, dengan diberlakukannya peraturan pemerintah yang baru, maka lembaga antirasuah berharap semakin banyak publik yang melaporkan kasus korupsi ke instansi penegak hukum. Saat ini, perbuatan korupsi dapat ditangani oleh tiga instansi yakni KPK, kepolisian dan kejaksaan. 

Dengan begitu, menurut Febri, pengawasan di lingkungan sekitar si pelapor akan lebih maksimal. 

"Diharapkan, nanti masyarakat semakin banyak melaporkan kasus korupsi," ujar Febri pada Selasa kemarin. 

Tetapi, menurut KPK, tingginya jumlah pelaporan harus seiring dengan peningkatan penghargaan yang diberikan. 

Baca Juga: Jokowi Teken PP, Bagi Pelapor Perbuatan Korupsi Diganjar Rp 200 Juta

2. KPK berharap ada perlindungan terhadap pelapor kasus korupsi

KPK: PP Baru Anti Rasuah Dorong Publik Laporkan Kasus KorupsiMargith Juita Damanik

Namun, Febri mengingatkan ada hal lain yang tidak kalah penting dalam aturan tersebut bagi pelapor kasus korupsi, yakni mengenai perlindungan hukum. Sebab, keselamatan mereka bisa saja terancam usai melaporkan satu tindak kejahatan korupsi. 

Salah satu hal yang nyata menimpa kepada pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB), Basuki Wasis. Ia merupakan saksi ahli yang dihadirkan oleh KPK dan memperberat hukuman mantan Gubernur Sulawesi Selatan, Nur Alam. Gara-gara pertimbangan dari Basuki menyebabkan Nur dijatuhi vonis 12 tahun oleh Majelis Hakim di pengadilan tipikor, Jakarta Pusat. 

Nur pun kemudian langkah menguggat Basuki secara perdata ke PN Cibinong, Bogor. Total gugatannya mencapai Rp 3 triliun. 

Sebagai bentuk perlindungan, lembaga antirasuah juga mengajukan sebagai pihak ketiga yang kepentingannya terganggu. 

"Itu sebabnya kita masih memiliki pekerjaan rumah penting terkait perlindungan pelapor, saksi dan ahli," ujar Febri di gedung KPK.

Ia menyebut jangan sampai pelaporan terhadap saksi ahli malah akan membuat ciut saksi ahli lainnya untuk membantu terungkapnya kasus korupsi. Kalau itu yang terjadi, maka kinerja KPK akan terhambat. 

"Oleh sebab itu, kami berharap pengadilan juga memiliki concern yang sama untuk perlindungan pelapor, saksi, dan ahli tersebut, agar upaya pemberantasan korupsi lebih maksimal," kata mantan aktivis antikorupsi tersebut.

3. KPK menganggap nominal penghargaan bagi pelapor kasus korupsi masih kecil

KPK: PP Baru Anti Rasuah Dorong Publik Laporkan Kasus Korupsipixabay/Reiseblogger

Febri mengatakan salah satu poin yang menjadi sorotan KPK saat menyusun revisi PP tersebut yakni persentase penerima penghargaannya. Semula nominal penghargaan dua per mil dari nilai uang negara yang bisa diselamatkan. Sementara, ditelusuri di pasal 17, ketentuan itu tidak berubah. 

"Kalau (nominal) nya dua per mil jumlahnya sangat kecil. Sehingga, seharusnya kalau kasus yang dilaporkan (nilai korupsinya) besar, maka pelapor bisa mendapatkan (reward) yang lebih besar," kata Febri. 

Hal itu berbanding lurus dengan reward yang diperoleh akan jauh lebih kecil kalau laporan kasus korupsi, nilai kerugian negara yang dapat dikembalikan minim. Tetapi, menurut Febri, yang dijadikan sorotan saat ini bukan soal rewardnya. 

"Semangatnya adalah untuk meningkatkan kompensasi kepada pelapor. Itu yang perlu dilihat secara positif lebih dulu," katanya lagi. 

Baca Juga: Survei LSI: Demokrasi Bisa Mundur Karena Korupsi dan Intoleransi

Topik:

Berita Terkini Lainnya