KPK Minta BUMN Berhati-Hati Ketika Terima Investasi dari Tiongkok 

Investor asal Tiongkok tidak segan menyuap demi bisnis

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mewanti-wanti BUMN ketika menerima investasi asal Tiongkok. Mengapa? Sebab, para calon investor tidak segan melibatkan suap agar mereka bisa berinvestasi dan mendapatkan proyek di Indonesia. 

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif ketika memaparkan data dari Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) Amerika Serikat pada Kamis (9/5) di gedung KPK Jakarta. Ia berbicara dalam forum seminar yang mengambil tema "Bersama Menciptakan BUMN Bersih melalui Satuan Pengawasan Intern (SPI) yang Tangguh dan Terpercaya" dan dihadiri oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno dan 400 peserta mulai dari Direktur Utama BUMN, komisaris hingga ke para auditor. 

"Saya tahu banyak bapak dan ibu di sini yang bekerja sama dengan (investor) dari China. Kalimat 'good corporate governance' adalah sesuatu yang asing bagi mereka," kata Syarif pagi tadi. 

Berdasarkan data di tahun 2018 soal negara-negara yang banyak melibatkan uang pelicin atau suap, Tiongkok menempati posisi pertama. Sedangkan, Indonesia ada di posisi keenam. 

"Sementara, mereka banyak berinvestasi di sini. Maka, Anda have to be very careful," tutur Syarif lagi. 

Lalu, apa yang harus dilakukan oleh para BUMN? Sebab, tawaran investasi dari Tiongkok cenderung sulit ditolak. 

1. Investor asal Tiongkok tidak segan menyuap pejabat di negara asing

KPK Minta BUMN Berhati-Hati Ketika Terima Investasi dari Tiongkok (Ilustrasi suap) IDN Times/Sukma Shakti

Dalam pengalaman Syarif, kalimat pengelolaan perusahaan yang bersih dan akuntabel, adalah sesuatu yang asing terdengar di telinga. Mereka tidak segan menyuap demi mencapai tujuannya berinvestasi. 

"Mereka menilai bribing okay (menyuap tidak apa-apa). Tapi, soal human rights (hak asasi manusia), what? Isu environment (lingkungan), what?," tutur Syarif menceritakan kisah yang ia ketahui. 

Hal itu semakin diperparah dengan kenyataan Tiongkok belum memiliki perangkat hukum untuk memproses apabila ada pengusahanya yang menyuap pejabat di negara lain. Begitu pula dengan Indonesia. 

Sementara, di negara yang tingkat indeks persepsi korupsinya lebih tinggi, mereka sudah membuat undang-undang soal itu. 

"Data dari FCPA Amerika Serikat saja menunjukkan Tiongkok jadi negara nomor satu yang paling banyak membayarkan uang-uang pelicin dan tidak seharusnya. Maka, seharusnya kita berhati-hati," katanya lagi. 

Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia di Tahun 2018 Hanya Naik Satu Poin

2. KPK menyarankan agar Pemerintah Indonesia membuat aturan apabila investor asing mau berinvestasi harus sesuai dengan regulasi

KPK Minta BUMN Berhati-Hati Ketika Terima Investasi dari Tiongkok Pixabay.com/Tumisu

Lalu, apa tips dari KPK agar investasi asal Tiongkok tidak menjadi bumerang? Menurut Syarif, tidak ada yang keliru dengan menerima investasi dari Tiongkok atau negara mana pun. Asalkan investasi itu dilakukan sesuai dengan regulasi yang berlaku di Tanah Air. 

"Selain itu, sistem pencegahan suap tetap diberlakukan, jangan dibiarkan mengendor dari mana pun datang investasinya. Kita tetap harus terbuka terhadap investasi asal dilakukan dilakukan dengan tidak menyuap dan secara transparan," kata pria yang pernah menjadi aktivis lingkungan itu. 

3. Indonesia tetap bisa memproses secara hukum warga negara asing yang memberikan suap kepada penyelenggara negara

KPK Minta BUMN Berhati-Hati Ketika Terima Investasi dari Tiongkok (Ilustrasi ditahan) IDN Times/Sukma Shakti

Menurut Syarif, Indonesia tetap bisa memproses warga asing yang terbukti melakukan penyuapan terhadap penyelenggara negara di Tanah Air. Yang belum bisa diproses, kata Syarif, adalah warga Indonesia yang menyuap pejabat di negara lain. 

"Bisa (diproses warga asing yang menyuap di Indonesia). Itu masuk kategori penyuapan. Itu tindak pidana biasa. Yang belum ada orang swasta Indonesia menyuap pejabat di AS, Singapura," kata Syarif.

Aparat penegak hukum, ia melanjutkan tidak bisa memproses warga Indonesia yang terbukti menyuap pejabat di luar negeri.

"Yang bisa menindak adalah negara asalnya. Tetapi, kalau warga negara lain menyuap di Indonesia, bisa saja diproses oleh KPK, jaksa, atau polisi," katanya. 

4. KPK mengingatkan agar BUMN melakukan perubahan dari dalam dirinya sendiri

KPK Minta BUMN Berhati-Hati Ketika Terima Investasi dari Tiongkok (Ilustrasi pelantikan pegawai struktural KPK) ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Sementara, Ketua KPK, Agus Rahardjo mengingatkan BUMN agar membenahi internalnya tanpa menunggu ada penindakan dari lembaga antirasuah. Caranya dengan memperkuat satuan pengawas internal yang ada di masing-masing BUMN. 

"Apabila melihat negara maju seperti Amerika Serikat yang namanya inspektur jenderal, tidak berada di bawah menteri masing-masing. Tapi, mereka langsung melapor ke Presiden," kata Agus di forum yang sama. 

Sayangnya, kata dia, di BUMN hal yang sama belum berlaku. Satuan pengawas internal tidak diberi taring dan berada di bawah direktur utama atau komisaris. Inspektorat di Kementerian BUMN pun, ujar Agus, juga tidak bisa menjangkau ke BUMN, lantaran institusi itu dianggap sudah berdiri sendiri. 

"Oleh sebab itu, dari pengalaman tersebut, teman-teman di inspektorat ini harus diberi taring, kemampuan. Jadi, yang dipilih untuk ditempatkan di sana adalah orang yang memilik kemampuan paling bagus, kemudian sumber dayanya disediakan sehingga nantinya bisa melakukan penilaian secara obyektif," tutur Agus. 

Pertanyaan selanjutnya, diletakan di mana pengawas internal tersebut? Apakah sebaiknya mereka diletakan menjadi tangan kanan komisaris. 

"Itu yang harus kita pikirkan dengan lebih cermat lagi. Apalagi kini banyak komisaris yang tidak bisa bekerja secara full time di BUMN-BUMN," katanya. 

Baca Juga: Mabes Polri Minta KPK Tuntaskan Kisruh Penyidik Internal dan Polisi

Topik:

Berita Terkini Lainnya