Meski Picu Polemik, TNI AD Tetap Dukung Penelitian Sel Dendritik COVID

TNI siap mendanai penelitian sel dendritik COVID-19

Jakarta, IDN Times - Polemik pengembangan sel dendritik untuk COVID-19 belum berakhir. Meski begitu TNI Angkatan Darat tetap mendukung penelitian sek tersebut yang dilakukan di fasilitas Cell Cure Centre yang dimiliki RSPAD Gatot Subroto.

Bila sebelumnya penelitian sel dendritik itu dinamakan Vaksin Nusantara, namun kini pengembangan sel tersebut menjadi penelitian berbasis pelayanan. 

"Saya berpikir ini (penelitian sel dendritik COVID-19) adalah sesuatu yang sifatnya saintifik. Bagi saya ini sesuatu yang mungkin didukung," ujar Kepala Staf TNI AD, Jenderal Andika Perkasa dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (27/5/2021). 

Ia menjelaskan, Cell Cure Centre merupakan fasilitas yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada individu yang sifatnya immunotheraphy. "Fasilitas itu juga dapat digunakan kepada penderita kanker, diabetes melitus, lupus hingga memiliki permasalahan pada otak atau otot," tutur dia lagi. 

Setelah, konsepnya tidak lagi menjadi penelitian vaksin, maka hasil pengembangan sel dendritik di RSPAD Gatot Subroto tak akan dikonsumsi oleh publik secara luas. Hal itu setelah dalam penelusuran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), vaksin berbasis sel dendritik itu dianggap tidak memenuhi kaidah penelitian. Selain itu, ada beberapa relawan yang sempat mengalami efek samping serius namun uji klinis tahap I tidak langsung disetop. 

Lalu, siapa yang akan bertanggung jawab bila terjadi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) dalam pengembangan sel dendritik?

1. Kemenkes tak bertanggung jawab bila terjadi efek samping dari penelitian sel dendritik COVID-19

Meski Picu Polemik, TNI AD Tetap Dukung Penelitian Sel Dendritik COVIDCatatan minus BPOM terhadap uji klinis Vaksin Nusantara (IDN Times/Sukma Shakti)

Meski format pengembangan sel dendritik diubah, namun dr Terawan Agus Putranto selaku inisiator penelitian sel tersebut masih bisa memberikan vaksin itu kepada publik. Dengan catatan, warga harus mendatangi RSPAD Gatot Subroto dan meminta untuk disuntik vaksin berbasis sel dendritik. 

Sejauh ini sudah ada tiga orang yang telah menerima suntikan vaksin berbasis sel dendritik. Mereka adalah Wakil Ketua Komisi IX, Emanuel Melkiades Laka Lena, Dewan Pembina Partai Golkar, Aburizal Bakrie dan eks Menteri Kesehatan Siti Fadila Supari. Ketiganya mengaku tak mengalami efek samping berarti. 

Namun, bila mereka mengalami efek samping, maka pemerintah tidak akan bertanggung jawab. "Artinya, pada saat orang menerima pelayanan itu, berarti paham betul terkait konsekuensinya. Kalau kemudian terjadi sesuatu lain hal, tentunya berbeda dengan KIPI yang kita lakukan, karena itu program vaksinasi nasional," ujar Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi ketika dihubungi pada 26 April 2021 lalu. 

"Jadi itu akan terjadi konsekuensi antara pemberi layanan dan penerima layanan," katanya lagi.

Baca Juga: IDI Minta Terawan dan Peneliti Vaksin Nusantara Ikuti Rekomendasi BPOM

2. Penelitian sel dendritik akan dibiayai oleh TNI AD

Meski Picu Polemik, TNI AD Tetap Dukung Penelitian Sel Dendritik COVIDKASAD Jenderal TNI Andika Perkasa (Dok. ANTARA News)

Sementara, dalam program Mata Najwa, Andika mengatakan, TNI AD siap membiayai penelitian lebih lanjut sel dendritik. Ia juga sempat menyebut ada pihak yang telah terlibat di fase pertama uji klinis akan ikut membantu. Namun, Andika tak menyebut pihak mana yang akan ikut berkolaborasi dengan TNI AD. 

"Kami tidak mengajak mereka (dua pihak swasta). Tetapi, TNI AD siap with or without them. Toh, ini juga untuk kemanusiaan dalam mengatasi pandemik. Sebaliknya, bila mereka siap pun ya tidak apa-apa, karena tidak ada hubungannya dengan komersialisasi," kata Andika pada 22 April 2021 lalu di stasiun Trans 7

Andika juga membantah hasil penelitian dari sel dendritik akan diperjual belikan untuk memperoleh keuntungan. Menurutnya, TNI AD tak memiliki tupoksi ke arah sana. 

"Kami hanya membantu karena kami memiliki fasilitas, kenapa tidak," tutur dia lagi. 

3. Pengembangan sel dendritik sesungguhnya bukan prioritas negara

Meski Picu Polemik, TNI AD Tetap Dukung Penelitian Sel Dendritik COVIDIlustrasi Vaksin Nusantara dikerjakan oleh tentara (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, dalam pandangan epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Dr Pandu Riono, pengembangan sel dendritik seharusnya bukan menjadi prioritas pemerintah saat ini. Seharusnya, pemerintah fokus untuk meningkatkan cakupan vaksinasi yang telah berjalan. 

Ia juga mewanti-wanti penelitian sel dendritik di RSPAD Gatot Subroto adalah penelitian semu. Ia mengatakan demikian lantaran berdasarkan nota kesepahaman yang diteken oleh Kemenkes, BPOM dan Kemenko PMK, semua proses penelitian akan mengikuti regulasi yang ada. 

"Regulasi yang ada harus melalui BPOM. Penelitian berbasis kesehatan adalah sesuatu yang baru. Kita kembali lagi ke kasus metode cuci otak (yang juga digagas oleh Terawan) pada 2018," kata Pandu. 

"Sementara, dalam pengembangan obat, vaksin baru itu harus melalui proses yang diawasi oleh BPOM, itu sudah standar," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Fakta soal Vaksin Nusantara, Diinisiasi Terawan dan Ditolak Para Ahli

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya