Mengapa Terjadi Perbedaan Data Korban Gempa Lombok?

Apa itu suatu yang lumrah?

Jakarta, IDN Times - Korban tewas akibat gempa bumi di Lombok terus bertambah. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Jumat (10/8) menunjukkan korban tewas yang berhasil diverifikasi mencapai 321 orang. Mereka tersebar di Kabupaten Lombok Utara sebanyak 273 orang, Lombok Barat 26 orang, Lombok Timur 11 orang, Kota Mataram 7 orang, Lombok Tengah 2 orang, dan Kota Denpasar 2 orang. 

"Sebanyak 321 orang meninggal tersebut telah diverifikasi. Memang masih ada laporan-laporan tambahan mengenai jumlah korban meninggal dunia, tetapi itu masih diverifikasi. Artinya, jumlah korban meninggal dunia bisa jadi lebih dari 321 orang," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulis pada Jumat kemarin. 

Lalu, bantuan apa saja yang dibutuhkan oleh korban gempa di Lombok? 

1. Masih ada pengungsi yang belum menerima bantuan

Mengapa Terjadi Perbedaan Data Korban Gempa Lombok?IDN Times/Sukma Shakti

Dari data BNPB, saat ini jumlah pengungsi mencapai 270.168 jiwa. Mereka tersebar di ribuan titik pengungsian.

Menurut Sutopo, jumlah pengungsi diperkirakan akan bertambah, sebab belum semua pengungsi terdata dengan baik. Bahkan, di beberapa tempat dilaporkan masih ada pengungsi yang belum menerima bantuan, terutama di Kecamatan Gangga, Kayangan dan Pemenang yang berada di bukit-bukit dan desa terpencil.

Untuk membantu agar bantuan terdistribusi lebih merata Basarnas dan BNPB mengerahkan tiga helikopter.

"Ada pula relawan dari komunitas pencinta mobil dan masyarakat yang memiliki kendaraan untuk membantu mendistribusikan bantuan," ujar Sutopo melalui keterangan tertulis.

Selain itu, korban gempa membutuhkan dapur umum dan pos kesehatan dalam jumlah banyak untuk melayani mereka.

Baca Juga: Gempa Lombok, Bibi Zohri Meninggal Tertimpa Runtuhan Masjid

2. Perbedaan data ketika terjadi bencana adalah hal yang biasa

Mengapa Terjadi Perbedaan Data Korban Gempa Lombok?IDN Times/Ardiansyah Fajar

Angka korban meninggal dunia yang dirilis oleh BNPB jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh Basarnas. Mereka menyebut angka korban meninggal dunia mencapai 368 orang. Bahkan, Kemenkopolhukam dalam keterangan pers pada Kamis sudah menyebut angka 319 orang meninggal dunia dalam gempa berkekuatan 7,0 SR tersebut. Angka itu disampaikan ke publik usai Kemenkopolhukam menggelar rapat koordinasi dan menyamakan jumlah data yang berbeda mengenai korban gempa bumi.

Mengenai perbedaan data tersebut, Sutopo bisa memakluminya. Ia pun tidak menampik bisa saja jumlah korban yang sesungguhnya lebih dari yang disampaikan oleh BNPB. Tetapi, itu semua masih memerlukan verifikasi.

Lalu, data mana dong yang harus dipercaya publik?

"Semua data benar, karena itu semua berdasarkan data di lapangan. Kejadian perbedaan data korban selama masa tanggap darurat adalah hal yang biasa seperti yang terjadi ketika gempa bumi di Sumatera Barat tahun 2009 lalu, erupsi Gunung Merapi tahun 2010, gelombang tsunami Mentawai tahun 2010 dan sebagainya saat bencana besar," kata Sutopo melalui keterangan tertulis pada Rabu (8/8) kemarin.

Ia menjelaskan kebutuhan kecepatan dalam pelaporan kondisi penanganan bencana saat krisis diperlukan, sehingga akhirnya masing-masing institusi menggunakan datanya sendiri-sendiri. Akibatnya, masyarakat menjadi bingung.

"Ini juga mencerminkan perlunya koordinasi data ditingkatkan. Data agar saling dilaporkan ke Pospenas lalu diverifikasi dan keluar satu data," katanya lagi.

Sutopo mendorong agar perlu dilakukan koordinasi bersama untuk menyamakan data korban bencana. Hal itu dapat disepakati di posko utama tanggap darurat bencana. Keakuratan data, kata dia, dibutuhkan terkait bantuan santunan duka cita kepada keluarga korban.

"Sebab, pemerintah memberikan Rp 15 juta kepada ahli waris korban," tutur Sutopo.

BNPB mengakui jumlah pembaruan data terlambat dibandingkan institusi lain, sebab perlu dilakukan verifikasi. Terkadang ada data korban yang tercatat lebih dari satu kali.

"Misal institusi menyebutkan nama panggilan, sehari-hari, nama lengkap atau nama kecil, sehingga satu orang yang sama malah terdata menjadi tiga orang," kata dia.

3. Kerusakan paling masif terjadi di Lombok Utara

Mengapa Terjadi Perbedaan Data Korban Gempa Lombok?IDN Times/Ardiansyah Fajar

Data dari BNPB, daerah yang paling parah mengalami gempa bumi adalah Kabupaten Lombok Utara. Hasil analisa citra satelit menunjukkan hampir 75 persen pemukiman hancur dan rusak.

"Hal ini disebabkan Lombok Utara menjadi lokasi dengan pusat gempa dengan intensitas VII MMI. Rumah dengan konstruksi kurang memenuhi standar rumah tahan gempa tidak akan mampu menahan guncangan keras, sehingga akan roboh," kata Kepala Pusdatin BNPB, Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulis.

Sejauh ini, total kerugian materiil yang disebabkan gempa di Lombok dan Bali sudah mencapai Rp 2 triliun. Kerugian dan kerusakan ini meliputi sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial budaya dan lintas sektoral.

4. Gempa bumi di Lombok juga menyebabkan terjadi longsor

Mengapa Terjadi Perbedaan Data Korban Gempa Lombok?IDN Times/Ardiansyah Fajar

Gempa yang terjadi pada Minggu malam kemarin turut mendorong terjadinya bencana lainnya. Salah satunya adalah longsor yang terjadi di Dusun Dompu Indah. Tebing di area tersebut mengalami longsor.

"Diduga ada empat orang yang tertimbun longsor. Seorang istri melaporkan telah kehilangan suami, anak dan satu orang tetangganya," kata Sutopo.

Tim gabungan SAR saat ini masih melakukan evakuasi. Tetapi, medan yang dihadapi sangat berat dan luas. Kondisi tanah remah dan mudah longsor, sehingga hal ini justru membahayakan petugas.

Baca Juga: Dua Bayi Lucu Lahir di Mataram Saat Gempa 6,2 SR Mengguncang

Topik:

  • Sugeng Wahyudi

Berita Terkini Lainnya